UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
22 TAHUN 2004
TENTANG
KOMISI
YUDISIAL
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia adalah negara hukum yang menjamin kekuasaan kehakiman yang merdeka
untuk menjalankan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa Komisi Yudisial mempunyai
peranan penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka melalui
pencalonan hakim agung serta pengawasan terhadap hakim yang transparan dan
partisipatif guna menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta menjaga
perilaku hakim;
c.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal
24B ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, susunan,
kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Komisi Yudisial;
Mengingat:
1.
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal
24A, Pasal 24B, Pasal 24C, dan Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359);
3.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);
4.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG KOMISI
YUDISIAL
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1.
Komisi Yudisial adalah lembaga
negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2.
Mahkamah Agung adalah pelaku
kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
4.
Hakim Agung adalah hakim anggota
pada Mahkamah Agung.
5.
Hakim adalah Hakim Agung dan hakim
pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung serta hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6.
Lingkungan Peradilan adalah badan
peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung dalam lingkungan peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara, serta
pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.
7.
Hari adalah hari kerja.
BAB
II
KEDUDUKAN
DAN SUSUNAN
Bagian
Kesatu
Kedudukan
Pasal
2
Komisi Yudisial merupakan lembaga
negara yang bersifat mandiri dan dalam pelaksanaan wewenangnya bebas dari
campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya.
Pasal
3
Komisi Yudisial berkedudukan di
ibukota negara Republik Indonesia.
Bagian
Kedua
Susunan
Pasal
4
Komisi Yudisial terdiri atas
pimpinan dan anggota.
Pasal
5
Pimpinan Komisi Yudisial terdiri
atas seorang Ketua dan seorang Wakil Ketua yang merangkap Anggota.
Pasal
6
(1)
Komisi Yudisial mempunyai 7 (tujuh)
orang anggota.
(2)
Anggota Komisi Yudisial adalah
pejabat negara.
(3)
Keanggotaan Komisi Yudisial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum,
akademisi hukum, dan anggota masyarakat.
Pasal
7
(1)
Pimpinan Komisi Yudisial dipilih
dari dan oleh Anggota Komisi Yudisial.
(2)
Ketentuan mengenai tata cara
pemilihan pimpinan Komisi Yudisial diatur oleh Komisi Yudisial.
Bagian
Ketiga
Hak
Protokoler, Keuangan, dan Tindakan Kepolisian
Pasal
8
Kedudukan protokoler dan hak
keuangan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Yudisial diberlakukan ketentuan
peraturan perundang-undangan bagi pejabat negara.
Pasal
9
Anggaran Komisi Yudisial dibebankan
pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal
10
(1)
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota
Komisi Yudisial dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung
setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal:
a.
tertangkap tangan melakukan tindak
pidana kejahatan; atau
b.
berdasarkan bukti permulaan yang
cukup disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan
pidana mati atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
(2)
Pelaksanaan penangkapan atau
penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 2 X 24
(dua kali dua puluh empat) jam harus dilaporkan kepada Jaksa Agung.
Bagian
Keempat
Sekretariat
Jenderal
Pasal
11
(1)
Komisi Yudisial dibantu oleh
Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal.
(2)
Sekretaris Jenderal dijabat oleh
pejabat pegawai negeri sipil.
Pasal
12
(1)
Sekretariat Jenderal mempunyai tugas
memberikan dukungan teknis administratif kepada Komisi Yudisial.
(2)
Ketentuan mengenai susunan
organisasi, tugas, tanggung jawab, dan tata kerja Sekretariat Jenderal diatur
dengan Peraturan Presiden.
BAB
III
WEWENANG
DAN TUGAS
Pasal
13
Komisi Yudisial mempunyai wewenang:
a.
mengusulkan pengangkatan Hakim Agung
kepada DPR; dan
b.
menegakkan kehormatan dan keluhuran
martabat serta menjaga perilaku hakim.
Pasal
14
(1)
Dalam melaksanakan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, Komisi Yudisial mempunyai tugas:
a.
melakukan pendaftaran calon Hakim
Agung;
b.
melakukan seleksi terhadap calon
Hakim Agung;
c.
menetapkan calon Hakim Agung; dan
d.
mengajukan calon Hakim Agung ke DPR.
(2)
Dalam hal berakhir masa jabatan
Hakim Agung, Mahkamah Agung menyampaikan kepada Komisi Yudisial daftar nama
Hakim Agung yang bersangkutan, dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan
sebelum berakhirnya jabatan tersebut.
