Jumat, 14 Januari 2011

peranan birokrasi

PERANAN BIROKRASI
A. Pengertian Birokrasi
Birokrasi adalah alat kekuasaan bagi yang menguasainya, dimana para pejabatnya secara bersama-sama berkepentingan dalam kontinuitasnya. Ditinjau dari sudut etimologi, maka perkataan birokrasi berasal dari kata bureau dan kratia (Yunani), bureau artinya meja atau kantor dan kratia artinya pemerintahan. Jadi birokrasi berarti pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dari meja ke meja. Max Weber memandang Birokrasi sebagai suatu istilah kolektif bagi suatu badan yang terdiri atas pejabat-pejabat atau sekelompok yang pasti dan jelas pekerjaannya serta pengaruhnya dapat dilihat pada semua macam organisasi.
Secara teoritis birokrasi adalah alat kekuasaan untuk menjalankan keputusan-keputusan politik, namun dalam prakteknya birokrasi telah menjadi kekuatan politik yang potensial yang dapat merobohkan kekuasaan. Birokrasi juga merupakan alat politik untuk mengatur dan mewujudkan agenda-agenda politik, sifat kekuasaan aparat birokrasi sebenarnya bukan tanpa kendali tetapi tetap dibatasi oleh perangkat kendali dari luar dan dari dalam. Birokrasi juga dapat dibedakan dengan dua tipe, yaitu tipe birokrasi klasik dan birokrasi perilaku.
Dalam pemerintahan, kekuasaan publik dijalankan oleh pejabat pemerintah atau para birokrat yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan peranan dan fungsinya dalam sistem birokrasi negara dan harus mampu mengendalikan orang-orang yang dipimpinnya. Birokrasi dalam hal ini mempunyai tiga arti, yaitu :
1. Sebagai tipe organisasi yang khas;
2. Sebagai suatu sistem;
3. Sebagai suatu tatanan jiwa tertentu dan alat kerja pada organ negara untuk mencapai tujuannya.


Fritz Morstein Marx mengatakan (terjemahan) :
“bahwa tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah yang modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugas yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah”.
Birokrasi juga dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang dilakukan banyak orang, birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi untuk mencapai tugas-tugas administrasi besar dengan cara mengkoordinasi secara sistematis atau teratur pekerjaan dari banyak orang. Birokrasi sebagai suatu sistem kerja dimaksudkan sebagai sistem kerja yang berdasarkan atas tata hubungan kerja sama antara jabatan-jabatan secara langsung mengenai persoalan yang formil menurut prosedur yang berlaku dan tidak adanya rasa sentimen tanpa emosi atau pilih kasih, tanpa pamrih dan prasangka.
B. Peranan Birokrasi Dalam Pembangunan
Ada beberapa pandangan para ahli yang perlu dikemukakan dalam kaitannya dengan peranan birokrasi. Friederich Hegel, mengatakan bahwa birokrasi seharusnya melayani kepentingan umum, karena dalam kenyataannya birokrasi menguntungkan sekelompok orang/golongan. Birokrasi dapat menjembatani antara negara, yang merefleksikan kepentingan umum dengan civil society yang terdiri dari berbagai kepentingan khusus dalam masyarakat. Baron de Grimm, mengatakan adanya sebuah penyakit yang merusak birokrasi (bureaumania) yang bersifat infinitas, suatu institusi yang melakukan pengaturan terhadap suatu ketidakterbatasan wewenang dan ruang gerak di suatu negara.
Peran birokrasi dalam pembangunan merupakan bentuk kajian yang penting. Ada beberapa segi yang penting dalam praktek birokrasi yang berfungsi untuk menunjang pembangunan, yaitu adanya birokrasi sebagai alat integrasi nasional, birokrasi sebagai pelopor pembangunan dan birokrasi sebagai agen sosialisasi politik.