(3)
Pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan,
sejak Komisi Yudisial menerima pemberitahuan dari Mahkamah Agung mengenai
lowongan Hakim Agung.
Pasal
15
(1)
Dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari sejak menerima pemberitahuan mengenai lowongan Hakim Agung,
Komisi Yudisial mengumumkan pendaftaran penerimaan calon Hakim Agung selama 15
(lima belas) hari berturut-turut.
(2)
Mahkamah Agung, Pemerintah, dan
masyarakat dapat mengajukan calon Hakim Agung kepada Komisi Yudisial.
(3)
Pengajuan calon Hakim Agung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari, sejak pengumuman pendaftaran penerimaan calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal
16
(1)
Pengajuan calon Hakim Agung kepada
Komisi Yudisial harus memperhatikan persyaratan untuk dapat diangkat sebagai
Hakim Agung sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2)
Selain persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pengajuan calon hakim agung harus memenuhi persyaratan
administrasi dengan menyerahkan sekurang-kurangnya:
a.
daftar riwayat hidup, termasuk
riwayat pekerjaan;
b.
ijazah asli atau yang telah
dilegalisasi;
c.
surat keterangan sehat jasmani dan
rohani dari dokter rumah sakit pemerintah;
d.
daftar harta kekayaan serta sumber
penghasilan calon; dan
e.
Nomor Pokok Wajib Pajak.
Pasal
17
(1)
Dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari sejak berakhirnya masa pengajuan calon sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 ayat (3), Komisi Yudisial melakukan seleksi persyaratan
administrasi calon Hakim Agung.
(2)
Komisi Yudisial mengumumkan daftar
nama calon Hakim Agung yang telah memenuhi persyaratan administrasi dalam
jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari.
(3)
Masyarakat berhak memberikan
informasi atau pendapat�
terhadap calon Hakim Agung dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Komisi Yudisial melakukan penelitian
atas informasi atau pendapat masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak pemberian
informasi atau pendapat berakhir.
Pasal
18
(1)
Komisi Yudisial menyelenggarakan
seleksi terhadap kualitas dan kepribadian calon Hakim Agung yang telah memenuhi
persyaratan administrasi berdasarkan standar yang telah ditetapkan.
(2)
Komisi Yudisial mewajibkan calon
Hakim Agung menyusun karya ilmiah dengan topik yang telah ditentukan.
(3)
Karya ilmiah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sudah diterima Komisi Yudisial, dalam jangka waktu paling lama 10
(sepuluh) hari sebelum seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan.
(4)
Seleksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan secara terbuka dalam jangka waktu paling lama 20 (dua
puluh) hari.
(5)
Dalam jangka waktu paling lambat 15
(lima belas) hari terhitung sejak seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
berakhir, Komisi Yudisial menetapkan dan mengajukan 3 (tiga) orang nama calon
Hakim Agung kepada DPR untuk setiap 1 (satu) lowongan Hakim Agung, dengan
tembusan disampaikan kepada Presiden.
Pasal
19
(1)
DPR telah menetapkan calon Hakim
Agung untuk diajukan kepada Presiden dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak diterima nama calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(5).
(2)
Keputusan Presiden mengenai
pengangkatan Hakim Agung ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat
belas) hari sejak Presiden menerima nama calon yang diajukan DPR.
(3)
Dalam hal jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilampaui tanpa ada penetapan, Presiden berwenang
mengangkat Hakim Agung dari calon yang diajukan Komisi Yudisial sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5).
Pasal
20
Dalam melaksanakan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b Komisi Yudisial mempunyai tugas
melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan
dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
Pasal
21
Untuk kepentingan pelaksanaan
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, Komisi Yudisial
bertugas mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan
Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.
Pasal
22
(1)
Dalam melaksanakan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Komisi Yudisial:
a.
menerima laporan masyarakat tentang
perilaku hakim;
b.
meminta laporan secara berkala
kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim;
c.
melakukan pemeriksaan terhadap
dugaan pelanggaran perilaku hakim;
d.
memanggil dan meminta keterangan
dari hakim yang diduga melanggar kode etik perilaku hakim; dan
e.
membuat laporan hasil pemeriksaan
yang berupa rekomendasi dan disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah
Konstitusi, serta tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR.