Praktek birokrasi yang berfungsi untuk menunjang pembangunan diantaranya :
1. birokrasi sebagai alat integrasi nasional
Bangsa Indonesia sebetulnya dapat belajar dari pengalaman negara-negara lain dan dari negara kita sendiri tentang akibat menguatnya primordialisme, sehingga keberadaan dan penguatan lembaga-lembaga integrative seperti sistem pendidikan nasional, birokrasi sipil dan militer, partai-partai politik (ideology nasionalisme yang dapat menjembatani perbedaan etnik yang tajam, Sedangkan partai etnik tidak berhasil) harus tetap dilaksanakan dengan mengingat bahwa hal ini adalah sebagai konsekuensi dari masyarakat kita yang majemuk.
Perlunya lembaga-lembaga pemersatu melalui state building dilandasi oleh pemikiran seorang ilmuwan Benedict Anderson, yang menganggap nasionalisme sebagai ideologi yang membentuk suatu masyarakat imajiner (imagined communities). Dalam masyarakat imajiner menjadi masyarakat riil juga membuktikan kebenaran teori Geertz tentang perlunya lembaga-lembaga pemersatu, sehingga ketika pencetus ideology nasionalisme para founding father sudah meninggal, negara bangsa masih tetap bertahan dan tidak terjadi disintegrasi.
a. Birokrasi sipil dan militer
Lembaga integrative yang paling dominant dan paling penting yang mutlak diperlukan adalah kekuatan militer (TNI), yang jika diperlukan dapat memakai penguasaan dan monopolinya atas alat-alat kekerasan (alat peralatan perang – alat utama sistem persenjataan) untuk mempertahankan dan bahkan untuk membangun negara bangsa. Dalam kerangka pemikiran tradisional bahkan gejala universal kaum militer di dunia, peranan militer sebagai benteng terakhir (mean of the last resort) mempertahankan kebutuhan negara bangsa. Hal ini dapat dilihat sikap keras dari militer terhadap gerakan-gerakan separatis maupun kedaerahan (primodialisme), sebagai contoh kudeta militer di Pakistan di bawah Jenderal Musharaf, kepulauan Fiji, Rusia di bwah Presiden Vladimir Putin menghadapi separatis Chechnya, dan Srilanka menghadapi gerilyawan etnik Tamil serta TNI dan Polri menghadapi gerakan-gerakan separatis maupun kedaerahan di Indonesia mulai dari RMS tahun 1950, sampai masalah GAM di Aceh dan Papua Merdeka di Papua.
b. Partai Politik.
Lembaga partai politik di Indonesia merupakan perwujudan dari ideology nasionalisme yang paling berhasil. Ideologi nasionalisme yang dibawakan oleh Partai Politik di Indonesia cukup berhasil, partai politik yang berideologi nasionalisme dapat menjembatani perbedaan etnik yang tajam, ini dapat dibuktikan oleh sejarah bahwa partai politik yang berazaskan etnik boleh dikatakan kurang berhasil bahkan gagal total.
c. Sistem Pendidikan Nasional
Sistem pendidikan nasional menjadi alat integrasi nasional terutama karena sifatnya yang menciptakan elite nasional yang kohesif. Pendidikan nasional mulai dari SD sampai Perguruan Tinggi, menjadi alat pemersatu baik melalui kurikulum nasiional, bahasa pengantar maupun sistem rekrutmen siswa, mahasiswa maupun tenaga pengajar yang bersifat nasional. Dalam suasana otonomi daerah sekarang ini diusahakan adanya ujian lokal tetapi yang berstandar nasional, demikian juga walaupun ada ide untuk menambah muatan kurikulum lokal/kedaerahan, namun tetap kurikulum inti mengajarkan ilmu sosial dan humaniora yang bersifat integratif dan nasional.
Sifat integratif lainnya adalah pemakaian bahasa pengantar yakni bahasa Indonesia sebaga bahasa nasional disamping penggunaan bahasa lokal/daerah yang diberlakukan untuk pendidikan tingkat SD/SLTP. Cara ini akan memudahkan integrasi ke dalam sistem nasional dan sosialisasi yang sama untuk seluruh warga negara.
2. birokrasi sebagai pelopor pembangunan
Perkembangan birokrasi berkaitan dengan sistem politik yang digunakan. Aktor-aktor birokrasi sangat berperan dalam menjalankan misi birokrasi yakni melakukan pelayanan publik dengan sebaiknya. Konsepsi pembangunan politik di negara berkembang dimulai dan dirintis terutama oleh Pye. Pembangunan telah banyak dikonstruksikan dalam berbagai konsep atau teori oleh para teoritisi masalah pembangunan. Dalam perspektif pembangunan politik, Lucian W Pye merumuskan sepuluh aspek pembangunan yaitu; Sebagai prasyarat politik bagi pembangunan ekonomi, sebagai ciri khas kehidupan politik masyarakat industri, sebagai modernisasi politik Nation Building,. sebagai administrasi dan hokum, sebagai mobilisasi dan partisipasi massa, sebagai pembinaan demokrasi, sebagai stabilitas dan perubahan teratur, sebagai mobilisasi dan kekuasaan, sebagai satu segi proses perubahan sosial yang multi dimensi.
Dengan begitu, peran negara bukan karena kepentingan sektor swasta, tetapi harus untuk kepentingan semua atau umum, menempatkan negara dalam kerangka masyarakat demokratis yang posisinya berbeda-beda itu. Transformasi peran negara dalam mengembangkan otonomi negara diletakkan dalam kerangka agenda-agenda negara dan kemampuan negara dalam mengeksekusi kepentingan umum.
Menurut Miliband bahwa negara-negara kapitalis dewasa ini, menitiberatkan pada sektor publik di mana pemerintah memainkan peran pada sektor ekonomi kapitalis dengan jalan regulasi, koordinasi, perencanaan dan kontrol. Negara harus juga melayani sektor-sektor swasta, dan tanpa keterlibatan negara dalam memberikan kredit, subsidi dan lainnya. Intervensi negara dalam setiap aspek kehidupan ekonomi itu bukan hal baru dalam sejarah kapitalisme, model ini diterapkan pada misalnya Jerman, Jepang dan negara kapitalis lainnya.
Negara modern melalui pemerintahnya memperoleh kekuasaan melalui masyarakat (power through society), bukan mendapat kekuasaan di atas masyarakat (power over society). Dengan pemahaman seperti itu, maka masyarakat memiliki hak untuk menjalankan fungsi check and balances terhadap jalannya kekuasaan negara atau mandat yang diberikan masyarakat sejak awal negara didirikan. Negara yang lemah berpotensi melahirkan otoritarianisme. Fukuyama (2005) juga menjelaskan bahwa negara memerlukan kapasitas yang seoptimal mungkin dalam menyelenggarakan pemerintahan yang efektif. Hubungan antara masyarakat dengan negara diletakkan dalam kerangka advokasi hak-hak individu serta memperjuangkan akses kesejahteraan sosial bagi warga dan memperkuat habituasi demokrasi pada akar rumput. Dalam kaitan ini juga diperlukan relasi antara masyarakat, negara dan stakeholder (pasar).
Pembenaran sektor negara menjadi mutlak diperlukan agar menghadirkan pelayanan publik yang memadai dan pemerintahan yang akuntabel. Kebijakan-kebijakan negara harus didorong agar melahirkan regulasi yang memihak kepada masyarakat dan peningkatan kapasitas mereka.
Pemerintah memiliki elite birokrasi sebagai aktor utama yang memainkan peranannya. Adalah fakta bahwa negara bukanlah sesuatu, tetapi negara itu memiliki sejumlah institusi yang mengatur realitas dan berinteraksi satu sama lain, hal ini disebut dengan system negara.berbagai kekuatan negara dapat berfungsi untuk mengembangkan sistem negara. Persepsi kita tentang pemerintahan dan negara adalah sesuatu yang bersamaan. Namun weber menegaskan bahwa ada perbedaan antara keduanya, kalau pemerintah dapat memonopoli legitimasi tentang misalnya territorial. Negara tidak dapat mengklaim apapun, tetapi belum tentu pemerintahan itu menunjukkan diri sebagai sesuatu yang kuat, karena dia juga harus mewakili suara negara. Karl Mannhein mengatakan aspek fundamental dari semua pemikiran birokrasi adalah bagaimana membawa masalah politik kedalam masalah administrasi. Aparatur negara seperti pegawai negeri tidak boleh memainkan peran sebagai aktor kekuasaan negara, tetapi dalam rezim yang lemah, pegawai negeri dalam birokrasi itu akan memainkan peranan dalam pengambilan keputusan.
Dalam negara kapitalis, seringkali terjadi pelaku bisnis atau konglomerat memasuki dunia politik. Di Amerika Serikat, pengusaha adalah kelompok yang terbesar dalam kabinet antara 1889-1949, dengan total jumlah pengusaha yang menjadi anggota kabinet sebesar 60 persen. Meskipun pada masa presiden Eisenhower (1953-1961) mengalami penurunan. Sebagai contoh anggota kabinet Inggris (1886-1950) sepertiganya adalah pengusaha termasuk tiga perdana menteri, Bonar Law, Baldwin dan Chamberlain. Dominasi pengusaha juga dilakukan pada sector finansial dan perkreditan. Pengusaha inilah yang kemudian berkembang menjadi elite ekonomi dalam negara kapitalis. Dahrendoft mencatat bahwa kelas menengah mendominasi dalam rekruitmen kekuatan elite dalam kebanyakan negara-negara di Eropa saat ini, hanya terdiri dari 5 persen kalangan yang berpengaruh, perstasi dan mendapatan tinggi.
Sementara, Max Weber mengungkapkan bahwa perkembangan birokrasi cenderung mengeliminasi kelas elite itu akibat sistem administrasi dan kewengangan mereka yang lebih baik serta factor kesejahteraan. Perkembangan ini menurut Weber merubah proses sosial dalam pelayanan negara, yang membawa serta masyarakat dalam kelas pekerja, yang umumnya dari kelas menengah ke bawah, kedalam posisi elite dalam sistem negara tersebut. Dalam perkembangan hal ini pun melahirkan kelas menengah professional, dimana diberbagai aspek kehidupan manusia laki dan perempuan dilahirkan dalam kelas subordinat yang berasal dari mayoritas penduduk. Mereka mengisi berbagai posisi sebagai administrasi, militer dan hakim yang mereka memiliki kesempatan berkompetisi dalam politik. Oleh karena itu, demokrasi, kesetaraan, mobilitas sosial, masyarakat tanpa kelas adalah fakta yang berkembang dalam negara-negara kapitalis.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa baik di negara-negara berkembang maupun negara-negara kapitalis pun, peranan birokrasi dan elit-elit didalamnya masih memainkan peranan kunci dalam pembangunan secara umum dan dalam pembangunan politik. Dan dengan kerangka seperti itu, maka dapat mengarah kepada sistem politik yang demokratis.
3. Birokrasi sebagai agen sosialisasi politik
Dalam konteks politik negara Indonesia dengan sistem demokrasi Indonesia yang berdasarkan kepada demokrasi Pancasila. Secara langsung maupun tidak langsung arah politik Indonesia mengarah kepada kandungan butir-butir yang terdapat dalam Pancasila Itu sendiri. Kebudayaan Politik terbentuk sesuai dengan Pancasaila sebagai bagian dari falsafah hidup pada masa orde baru.
Dalam proses penyerapan nilai-nilai, harus terjadi komunikasi dua arah, antara pemerintah dengan rakyat dan sebaliknya. Konsepnya, dalam penyerapan nilai yang terjadi di Demokrasi Indonesia dilakukan dalam dua arah : Pertama, jalur komunikasi yang terjadi secara top down - komunikasi dilakukan oleh pemerintah dengan melakukan penurunan nilai-nilai politik kepada masyarakat.
Didalam sistem politik demokrasi maka proses sosialisasi yang terjadi adalah penurunan nilai-nilai pancasila kepada masyarakat dengan berbagai cara dan pola yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan upaya tersebut masyarakat selanjutnya mengerti dan memahami maksud dan tujuan Pancasila itu sendiri, selanjutnya dengan pemahaman yang dimiliki oleh individu atau masyarakat, akan diaktualisasikan dalam pola tingkah laku mereka sehari-hari. Aktualisasi dan agregasi kepentingan yang dilakukan disesuaikan dengan nilai-nilai yang diserap dan difahami oleh masyarakat.
Hal yang perlu diingat bahwa sosialisasi politik amat terkait dengan kebudayaan politik yang juga pada akhirnya akan mempengaruhi partisipasi politik. Demikian halnya partisispasi politik sangat dipengaruhi oleh Status Sosial Ekonomi (SEE) seseorang. Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas masih berada dalam kelompok SEE rendah dan kurang mampu untuk membiayai pendidikan, tidak membawa pengaruh banyak terhadap perkembangan terhadap orientasi politiknya kepada arah yang lebih baik. Dengan Sistuasi demikian, kemungkinan yang akan terjadi adalah kebudayaan yang parokhial, dimana individu tidak mengetahui sama sekali mengenai proses-proses politik dari struktur maupun fungsi politik. Hal itulah yang sekarang juga masih terjadi di Indonesia.
Dalam penyerapan nilai-nilai, adalah merupakan hal yang wajar jika masih terdapat upaya penyerapan nilai-nilai dari genarasi ke generasi dengan cara-cara yang konvensional. Penyerapan terhadap nilai-nilai dengan kondisi masyarakat yang demikian dilakukan dengan cara yang pelan-pelan serta memerlukan waktu yang sangat panjang. Bagaimana mungkin seseorang dengan kebudayaan parokhial, dapat menyerap nilai-nilai dengan baik tanpa mengerti apa yang harus dilakukan dengan situasi yang terjadi dalam perpolitikan Indonesia. Terdapat dua bentuk pemikiran utama yang ingin disampaikan oleh nilai Pancasila kepada masyarakat Indonesia yang majemuk dengan kompleksitas permasalahan sebagai sebuah bangsa, yaitu pengembangan konsep kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan/perwakilan dan proses pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dan mufakat.
Dalam konsep yang pertama terkandung pemikiran bahwa tidak mungkin sebuah bangsa yang demikian besar memiliki keterwakilan masing-masing untuk memeberikan pendapat atau suara. Dengan jumlah penduduk yang demikian besar ada kepentingan-kepentingan yang diakomodir untuk merefleksikan keinginan masyarakat melalui perwakilan-perwakilan yang akan melakukan agregasi kepentingan di lembaga-lembaga perwakilan. Nilai politik yang terkandung dalam konsep diatas adalah bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat. Sedangkan nilai politik yang terkandung dalam konsep yang kedua adalah, pertimbangan/keputusan dilakukan dengan melakukan pemufakatan dari berbagai golongan masyarakat secara minoritas maupun mayoritas yang hasilnya akan menjadi keputusan bersama. Dengan demikian sistim politik demokrasi Indonesia berdasarkan kepada kedaulatan rakyat yang disalurkan melalui badan konstitusiaoal rakyat tertinggi yakni MPR, didalamya terdapat DPR yang berisi wakil-wakil rakyat dan badan-badan tinggi lainnya.
Jika diamati, selama masa Orde baru sikap perwakilan tak sempat terwujud bahkan masih diperdebatkan oleh publik politik. Cukup beralasan jika banyak kalangan justru mempertanyakan peran dan fungsi parlemen Orde Baru : Absahkan parlemen mengklaim diri sebagai wakil rakyat? Proses pembentukan dan eksistensi Dewan itu selama masa Orde Baru dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip keterwakilan.
Kedua, jalur komunikasi secara bottom up – masyarakat dapat menyerap nilai-nilai kemudian menyumbangkan nilai-nilainya kepada sistem politik atau kepada masayaratnya sendiri. Mungkin saja proses penyerapan tersebut tidak terjadi secara langsung melainkan ditampung kemudian diteruskan kembali pada saat terjadinya proses sosialisasi. Dalam bagian ini ide yang akan disampaikan adalah bahwa terjadi penurunan nilai-nilai akibat adanya keinginan masyarakat terhadap perubahan situasi yang kemudian dihimpun dan menjadi kebudayaan politik bangsa Indonesia. Perlu diperhatikan bahwa penurunan nilai-nilai juga terjadi secara horizontal, antara individu dan individu, individu dan masyarakat yang berimplikasi terhadap penurunan nilai-nilai secara vertikal.
Agen-agen Sosialisasi Politik dalam Sistem Politik Indonesia adalah merupakan lembaga-lembaga yang sudah terinternalisasi dalam masyarakat. lembaga-lembaga tersebut adalah keluarga, kelompaok bemain (peer group)/ kontak politik langsung, teman sekolah, pekerjaan dan media masa. Seorang individu tersosialisasi di bidang politik tidak hanya melalui satu sarana saja. Seorang individu dapat tersosialisasi politik melalui berbagai macam sarana yang ada. Berbagai sarana yang ada itu dapat dialami oleh seorang individu dalam proses sosialisasi secara bersama-sama. Hal seperti ini sangatlah mungkin karena hidup seseorang tidak hanya didalam suatu lingkungan yang tertentu saja, tetapi yang bersangkutan juga hidup didalam berbagai lingkungan lainnya secara bersama-sama.
Sebagai alat integrasi nasional, praktek birokrasi mempunyai peran yang berbeda antara negara maju dan negara berkembang. Selain itu terdapat beberapa faktor penentu yang dapat mempengaruhi integrasi nasional. Ketiga peran di atas hanyalah sebagian kecil dari peran birokrasi yang beraneka ragam.
Pelaksanaan birokrasi berhubungan erat dengan perangkat pelaksananya, yaitu para administrator. Mereka memiliki kewenangan untuk menentukan garis-garis kebijakan birokrasi yang didasarkan atas pertimbangan rasional dan pengalaman yang dimilikinya. Hal ini bukan berarti mereka bebas menentukan kebijakan dengan sebesar-besarnya, tetapi mereka hendaknya berpegang pada segi etika yang merupakan pedoman bagi administrator untuk menjalankan roda pembangunan seoptimal mungkin berlandaskan pada nilai-nilai moral yang terkandung dalam etika pembangunan.