(2)
Dalam melaksanakan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial wajib:
a.
menaati norma, hukum, dan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
b.
menjaga kerahasiaan keterangan yang
karena sifatnya merupakan rahasia Komisi Yudisial yang diperoleh berdasarkan
kedudukannya sebagai anggota.
(3)
Pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa
dan memutus perkara.
(4)
Badan peradilan dan hakim wajib
memberikan keterangan atau data yang diminta Komisi Yudisial dalam rangka
pengawasan terhadap perilaku hakim dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan Komisi Yudisial diterima.
(5)
Dalam hal badan peradilan atau hakim
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Mahkamah Agung
dan/atau Mahkamah Konstitusi wajib memberikan penetapan berupa paksaan kepada
badan peradilan atau hakim untuk memberikan keterangan atau data yang diminta.
(6)
Dalam hal badan peradilan atau hakim
telah diberikan peringatan atau paksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
tetap tidak melaksanakan kewajibannya, pimpinan badan peradilan atau hakim yang
bersangkutan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di
bidang kepegawaian.
(7)
Semua keterangan dan data
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersifat rahasia.
(8)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Komisi
Yudisial.
Pasal
23
(1)
Sesuai dengan tingkat pelanggaran
yang dilakukan, usul penjatuhan sanksi terhadap hakim sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21, dapat berupa:
a.
teguran tertulis;
b.
pemberhentian sementara; atau
c.
pemberhentian.
(2)
Usul penjatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a beserta alasan kesalahannya bersifat mengikat,
disampaikan oleh Komisi Yudisial kepada pimpinan Mahkamah Agung dan/atau
Mahkamah Konstitusi.
(3)
Usul penjatuhan sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c diserahkan oleh Komisi Yudisial
kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi.
(4)
Hakim yang akan dijatuhi sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberi kesempatan secukupnya untuk membela
diri di hadapan Majelis Kehormatan Hakim.
(5)
Dalam hal pembelaan diri ditolak,
usul pemberhentian hakim diajukan oleh Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah
Konstitusi kepada Presiden paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pembelaan
diri ditolak oleh Majelis Kehormatan Hakim.
(6)
Keputusan Presiden mengenai
pemberhentian hakim, ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas)
hari sejak Presiden menerima usul Mahkamah Agung.
Pasal
24
(1)
Komisi Yudisial dapat mengusulkan
kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi untuk memberikan penghargaan
kepada hakim atas prestasi dan jasanya dalam menegakkan kehormatan dan
keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim.
(2)
Ketentuan mengenai kriteria
pemberian penghargaan diatur oleh Komisi Yudisial.
Pasal
25
(1)
Pengambilan keputusan Komisi Yudisial
dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2)
Apabila pengambilan keputusan secara
musyawarah tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan suara
terbanyak.
(3)
Keputusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) adalah sah apabila rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5 (lima)
orang Anggota Komisi Yudisial, kecuali keputusan mengenai pengusulan calon
Hakim Agung ke DPR dan pengusulan pemberhentian Hakim Agung dan/atau Hakim
Mahkamah Konstitusi dengan dihadiri seluruh anggota Komisi Yudisial.
(4)
Dalam hal terjadi penundaan 3 (tiga)
kali berturut-turut atas keputusan mengenai pengusulan calon Hakim Agung ke DPR
dan pengusulan pemberhentian hakim agung dan/atau hakim Mahkamah Konstitusi
maka keputusan dianggap sah apabila dihadiri oleh 5 (lima) orang anggota.
BAB
IV
PENGANGKATAN
DAN PEMBERHENTIAN
Bagian
Pertama
Pengangkatan
Pasal
26
Untuk dapat diangkat menjadi Anggota
Komisi Yudisial harus memenuhi syarat:
a.
warga negara Indonesia;
b.
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa;
c.
berusia paling rendah 40 (empat
puluh) tahun dan paling tinggi 68 (enam puluh delapan) tahun pada saat proses
pemilihan;
d.
mempunyai pengalaman di bidang hukum
paling singkat 15 (lima belas) tahun;
e.
memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela;
f.
sehat jasmani dan rohani;
g.
tidak pernah dijatuhi pidana karena
melakukan tindak pidana kejahatan; dan
h.
melaporkan daftar kekayaan.
Pasal
27
(1)
Anggota Komisi Yudisial diangkat
oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
(2)
Persetujuan DPR sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), disampaikan kepada Presiden dalam jangka waktu paling lambat 45
(empat puluh lima) hari sejak menerima pencalonan Anggota Komisi Yudisial yang
diajukan Presiden.