KESIMPULAN

Berdasarkan beberapa uraian dan penjelasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
1. Birokrasi Indonesia menggambarkan bahwa: (a) birokrasi cenderung mengatur segenap segi kehidupan masyarakat dan negara; (b) dalam usahanya melayani masyarakat menggunakan pola Top down approach yang diterapkan oleh birokrasi cenderung semakin meningkat dan meluas sampai tingkat desa; (c) dalam usaha mempercepat pembangunan, birokrasi melakukan pembangunan besar-besaran dan dimotivasi melalui pentargetan.
2. Pemberdayaan masyarakat dengan ciri-ciri demokratisasi, kesetaraan masyarakat dengan pemerintah, kebebasan berbicara, kebebasan berkreativitas, hak untuk merencanakan, hak untuk mengelola asset lokal, hak untuk mengawasi jalannya roda pemerintahan, hak untuk menikmati jerih payah sebagai buah pembangunan adalah sekaligus tujuan yang akan dituju oleh gerakan pemberdayaan masyarakat.
3. Unsur-unsur yang dapat mempercepat terjadinya pemberdayaan masyarakat di antaranya: (a) kemampuan politik mendukung; (b) suasana kondusif untuk mengembangkan potensi secara menyeluruh; (c) motivasi; (d) potensi masyarakat; (e) peluang yang tersedia; (f) kerelaan mengalihkan wewenang; (g) perlindungan dan; (h) awarness (kesadaran).












DAFTAR PUSTAKA

Blow, Peter dan Marshall, W. Meyer. 1987. Birokrasi dalam Masyarakat Modern. Terjemahan Gerry R. Yusuf. Jakarta: UI Press.
Moerdiono. 1992. Birokrasi dan Administrasi Pembangunan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Suhendra, K. 2006. Peranan Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Alfabeta.
www.wikipedia.com