(3)
Presiden menetapkan keputusan
mengenai pengangkatan Anggota Komisi Yudisial, dalam jangka waktu paling lama
15 (lima belas) hari sejak menerima persetujuan DPR sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
Pasal
28
(1)
Sebelum mengajukan calon Anggota
Komisi Yudisial kepada DPR, Presiden membentuk Panitia Seleksi Pemilihan
Anggota Komisi Yudisial.
(2)
Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum,
dan anggota masyarakat.
(3)
Panitia Seleksi mempunyai tugas:
a.
mengumumkan pendaftaran penerimaan
calon Anggota Komisi Yudisial dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari;
b.
melakukan pendaftaran dan seleksi
administrasi serta seleksi kualitas dan integritas calon Anggota Komisi
Yudisial dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak pengumuman
pendaftaran berakhir;
c.
menentukan dan menyampaikan calon
Anggota Komisi Yudisial sebanyak 14 (empat belas) calon, dengan memperhatikan
komposisi Anggota Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari.
(4)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) Panitia Seleksi bekerja secara transparan dengan
mengikutsertakan partisipasi masyarakat.
(5)
Dalam waktu paling lambat 15 (lima
belas) hari sejak menerima nama calon dari Panitia Seleksi, Presiden mengajukan
14 (empat belas) nama calon Anggota Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf c kepada DPR.
(6)
DPR wajib memilih dan menetapkan 7
(tujuh) calon anggota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterima usul dari Presiden.
(7)
Calon terpilih disampaikan oleh
pimpinan DPR kepada Presiden paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak
tanggal berakhirnya pemilihan untuk disahkan oleh Presiden.
(8)
Presiden wajib menetapkan calon
terpilih paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya
surat Pimpinan DPR.
Pasal
29
Anggota Komisi Yudisial memegang
jabatan selama masa 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan.
Pasal
30
(1)
Sebelum memangku jabatannya Anggota
Komisi Yudisial wajib mengucapkan sumpah atau janji secara bersama-sama menurut
agamanya di hadapan Presiden.
(2)
Anggota Komisi Yudisial yang
berhalangan mengucapkan sumpah atau janji secara bersama-sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Ketua Komisi
Yudisial.
(3)
Sumpah atau janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
�Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya,
untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan
nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun
kepada siapapun juga�.
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian�.
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan
akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia�.
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan
menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, seksama,
obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras,
gender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya,
serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat,
bangsa, dan negara�.
�Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak
atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga
dan saya akan tetap teguh melaksanakan wewenang dan tugas saya yang diamanatkan
Undang-undang kepada saya�.
Pasal
31
Anggota Komisi Yudisial dilarang
merangkap menjadi:
a.
pejabat negara atau penyelenggara
negara menurut peraturan perundang-undangan;
b.
hakim;
c.
advokat;
d.
notaris dan/atau Pejabat Pembuat
Akta Tanah;
e.
pengusaha, pengurus atau karyawan
badan usaha milik negara atau badan usaha swasta;
f.
pegawai negeri; atau
g.
pengurus partai politik.
Bagian
Kedua
Pemberhentian
Pasal
32
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota
Komisi Yudisial diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas
usul Komisi Yudisial apabila:
a.
meninggal dunia;
b.
permintaan sendiri;
c.
sakit jasmani atau rohani terus
menerus; atau
d.
berakhir masa jabatannya.
Pasal
33
(1)
Ketua, Wakil Ketua, Anggota Komisi
Yudisial diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden dengan
persetujuan DPR, atas usul Komisi Yudisial dengan alasan:
a.
melanggar sumpah jabatan;
b.
dijatuhi pidana karena bersalah
melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c.
melakukan perbuatan tercela;
d.
terus menerus melalaikan kewajiban
dalam menjalankan tugas pekerjaannya; atau
e.
melanggar larangan rangkap jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
(2)
Pengusulan pemberhentian tidak
dengan hormat dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
huruf d dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk
membela diri di hadapan Dewan Kehormatan Komisi Yudisial.
(3)
Ketentuan mengenai pembentukan,
susunan, dan tata kerja Dewan Kehormatan Komisi Yudisial diatur oleh Komisi
Yudisial.
Pasal
34
(1)
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota
Komisi Yudisial sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 ayat (1) dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh
Presiden, atas usul Komisi Yudisial.