Resume administrasi perpajakan

Administrasi Perpajakan
A. Pajak
a. Pengertian Perpajakan
Pajak ialah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang tanpa jasa timbale / kontrapretasi yang digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran pembangunan.
b. Fungsi pajak
1. Budget
2. Regulered
c. Jenis-Jeins Pajak
1. Menurut golongan
a. Pajak langsung
b. Pajak tidak langsung
2. Menurut Sifat
a. Subjektif
b. Objektif
3. Menurut lembaga pemungutnya
a. Pusat
b. Daerah
c. Struktur pajak di Indonesia
1. PPh
2. PPN
3. PPnBM
4. PBB
5. Bea Materai
6. BPHTB
d. Sistem pemungutan pajak
1. Self Assesment System
2. Office Assesment System
3. With Holding Assesment System

e. Syarat pemungutan pajak
1. Syarat keadilan
2. Syarat yuridis
3. Syarat ekonomi
4. Syarat financial
5. Sederhana
f. Teori yang mendukung pemungutan pajak
1. Teori asuransi
2. Teori kepentingan
3. Teori daya pikul
4. Teori bakti
5. Teori azas daya beli
g. Tarif pajak yang bnerlaku di Indonesia
1. Tarif sebanding
2. Tarif tetap
3. Tarif progresif
4. Tarif degfresif
h. Timbul dan hapusnya hutang pajak
Timbulnya hutang pajak :
1. Ajaran formil
2. Ajaran materil
Hapusnya hutang pajak :
1. Adanya pembayaran
2. Konpensasi/keringanan
3. Daluarsa
4. Pembatasan dan penghapusan
i. Hambatan pemungutan pajak
Hambatan pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua :
1. Perlawanan pasif
2. Perlawanan aktif
j. Asas pemungutan pajak
1. Asas domisili
2. Asas sumber
3. Asas-asas kebangsaan
B. Retribusi
a. Pengertian retribusi
Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran biasa atau pemberian izin tertentu yang harus diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
b. Jenis-jenis retribusi
1. Retribusi jasa umum
Jenis jenis retribusi jasa umum :
a) Pelayanan kesehatan
b) Pelayanan kebersihan
c) Pelayanan pemakaman
d) Pelayanan parker
e) Pelayanan pasar
f) Pengujian kendaraan bermotor
g) Pemeriksaan alat pemadam kebakaran
h) Penggantian biaya cetak pita
i) Pengujian kapal perikanan
2. Retribusi jasa usaha
Jenis-jenis retribusi jasa usaha :
a) Pemakaian kekayaan daerah
b) Retribusi tempat pelelangan ikan
c) Retribusi pasar glosir atau pertokoan
d) Retribusi terminal
e) Tempat khusus parkir
f) Tempat penginapan
g) Penyedotak kakus
h) Rumah potong hewan
i) Pelayanan pelabuhan kapal
j) Tempat rekreasi dan olahraga
k) Penyeberangan diatas air
l) Pengolahan limbah cair
m) Retribusi penjualan produksi daerah
3. Retribusi perizinzn tertentu
Jenis jenis retribusi perizinan tertentu
a) IMB
b) Retribusi tempat penjualan minuman beralkohol
c) Retribusi izin gangguan
d) Retribusi izin trayek
c. Objek retribusi daerah
1. Objek jasaa umum
Berupa pelayanan yang diberikan oleh pemda bertujuan untuk kepentingan umum
2. Objek jasa usaha
Berupa pelayaana yang diberikan oleh pemda dengan menganut perinsip komersial
3. Objek perizinan tertentu
Kegiatan pemda dalam rangka pemberian izin kepada pribadi atau badan untuk melakuakan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan.
d. Subjek retribusi daerah
1. Subjek retribusi jasa umum
Subjek retribusi jasa umum dan jasa usaha sama yaitu orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.
2. Subjekl retribusi perizinan tertentu
Adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemda.
e. Prinsip dan sasaran penetapan tariff retribusi daerah
1. Retribusi jasa umu berdasarkan kebijakan daerah yang mempertimbangkan aspek keadilan
2. Retribusi jasa usaha berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.
3. Berdasarkan pada tujuan untuk menutup biaya penyelelenggaraan pengembalian izin yang bersangkutan.

C. Wajib Pajak
a. Perngertian wajib pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan berdasarkan ketentuan hokum atau UU perpajakan memiliki kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
b. Wajib pajak
Jenis jenis ajib pajak
1. Wajib pajak pribadi
2. Wajib pajak badan
c. Masa pajak
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu bulan takwim
d. Tahun pajak
Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya 12 bulan atau satu tahun
e. Pajak terutang
Pajak terutang adalah pajak yangt harus dibayar pada suatu saat dan masa pajak bagian tahun pajak.
f. Penanggung pajak
Penanggung pajak adalah pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pem,bayaran pajak.
g. Surat paksa
Surat paksa adalah surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak.
h. NPWP
NPWP adalah suatu sarana dalam perpajakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak
Fungsi NPWP :
1. Sebagai identitas diri
2. Untuk menjaga ketetrtiban dalam administrasi perpajakan
Setiap wajib poajak bias memperopleh pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak.
Fungsi NPPKP :
1. Sebagai identitas PKP yang bersangkutan
2. Sebagai pengawasan atas pelaksanaan pembayaran PPPn dan PPn BM.
i. Pajak SSP (Surat Setoran Pajak)
Yaitu surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk membayar atau menyetor pajak.
Fungsinya :
1. Sebagai sarana untuk membayar pajak
2. Sebagai bukti pembayaran atas pajak yang terutang
j. Surat Pemberitahuan
Yaitu oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan pembayaran pajak.
Fungsinya :
1. Bagi wajib pajak PPh
a) Untuk melaporkan dan atas pertanggung jawaban pelaporan dan pertanggung jawaban atas pajak terutang.
b) Untuk melaporkan pembayaran.
c) Untuk melaporkan pemotongan atau pemungutan pajak.
2. Bagi PKP
a) Pelaporan atau pertanggung jawaban pajak pada PPn ata PPn BM
b) Pelaporan atas pajak masukan dan pengeluaran
c) Pelaporan atas pembayaran
d) Pelaporan atau pemotongan pajak PPn atau PPnBM
3. Bagi pemotong atau pemungut
Sebagai sarana untuk melaporkan atau mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong dan dipungut.
Jenis jenis SPT
1. SPT tahunan
2. SPT masa atau bulanan
Prosedur penyelesaian SPT
1. Mengambil, mengisi, dan diserahkan kembali ke kantor pajak
2. Keterlambatan pengembalian SPT dikenai sanksi
3. Diserahkan paling lambat 3 bulan setelah penutupan tahun buku.

k. SKP
SKP adalah surat keterangan berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak bayar tambahan (SKPKT), Surat Ketetapan Pajak lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
l. STP
Yaitu surat untuk melakukian tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bungan atau benda.
STP dikeluarkan apabila :
1. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar
2. Sebagai hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran karena salah tulis atau salah hitung.
3. Bila wajib pajak dikenakan sanksi denda atau uang
4. Pengusaha yang hubungan dengan PPn tidak melaporkan kegiatan usahanya
5. Pengusaha yang belum memperoleh PKP tapi sudah membuat faktur pajak.
m. Keberatan dan banding
1. Keberatan
Wajib pajak dapat melakukan keberatan yang dialamatkan atas dikeluarkannya SKP dengan tentu keberatan diajukan secara tertulis dengan mencantumkan jumlah pajak. Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterbitkannya SKP.
2. Banding
Banding dilakukan kepada majlis pertimbangan pajak diajukan 3 bulan sejak tanggal keberatan dengan alasannya. Apabila dalam keputusan banding diterima maka dapat bungan 2 %.
D. Pemeriksaan
a. Pengertian pemeriksaan
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk memeriksa/mencari, mengumpulkan, mengolah data/keterangan-keterangan lain untuk menguji kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dalam rangka melaksanakan peraturan perundang undangan perpajakan.
b. Sarana pemeriksaan
1. Interpretasi terhadan UU
2. Kesalahan hitung
3. Penggelapan secara khusus
4. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya.
c. Hak dan kewajiban pemeriksaan
Hak dan kewajiban perpajakan dalam pemeriksaan dilakukan berpedoman kepada norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak pelaksanaan pemeriksaan dan wajib pajak.
d. Norma pemeriksaan
1. Pemeriksa pajak memiliki tanda pengenal
2. Pemeriksa wajib pajak wajib member petunjuk
3. Pemeriksa wajib pajak wajib mengembalikan dokumen dokumen, catatan catatan
4. Pemeriksa dilarang untuk memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak
5. Wajib membuat laporan pemeriksaan pajak
e. Norma pelaksanaan pemeriksaan pajak
1. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih pemeriksa pajak.
2. Pemeriksaan dilakukan dikantor pemeriksa pajak.
3. Pemeriksaan dilaksanakan pada waktu jam kerja dan dapat dilanjutkan diluar jam kerja jika diperlukan.
4. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam laporan pemeriksaan pajak.
5. Berdasarkan laopran pemeriksaan pajak dikeluarkan SKP dan STP jika tidak diperlukan penyidikan.
E. Penyidikan
a. Pengertian penyidikan
Penyidikan adalah Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari atau mengumpulkan bukti dengan tujuan mencari tersangkanya dan membuat erang tentang tindak pidana dibidang perpajakan.
b. Penghentian penyidikan
1. Tidak terdapat cukup bukti.
2. Peristiowa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan.
3. Penytidikan dihentikan karena daluarsa.
4. Jika tersangka meninggal.

F. PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
a. Pengertian PPN
PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
b. Cara kerja ppn
PPN dikenakan atas pertambahan nilai dari barang yang dihasilkan atau diserahkan oleh pengusaha kena pajak, apakah ia pabrikan, importir, agen utama ataupun kontraktor pemborong bangunan.
c. Karakteristik
1. Pajak tidak langsung, maksudnya pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor pelayanan pajak adalah subjek yang berbeda.
2. Multitahap, maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai produksi dan distribusi.
3. Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak.
4. Menghindari pengenaan pajak berganda.
5. Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dan pajak keluaran.

d. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang NO 42 Tahun 2009.
Pengusaha Kecil
Pengusaha Kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut.Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah).
e. Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
1. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:
• Minyak mentah
• Gas bumi
• Panas bumi
• Pasir dan kerikil
• Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara
• Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit
• Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil langsung dari sumbernya.
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu:
1) Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk:
• Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih
• Digiling
• Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak
• Beras pecah
• Menir (groats) dari beras.
2) Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning kemerahan atau popcorn (jagung brondong), dalam bentuk:
• Jagung yang telah dikupas maupun belum/ jagung tongkol dan biji jagung/jagung pipilan
• Munir (groats) / beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran.

3) Sagu, dalam bentuk :
• Empulur sagu
• Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu.
4) Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau,kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh
5) Garam baik yang beryodium maupun tidak berjodium termasuk:
• Garam meja
• Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 Kg atau lebih, dengan kadar Na CL 94,7 % (dry basis).
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga.
d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga
2. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi:
• Jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi
• Jasa dokter hewan
• Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli gigi
• Jasa kebidanan, dan dukun bayi
• Jasa paramedis, dan perawat
• Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.
b. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
• Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo
• Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial
• Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan
• Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial
• Jasa pemakaman termasuk krematorium
• Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial
• Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero);
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi:
• Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.
• Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi
• Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.
e. Jasa di bidang keagamaan, meliputi:
• Jasa pelayanan rumah ibadah
• Jasa pemberian khotbah atau dakwah
• Jasa lainnya di bidang keagamaan.
f. Jasa di bidang pendidikan, meliputi:
• Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional
• Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.
h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau maupun di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh swasta.
j. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
• Jasa tenaga kerja
• Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut
• Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.
k. Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
• Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap
• Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
l. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (1MB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
f. Cara Menghitung PPN
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
g. Tarif PPN & PPnBM
1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
2. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen)
3. Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
h. Dasar Penggenaan Pajak (DPP)
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN.
4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.
i. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
1. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor
2. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor
3. Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata
4. Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film
5. Persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar
6. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapatdikreditkan, adalah harga pasar wajar
7. Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari Harga Jual
8. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
9. Jasa pengiriman paket adalah adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
10. Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon
11. Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor
12. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.
j. Contoh Hitungan PPN
1. PKP “A” dalam bulan Januari 2001 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada PKP “B” dengan Harga Jual Rp. 25.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “A” = 10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
2. PKP “B” dalam bulan Pebruari 2001 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B” = 10% x Rp. 15.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00 PPN sebesar Rp..500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
3. Pengusaha Kena Pajak “C” mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp. 35.000.000,00 PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp. 35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00
4. Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas
impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
b. PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp. 150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
c. PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00
PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”
G. PPnBM
a. Pengertian PPnBM
PPn-BM ialah jenis pajak yang termasuk dalam Pajak Pertambahan Nilai. Namun, mekanisme pengenaan PPn-BM ini sedikit berbeda dengan PPN.
b. Dalam hal pemungutannya, PPn-BM dilaksanakan dengan ketentuan berikut:
1. Penyetor PPn-BM, terbagi menjadi dua, yakni
a. Pengusaha Kena Pajak (PKP), menyetorkan
o PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.
o PPn BM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah.
o PPN/ PPn BM yang ditetapkan oleh DJP dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
b. Pemungut PPN/PPn-BM (Pembeli Khusus), menyetorkan PPN/PPn-BM, terdiri dari:
• KPKN
• Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
• Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
• Pertamina
• BUMN/ BUMD
• Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan Umum lainnya
• Bank Pemerintah
• Bank Pembangunan Daerah
• Perusahaan Operator Telepon Selular
2. PPn-Bm dilaporkan dengan cara:
a. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
b. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
c. PPN dan PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh :
o Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.
o Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
o Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
d. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPn BM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
H. Bea Materai
a. Pengertian Bea Materai
Bea materai adalah pajak atas dokumen.
b. Tarif Bea Materai Rp 6.000.000 Dekenakan Atas Dokumen
1. Golongan satu :
o Surat perjanjian dan surat-surat lainya yang dibuat dengan tujuan dugunakan sebagai alat pembuktian mengenai pernuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata.
o Akta-akta nitaris termasuk salinannya.
o Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya.
o Surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000.000 (satu juta rupiah).
o Syrat-surat berharga seperti wesel, promes dan aksep yang harga niminalnya lebih dari Rp. 1.000.000.000.
o Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000.000.
2. Golongan dua yaitu dokumen-dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan :
o Surat-surat biasa dan surat-aurat kerumahtanggaan.
o Surat-surat yag semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau untuk digunkan juntuk orang lain dari maksud semula.
c. Tarif Bea Materai Rp 3.000 Dikenakan Atas Dokumen
1. Surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000.
2. Surat-surat berharga seperti : wesel, promes dan aksep yang hrga nominalnya lebih dari Rp 250.000 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000.
3. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga niminalnya lebih dari Rp 250.000 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000.
4. Cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapapun.
Apabila suatu dokumen (kecuali cek dan bilyet giro) mempunyai nominal tidak lebih dari Rp 250.000, maka atas dokumen tersebut tidak terutang Bea Materai.
d. Yang Tidak Dikenakan Bea Materai
1. Dokumen yang berupa, antara lain :
o Surat penyimpanan barang.
o Konsumen.
o Surat angkutan penumpang dan barang.
o Keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c.
o Bukti pengiriman da n penerimaan barang.
o Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungab pengirim.
o Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat tersebut diatas.
2. Segala bentuk ijasah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah surat tanda tamat belajar (STTB), tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus dan penataran.
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pension, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya, yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
4. Tanda bukti peberimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Derah dan Bank.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan Daerah dab Bank.
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainya yang bergerak dibidang tersebut.
8. Surat gadai yang diberikan oleh perum pegadaian.
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Saat Terutang Bea Materai
1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, jadi bukan pada saat ditandatangani.
2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak adalah pada saat dokumen itu telai selesai dibuat yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan.
3. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia. Bea Materai terutang dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian.
e. Pihak Yang Terutang Bea Materai
Pihak yang terutang Bea Materai adalah pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
f. Cara Menggunakan Benda Materai
1. Materai tempel
o Materai temple direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak diatas dokumen yang dikenakan bea materai.
o Materai temple direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.
o Pembubuhan tanda tangan disertai dengan tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan menggunakan tinta atau yang sejenisnya. Sebagian tanda tangan berada diatas materai dan sebagian ladi di atas dokumen.
o Jika digunakan lebih dari satu materai temprl, tanda tangan harus dibubuhi sebagaian di atas semua materai temple dan sebagian di atas kertas dokumen.
2. Kertas materai
o Dokumen ditulis diatas kertas materai. Jika isi dokumen terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas materai yang digunakan, maka untuk bagian isi yan g masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermnaterai.
o Kertas materai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
Apabila ketentuan-ketentuan di atas tidak di penuhi, maka dokumen yang bersangkutan tidak dianggap bermaterai.
g. Pemateraian Kemudian
Pemateraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
Pemateraian kemusian dilakukan atas :
1. Dokumen yan semula tidak terutang Bea Materai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.
2. Dokumen yang Bea Materainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya.
3. Dokumen yang dibuat diluar negeri yang akan digunakan di Indonesia.
h. Sanksi-Sanksi
1. Sanksi Administrasi
2. Sanksi Pidana
i. Daluarsa
Daluarsa dari kewajiban memenuhi Bea Materai ditetapkan 5 tahun terhitung sejak tanggal dokumen dibuat.
j. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
Untuk lebih melengkapi mengenai penjelasan tentang Bea Materai, berikut ini diberikan pokok-pokok tambahan yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Transaksi intern perusahaan tidak perlu memakai Bea Materai.
b. Kantor pusat dan cabang perusahaan merupakan badan yang berdiri sendiri, sehingga transaksinya harus menggunakan Bea Materai.
c. Yang menangung Bea Materai apabila ada sesuatu di kemudian hari adalah pemegang dokumen. Yang terutang Bea Materai adalah orang-orang atau pihak-pihak yang mendapatkan manfaat dari dokumen tersebut.
d. Tanggal materai.
e. Tanggal yang tercantum di materai lebih sah dibandingkan dengan tanggal dokumen.
f. Kurang diperhatikan masalah yuridis atau isi dokumen, tetapi yang lebih diutamakan adalah yang terutangnya pajak.
g. Warna tinbta yang ditulis di materai tidak menjadi masalah yang penting tinta yang lazim dipakai.
h. Tulisan pada dokumen tidak boleh dihapus dengan cairan penghapus. Kalau ada kesalahan lebih baik dicoret dan dituliskan dengan benar.
i. Tambahan untuk pasal 7 dan 8 : kertas biasa yang dipakai untik lembaran berikutnya tidak perlu memakai materai lagi, karena masih merupakan satu kesatuan.
j. Micro film perlakuannya bisa dianggap sebagai fotocopi dokumen, seperti juga batch dalam computer, tidak terutang Bea Materai.
k. Tindasan dengan kertas karbon sama dengan fotocopi, tidak terutang Bea Materai karena rangkap/tindasan tersebut tidak di tandatangani secara asli. Kalu misalnya fotocopi tersebut ditandatangani lagi, maka terutang Bea Materai.
l. Pengunaan dokumen yang dibuat diluar negeri.
I. PPh (Pajak Penghasilan)
1. Pajak Penghasilan Pasal 21
a. Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut pada obyek pajak atas penghasilannya. Pajak penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Pajak yang berlaku bagi pegawai/karyawan adalah pajak penghasilan pasal 21. Undang-undang yang dipakai untuk mengatur besarnya tarif pajak, tata cara pembayaran dan pelaporan pajak adalah Undang-undang No.17 tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan bagi undang-undang terdahulunya yaitu Undang-undang No.10 tahun 1994.
Undang-undang pajak penghasilan telah menetapkan sistem pemungutan pajak penghasilan secara self assessment, dimana wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh dari pemerintah untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang. Dengan sistem ini pemerintah berharap agar pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan dapat berjalan dengan lebih mudah dan lancar.
Bagi Pegawai Tetap tarif PPh Pasal 21 adalah berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
• Penghasilan s.d Rp 50.000.000, tarif 5%
• Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarif 15%
• Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarif 25%
• Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30%
b. Cara menghitung pasal 21:
Misal, Bapak Yudi adalah pegawai pada perusahaan PT Sejahtera, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp. 4.000.000,00. PT Sejahtera mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT. Sejahtera menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Bapak Yudi membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Sejahtera juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya.
PT Sejahtera membayar iuran pensiun untuk Bapak Yudi ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp. 140.000,00, sedangkan Bapak Yudi membayar iuran pensiun sebesar Rp.100.000,00.
Gaji sebulan 4.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 20.000
Premi Jaminan Kematian 12.000
Jumlah
Penghasilan Bruto 4.032.000

Pengurangan :
1. Biaya Jabatan 201.600
2. Iuran Pensiun 100.000
3. Iuran Jaminan Hari Tua 80.000
Jumlah Pengurangan 381.600
Penghasilan Neto Sebulan 3.650.400
Penghasilan Neto Setahun 43.804.800
PTKP
- Diri WP Sendiri 15.840.000
- Status Kawin 1.32.000
Jumlah PTKP 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun 26.644.800
Pembulatan 26.644.000
PPh Pasal 21 Setahun 5% x Rp26.644.000 1.332.200
PPh Pasal 21 Sebulan Rp1.332.200 / 12 111.017

2. Pajak Penghasilan Pasal 22
a. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disebut PPh Pasal 22 merupakan salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh Pihak lain terhadap Wajib Pajak.
b. Pemungut PPh Pasal 22
Disebutkan didalam PMK No.154/PMK.03/2010 bahwa yang menjadi Pemungut PPh Pasal 22 diantaranya adalah :
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
3. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
c. Kegiatan-Kegiatan Yang Dikecualikan Dari Pemungutan Pph Pasal 22
PPh Pasal 22 menurut PMK No.154/PMK.03/2010 ini juga mengubah kegiatan-kegiatan yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22, yaitu diantaranya :
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
c. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
f. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya
g. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
h. barang pindahan;
i. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
j. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
k. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara
l. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
m. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
n. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
o. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
p. pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
q. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
r. peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau
s. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali
4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d PMK-154, berkenaan dengan:
a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
6. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);
7. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
8. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Ada perubahan penting dari Peraturan Menteri Keuangan yang baru ini. Dari sudut kegiatan pemungutan PPh Pasal 22 yang dikecualikan dari pemungutan, terdapat dua perubahan penting :
1. batas pembelian barang yang tidak dipungut PPh Pasal 22 yang semula Rp1.000.000,- dinaikkan menjadi Rp2.000.000,-
2. seluruh pembelian barang dalam rangka penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak perlu dipungut PPh Pasal 22.

d. Sifat Pemungutan PPh Pasal 22
1. Final
a. penyerahan produksi rokok dalam negeri
b. penyerahan produksi baja dan besi beton
c. penyerahan produk pertamina kepada agen
2. Tidak Final
a. penyerahan produk pertamina kepada pabrikan
b. penyerahan hasil industri semen
c. penyerahan hasil industri semen
d. penyerahan hasil industri otomotif
e. pembelian barang dengan APBN/APBD
f. pembelian barang oleh instansi/lembaga tertentu
g. impor barang
h. pembelian barang oleh industri atau eksportir industri perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan

e. Saat Terutang, Tata Cara Pemungutan, Penyetoran Serta Pelaporan Terhadap Pph Pasal 22 Menurut PMK
Adapun mengenai Saat Terutang, tata cara pemungutan, penyetoran serta pelaporan terhadap PPh Pasal 22 menurut PMK ini adalah :
3. Saat terutangnya PPh Pasal 22 menurut peraturan ini diantaranya adalah :
a. PPh Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran BM
b. Dalam hal pembayaran BM ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen PIB
c. PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemerintah terutang dan dipungut pada saat pembayaran
d. PPH Pasal 22 industri semen, kertas, baja, dan otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan
e. PPh Pasal 22 atas penjualan BBM, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order)
f. PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.

2. Penyetoran terhadap pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan penyetoran kepada :
a. PPh Pasal 22 impor disetor ke kas negara oleh:
• importir yang bersangkutan; atau
• Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
b. PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemerintah wajib disetor oleh pemungut ke kas negara dengan SSP yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak
c. PPh Pasal 22 atas penjualan BBM, gas dan pelumas, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara dengan menggunakan SSP
d. PPh Pasal 22 industri semen, kertas, baja dan otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara dengan menggunakan SSP
J. PPh Pasal 22 badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara dengan menggunakan SSP.

3. Dokumen yang digunakan oleh Pemungut Pajak maupun wajib pajak dalah hal pelaksanaan PPh Pasal 22 diantaranya menggunakan dokumen :
a. SSP sebagai bukti pungut
• PPh Pasal 22 impor
• PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemerintah
b. Penerbitan bukti pungut (rangkap 3) untuk pemungutan PPh Pasal 22 oleh :
• Badan usaha industri semen, kertas, baja, dan otomotif
• Produsen atau importir BBM, gas, dan pelumas
• Industri dan eksportir sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
Dimana peruntukan setiap lembar SSP tersebut nantinya akan diperuntukan kepada :
a. lembar 1 untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul)
b. lembar 2 sebagai lampiran SPT Masa PPh Pasal 22, dan
c. lembar 3 sebagai arsip pemungut pajak

4. Pelaporan Terhadap Pph Pasal 22 Menurut PMK
Setelah melakukan penyetoran atau pembayaran terhadap pelaksanaan PPh Pasal 22 selanjutnya maka Pemungut berkewajiban melaporkan PPh Pasal 22 yang telah mereka lakukan pemungutan dengan tata cara menurut PMK ini adalah sebagai berikut :
a. Pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.
b. Penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 22 dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.
3. Pajak Penghasilan Pasal 23
a. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah salah satu bentuk sistem pemotongan dan pemungutan pajak (witholding tax) di Indonesia. Penamaan Pasal 23 itu sendiri mengacu kepada Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan sebagai dasar hukumnya. Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
b. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah :
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak Badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
c. Tarif dan objek pajak
Tarif PPh Pasal 23 sendiri mengenal dua jenis tarif yaitu tarif 15% dari jumlah bruto dan tarif 2% dari jumlah bruto. Tulisan ini akan memfokuskan pada objek pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dari jumlah bruto.
4. Pajak penghasilan Pasal 24
a. Pendahuluan dan Pengertian
b. Pajak penghasilan pasal 24 ialah Pajak penghasilan yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang di terima atau yang diperoleh dari luar negeri yang dapat di kreditkan terhadap pajak penghasilan yang terhutang atas seluruh wajib pajak dalam negeri.
c. Apabila dalam penghasilan kena pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka pajak penghasilan yang terutang dikenakan dengan jumlah atas penghasilan yang dibayar atau terhutang di luar negeri.
d. PPh pasal 24 merupakan kredit pajak luar negeri yang dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan luar negeri dengan penghasilan penghasilan di indonesia.
e. Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation.