(2)
Terhadap pengusulan pemberhentian
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2).
Pasal
35
(1)
Apabila terhadap seorang Anggota
Komisi Yudisial ada perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, Anggota
Komisi Yudisial tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya.
(2)
Apabila seorang Anggota Komisi
Yudisial dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana tanpa ditahan
sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana, yang bersangkutan dapat
diberhentikan sementara dari jabatannya.
Pasal
36
Pemberhentian dengan hormat, pemberhentian
tidak dengan hormat, dan pemberhentian sementara serta hak-hak Anggota Komisi
Yudisial selaku pejabat negara dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
37
(1)
Dalam hal terjadi kekosongan
keanggotaan Komisi Yudisial, Presiden mengajukan calon anggota pengganti
sebanyak 2 (dua) kali dari jumlah keanggotaan yang kosong kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2)
Prosedur pengajuan calon pengganti
dan pemilihan calon Anggota Komisi Yudisial dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28.
BAB
V
PERTANGGUNGJAWABAN
DAN LAPORAN
Pasal
38
(1)
Komisi Yudisial bertanggung jawab
kepada publik melalui DPR.
(2)
Pertanggungjawaban kepada publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara:
a.
menerbitkan laporan tahunan; dan
b.
membuka akses informasi secara
lengkap dan akurat.
(3)
Laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a setidaknya memuat hal-hal sebagai berikut:
a.
laporan penggunaan anggaran;
b.
data yang berkaitan dengan fungsi
pengawasan; dan
c.
data yang berkaitan dengan fungsi
rekruitmen Hakim Agung.
(4)
Laporan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a disampaikan pula kepada Presiden.
(5)
Keuangan Komisi Yudisial diperiksa
oleh Badan Pemeriksa Keuangan menurut ketentuan undang-undang.
BAB
VI
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
39
Selama keanggotaan Komisi Yudisial
belum terbentuk berdasarkan Undang-Undang ini, pencalonan Hakim Agung
dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
BAB
VII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
40
(1)
Anggota Komisi Yudisial ditetapkan
paling lambat 10 (sepuluh) bulan terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini
diundangkan.
(2)
Komisi Yudisial melaksanakan
wewenang dan tugasnya paling lambat 10 (sepuluh) bulan terhitung sejak
ditetapkannya Anggota Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal
41
Undang-Undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 13 Agustus 2004
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI
Diundangkan
Di Jakarta,
Pada
Tanggal 13 Agustus 2004
SEKRETARIS
NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
BAMBANG
KESOWO
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 89
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 22 TAHUN 2004
TENTANG
KOMISI YUDISIAL
I.
UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar. Ditegaskan pula bahwa negara Indonesia adalah negara
hukum.
Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas, salah satu
substansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 adalah adanya Komisi Yudisial. Komisi Yudisial tersebut merupakan lembaga
negara yang bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim
agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 memberikan landasan hukum yang kuat bagi reformasi bidang hukum
yakni dengan memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk mewujudkan
checks and balances. Walaupun Komisi Yudisial bukan pelaku kekuasaan kehakiman
namun fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
Undang-Undang ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 24B
ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menentukan bahwa susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur
dengan undang-undang.
Dalam Undang-Undang ini diatur secara rinci mengenai
wewenang dan tugas Komisi Yudisial. Komisi Yudisial mempunyai tugas mengusulkan
pengangkatan Hakim Agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, yakni Hakim Agung dan
hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung serta Hakim Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berkaitan dengan
wewenang tersebut, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai pengangkatan
dan pemberhentian Anggota Komisi Yudisial. Syarat-syarat untuk diangkat menjadi
Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang
hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota
Komisi Yudisial ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Selain hal-hal yang ditentukan di atas, dalam
Undang-Undang ini diatur pula mengenai larangan merangkap jabatan bagi Anggota
Komisi Yudisial. Di samping itu diatur pula mengenai panitia seleksi untuk
mempersiapkan calon Anggota Komisi Yudisial, beserta syarat dan tata caranya.
II.