Yang dimaksud dengan Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri adalah pajak yang berkenaan atas usaha atau pekerjaan di luar negeri, sedangkan yang dimaksud pajak atas penghasilan yang dibayarkan di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya di luar negeri misalnya bunga, deviden ,royalty.

a. Penggabungan Penghasilan
1) Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis).
2) Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak di terimanya penghasilan tersebut (cash basis).
3) Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Subsidiary adalah suatu bentuk usaha yang tunduk pada peraturan dari negara mana usaha tersebut didirikan.

b. Batas Maksimum Kredit Pajak
1) Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini :
2) Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi Luar Negeri
3) (Penghasilan Luar Negeri: Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17.
4) Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).

c. Batas Maksimum pajak Kredit Pajak untuk setiap Negara (Per Country Limitation).
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara.

d. Rugi Usaha Di Luar Negeri
Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri ( Indonesia).

e. Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan :
a. Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri
b. Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.

5.Pajak Penghasilan Pasal 25
a. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan :
1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
Misal, SPT Tahunan 2007 menunjukkan data sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang 50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24 35.000.000
Maka, PPh Pasal 25 tahun 2008 yang harus dibayar tiap bulan adalah sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang 50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24 35.000.000
Selisih 15.000.000
PPh Pasal 25 = 15.000.000 : 12 = 1.250.000

J. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
a. Dasar Hukum
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994. Asas Pajak Bumi dan Bangunan adalah:
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan
2. Adanya kepastian Hukum
3. Mudah dimengerti dan adil
4. Menghindari pajak berganda
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli nilai jual objek pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan Undang-undangan Pajak Bumi dan Bangunan.
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh direktorat jendral pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak.
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”. Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain,
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
b. Cara mendaftarkan Objek Pajak
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP Pratama, KP PBB, KP2KP atau KP4 setempat.
c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki bangunan, dan atau menguasai bangunan, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Sedangkan Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
d. Dasar Pengenaan PBB
1. Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan gubernur serta memperhatikan:
2. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
3. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
4. Nilai perolehan baru;
5. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
e. Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJKP adalah sebagai berikut;
• Objek pajak perkebunan adalah 40%
• Objek pajak kehutanan adalah 40%
• Objek pajak pertambangan adalah 20%
Keterangan :
a. apabila NJOP-nya > Rp. l .000.000.000,00 adalah 40%
b. apabila NJOP-nya f. Tarif PBB dan rumus penghitungan PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%. Adapun rumus penghitungan PBB adalah sebagai berikut:
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP)
b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP)

permasalahan kesejahteraan pns

Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Administrasi Kepegawaian





Disusun Oleh :
Agus Rukanda
(208.800.007)



JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA /V/A
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2010






KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas izin dan kehendak – Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Permasalahan Kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil (PNS)”. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Admibnistrasi Kepegawaian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi atas penyelesaian makalah ini.
Dalam suatu kata bijak bahwa “ Tiada Gading Yang Tak Retak “ artinya dalam suatu karya, tiada ada suatu kesempurnaan dalam pembuatannya sehingga dalam hal ini penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan di masa yang akan datang, di samping itu penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan rekan mahasiswa sekalian.



Bandung, Desember 2010

Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Permasalahan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Permasalahan Kesejahteraan PNS 3
B. Peranan Pemerintah Dalam Merumuskan Dan Mewujudkan Upaya Pencapaian Kesejahteraan PNS 5
C. Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Dan Pelayanan PNS 7
D. Kenaikan Gaji PNS 2011 Sebesar 10 Persen 11
E. Kenaikan Gaji PNS tidak Picu Inflasi 12
BAB III PENUTUP 13
DAFTAR PUSTAKA 14







BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terwujudnya Pencapaian tujuan Nasional Bangsa Indonesia yaitu masyarakat Yang adil dan makmur materiel dan sprituel hanya akan dapat dilakukan apabila setiap unsur Pemerintahan bisa berjalan dengan sempurna sesuai dengan apa yang diharapkan.
PNS merupakan salah satu unsur Aparatur Negara, oleh karena itu seorang Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara Profesional ,jujur,adil dan merata,dengan dilandasi kesetiaan kepada Pancasila dan UUD 1945,serta mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Maka untuk membentuk dan menciptakan seorang Pegawai Negeri Sipil yang yang berkualitas,berdayaguna dan berhasilguna sebagimana yang telah diatur dalam UU No 8 tahun 1974 tentang Pokok pokok Kepegawaian,dan sebagaimana telah diubah dengan UU No 43 tahun 1999, yang diharapkan dapat Menciptakan Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang teratur,dengan memperhatikan norma norma,standar dan prosedur yang seragam dalam penetapan Pormasi,pengadaan Pengembangan,Penetapan gaji dan program kesejahteraan ,serta kenetralitasan dan Profesionalaitas seorang Pegawai Negeri Sipil,dalam tulisan ini lebih menitik beratkan kepada system penggajian dan makna kesejahteraan bagi Pegawai Negeri Sipil,yang mana dengan itu diharapkan dapat memudahkan penyelenggaran Manajemen Pemerintahan yang tentunya diharapkan dari Profesionalnya seorang Pegawai Negeri Sipil.
Birokrasi Pemerintah sebagai Agen pembangunan dan pembaharuan dengan Segala keterbatasannya telah mampu membantu bangsa Indonesia menuju proses Pencapaian Negara menuju Negara Sipil akan semakin berat dalam menghadapi tantangan pembangunan yang semakin Komplex dan berdimensi luar.Oleh karena itu serangkaian kebijakan Birokrasi diharapkan bisa memperbaiki kualitas atau mutu sosok seorang Pegawai Negeri Sipil.Penyempurnaan dalam Birokrasi Pemerintah sangatlah penting demi mewujudkan tercapainya Negara Indonesia yang adil dan Makmur,sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pancasila dan UUD 1945.

Tantangan yang dihadapi untuk saat ini tidaklah mudah,bermacam problema yang dihadapi merupakan tantangan terbesar yang harus
dihadapi demi meningkatkatkan kinerja Birokrasi untuk mengantisipasi era Globalisai dan arus Repormasi .Hal ini tentunya sangat erat berkaitan dengan sosok seorang PNS sebagai Agen Pembangunan.Peran Seorang Pegawai Negeri Sipil disini adalah sebagai seorang Katalisator dan penggerak Partisipasi Masyarakat .Untuk Menggerakkan dan meransang partisipasi masyarakat dalam menunjang pembangunan di Negara ini,maka sosok seorang PNS sangat diperlukan dalam rangka sebagai Pengayom dan pelayan masyarakat
B. Permasalahan
Birokrasi Pemerintah yang ada nampaknya tidak sesuai lagi dengan tuntutan Reformasi yang menginginkan agar birokrasi Pemerintah bersipat Demokratis,menekankan kedaulatan rakyat ,tidak sentralistik,dan melakukan perampingan . Jika kondisi seperti ini dibiarkan maka birokrasi pemerintah akan menghadapi persoalan yang makin rumit.
Diantara permasalahan Birokrasi Pemerintahan atau PNS yang Kita bahas dalam tulisan ini adalah :
1. Sistem penggajian Pegawai Negeri Sipil yang adil dan layak
2. Menyoal Kesejahteraan PNS
3. Memperbaiki Manajemen Kepegawaian
4. Peranan pemerintah dalam merumuskan dan mewujudkan upaya pencapaian kesejahteraan PNS