PASAL DEMI
PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan �seleksi� dalam ketentuan ini meliputi penelitian administrasi, pengumuman untuk
mendapatkan masukan masyarakat terhadap pribadi dan tingkah laku calon,
rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan �berturut-turut� dalam ketentuan ini adalah pengumuman yang dilakukan secara terus menerus
di tempat pengumuman Komisi Yudisial dan dapat pula diumumkan dalam mass media
paling sedikit 2 (dua) kali.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Bagi yang sudah menyerahkan laporan kekayaan kepada
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyerahkan bukti, dan bagi yang
belum menyerahkan, melaporkan daftar harta kekayaannya.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Seleksi terhadap kualitas bakal calon adalah seleksi yang
dilakukan Komisi Yudisial untuk menilai kecakapan, kemampuan, integritas, dan
moral bakal calon dalam melaksanakan tugasnya di bidang peradilan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan �karya ilmiah� adalah karya dalam bentuk tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Jangka waktu 30 (tiga puluh) hari dalam ketentuan ini
adalah hari persidangan dan tidak termasuk masa reses.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Penjatuhan
sanksi ini diajukan kepada Mahkamah Agung untuk hakim agung dan kepada Mahkamah
Konstitusi untuk hakim Mahkamah Konstitusi.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan �menaati norma, hukum, dan ketentuan peraturan
perundang-undangan� dalam ketentuan ini misalnya tidak memperlakukan semena-mena terhadap
hakim yang dipanggil untuk memperoleh keterangan atau tidak memperlakukan hakim
seolah-olah sebagai tersangka atau terdakwa. Hal ini untuk menjaga hak dan
martabat hakim yang bersangkutan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan �hakim� dalam ketentuan ini termasuk hakim pelapor, hakim terlapor, atau hakim
lain yang terkait.
Yang dimaksud dengan �keterangan� dalam ketentuan ini dapat diberikan secara lisan dan/atau tertulis.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan tugas pada ayat
ini hanya dalam proses melakukan tugas secara internal.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Keputusan mengenai pemberhentian Hakim Agung dan/atau
Hakim Mahkamah Konstitusi yang dimaksud dalam ketentuan ini memuat alasan
tertulis bagi anggota yang setuju maupun yang tidak setuju.
Pasal 26
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan �tidak tercela� adalah perbuatan yang tidak merendahkan martabat Anggota Komisi Yudisial.
Huruf f
Sehat jasmani dan rohani dalam ketentuan ini dibuktikan
dengan surat keterangan dari dokter pemerintah.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Untuk melaporkan daftar kekayaan, setiap calon membuat
pernyataan kesanggupan mengumumkan harta kekayaan setelah menjadi Anggota
Komisi Yudisial sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari dalam ketentuan
ini tidak termasuk masa reses.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Lihat penjelasan Pasal 27 ayat (2).
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Selama menjadi Anggota Komisi Yudisial, advokat tidak
boleh menjalankan profesinya.
Huruf d
Selama menjadi Anggota Komisi Yudisial, notaris tidak
boleh menjalankan profesinya.
Huruf e
Yang dimaksud dengan �pengusaha� adalah direksi atau komisaris perusahaan.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 32
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan mengenai sakit jasmani atau rohani terus
menerus diperlukan keterangan dokter yang ditunjuk khusus untuk melakukan
pemeriksaan menyeluruh, terutama bagi mereka yang telah mencapai umur di atas
68 (enam puluh delapan) tahun.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan �perbuatan tercela� adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Anggota
Komisi Yudisial.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Pemberhentian sementara dilakukan karena proses penyidikan,
penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan yang diikuti dengan
penahanan, menyebabkan yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas sebagai
Anggota Komisi Yudisial.
Ayat (2)
Pemberhentian sementara dimaksudkan untuk memberikan
kesempatan yang bersangkutan untuk melaksanakan proses peradilan tanpa dibebani
tugas sebagai Anggota Komisi Yudisial.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Data yang berkaitan dengan fungsi pengawasan antara lain
mengenai jumlah laporan atau aduan yang masuk, jumlah laporan atau aduan yang
ditindaklanjuti dan yang tidak beserta alasannya, hasil pencarian fakta atas
dugaan pelanggaran atau penyalahgunaan kekuasaan oleh Hakim dan rekomendasi
sanksi yang diberikan kepada Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi kepada
Presiden.
Huruf c
Data yang berkaitan dengan fungsi rekruitmen hakim agung
antara lain jumlah usulan bakal calon dari masyarakat, alasan diterima atau
ditolaknya seorang bakal calon, jumlah laporan atau pengaduan terhadap bakal
calon yang masuk, jumlah laporan yang ditindaklanjuti dan yang tidak beserta
alasannya, dan alasan dalam merekomendasikan bakal calon Hakim Agung ke DPR.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4415
Tidak ada komentar:
Posting Komentar