BAB II
PEMBAHASAN

A. Permasalahan Kesejahteraan PNS
Kesan umum tentang rendahnya gaji pegawai negeri sipil (PNS) merupakan gambaran yang tak terlalu relevan lagi pada saat sekarang. Bahkan banyak perusahaan swasta yang gaji karyawannya lebih rendah dibanding pegawai negeri. PNS Golongan I atau terendah sudah di atas upah minimum regional (UMR). Kenaikan gaji pun hampir setiap tahun dilakukan termasuk yang terakhir diputuskan tahun 2008 akan naik sebesar 15 persen. Menurut catatan, sejak 2001 telah terjadi kenaikan sebesar 73 persen. Suatu angka yang cukup baik di tengah berbagai kesulitan. Secara bertahap kesejahteraan PNS meningkat.
Berdasarkan pertimbangan rasional yang ada, kenaikan itu wajar. Kendati masalahnya selalu pada keterbatasan keuangan pemerintah di satu sisi dan jumlah PNS yang mencapai lebih 3,7 juta orang di sisi yang lain. Dikatakan wajar karena setelah naik pun masih tetap rendah dibandingkan dengan tingkat kebutuhan hidup. Tetapi kenaikan signifikan harus diakui makin dirasakan manfaatnya. Terlepas dari apakah yang melatarbelakangi keluarnya keputusan tersebut. Tentu tidak bisa dipungkiri ada aspek politis di sana. Karena menaikkan gaji PNS merupakan kebijakan yang populer meskipun dampak inflatoarnya perlu diwaspadai.
Selalu saja ada peluang untuk menaikkan gaji kendati hal itu sangat membebani pengeluaran rutin dan menurunkan pengeluaran pembangunan. Seakan-akan tanpa itu pemerintah takut tak memperoleh dukungan. Tetapi logika pembenarnya juga banyak. Selain secara faktual kesejahteraan masih perlu ditingkatkan, kita juga perlu terus menerus menaikkan gaji kalau ingin membersihkan birokrasi dari korupsi, pungli dan sebagainya. Memang selalu diragukan efektivitasnya kalau ternyata korupsi dan penyakit birokrasi itu lebih karena sikap mental. Dinaikkan berapapun gajinya kalau mentalnya korup ya tetap akan korupsi.
Hal lain menyangkut rendahnya tingkat produktivitas. Seharusnya ada korelasi positif antara kenaikan gaji dengan peningkatan produktivitas. Tetapi kita patut meragukan selama sistem maupun kulturnya tidak berubah sama sekali. Selain itu rata-rata kondisi SDM yang ada di pemerintahan masih memrihatinkan. Pernah dinyatakan 40 persen PNS yang berarti sekitar 1,5 juta bekerja di bawah standar karena kurangnya kompetensi dan keahlian. Jadi kalau rasionalisasi pegawai dilakukan, dengan jumlah anggaran yang sama gaji bisa dinaikkan lebih besar lagi. Dengan demikian kesejahteraan pegawai negeri di Indonesia akan lebih baik lagi.
Persoalannya bukan semata-mata kenaikan gaji. Semua perlu dilakukan dalam sebuah kerangka kebijakan untuk memperbaiki kinerja dan membersihkan aparatur pemerintah. Kalau pendekatannya hanya perbaikan kesejahteraan melalui kenaikan gaji maka persoalan yang sebenarnya belum tersentuh. Apalagi kalau peningkatan kompetensi tak dilakukan termasuk perbaikan sistem kerja. Sudah saatnya PNS tampil dengan citra baru menuju profesionalisme. Dan itu tak cukup dilakukan hanya dengan meningkatkan kesejahteraan meskipun hal itu penting. Beranikah pemerintah menempuh kebijakan penataan yang lebih radikal?
B. Peranan Pemerintah Dalam Merumuskan Dan Mewujudkan Upaya Pencapaian Kesejahteraan PNS
Sebagaimana Kebijakan Strategis Nasional bidang Pendayagunaan Aparatur Negara (Jakstrapan) tahun 2005-2009, pembangunan sumber daya manusia aparatur hendaknya difokuskan pada :
Peningkatan kinerja aparatur melalui penerapan sistem penggajian yang berbasis merit dan remunerasi, akuntabilitas dan penegakan disiplin secara konsisten, kelembagaan sesuai visi-misi, dan ketatalaksanaan yang efektif.
Dalam hal kesejahteraan pegawai, yang merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kinerja PNS. Maka kesejahteraan pegawai perlu ditingkatkan dengan merestrukturisasi system pengajian PNS secara nasional dan secara rasional sesuai dengan standar minimal kebutuhan pegawai. Yang diarahkan untuk mengurangi gap gaji pegawai, struktur gaji yang yang bermula dari gaji pokok yang rendah perlu diperbaiki dengan memberikan jumlah gaji pokok yang besar, dan ditambah dengan tunjangan-tunjangan yang relevan.
Pemerintah tengah menyiapkan sistem penggajian baru untuk pegawai negeri sipil (PNS). Sistem baru itu berbasis pada beban kerja. Gaji seorang aparat pemerintah akan diberikan berdasarkan tanggung jawab dan risiko kerja. Pola penggajian itu akan mirip dengan yang kini diterapkan di Departemen Keuangan. Yakni, memberikan penghargaan lebih besar kepada pegawai yang mempunyai tugas berat sehingga akan menghapus kesan bahwa gaji PNS sama bila berada di golongan yang sama. Sekarang rasio perbedaan gaji PNS golongan IA (terendah) dengan PNS golongan IVE (tertinggi) hanya 1 : 3. Setelah peraturan pemerintah (PP) soal remunerasi gaji baru nanti dikeluarkan, rasio itu bisa berubah hingga 1 : 12. Honor akan dihapus dan gaji bakal dinaikkan. Dia menambahkan, kenaikan gaji akan didasarkan pada bobot tanggung jawab atau jabatan masing-masing, bukan golongan kepangkatan. Bisa saja gaji pegawai golongan III lebih besar daripada golongan IV karena PNS golongan III itu mendapatkan tugas tambahan, misalnya sebagai kepala sekolah.Selain itu, setelah sistem baru ini diterapkan, gaji PNS yang sekarang bedanya hanya 1 : 3, nanti bisa sampai 12 kali antara golongan I dan IV.
Saat ini pemerintah sedang mengkaji terhadap rencana tersebut. Pemerintah sedang menunggu hasil perbaikan sistem remunerasi yang telah diterapkan di Departemen Keuangan.
Sistem penggajian yang nanti diterapkan secara nasional itu akan meniru model tingkatan gaji di Depkeu yang baru. Formula yang akan diterapkan kepada PNS secara umum sedang akan disiapkan dan nominalnya sedang dibahas apakah akan seratus persen meniru Depkeu atau tidak. Selain itu, Men PAN dan Menkeu sedang mengkaji apakah tunjangan fungsional, tunjangan struktural, dan tunjangan keluarga tetap diberikan atau dihapus dengan penambahan gaji pokok dalam jumlah tertentu.
Yang jelas, honor-honor yang kerap diterima PNS, misalnya honor pengawas ujian, honor keanggotaan tim panitia kegiatan tertentu, akan dihapus. Untuk mendapatkan peningkatan gaji, tiap-tiap daerah harus memenuhi beberapa persyaratan. Misalnya, job description yang jelas dari masing-masing PNS harus dipenuhi agar bisa mendapatkan besaran gaji yang sesuai, , gaji yang diterima masing-masing PNS tidak lagi didasarkan pada golongan kepangkatan dan masa kerja, tapi lebih pada bobot tanggung jawab, risiko, dan tingkat kesulitan kerja.
Selain itu, dalam tahap persiapan pembenahan sistem remunerasi tersebut, pemerintah bakal mempertimbangkan besaran gaji yang berlaku di pasar. Kami akan membandingkan jumlah gaji swasta dan negeri dalam menetapkan besaran gaji sesuai dengan jabatannya agar tercipta budaya kompetitif pada PNS.
Tak hanya itu, dalam sistem baru tersebut, PNS yang ditempatkan di daerah terepencil akan mendapatkan tunjangan kemahalan.
Proyek percontohan (pilot project) sistem remunerasi pegawai negeri sipil (PNS) di Departemen Keuangan menuai kecaman dan kritik pedas. Meski bertujuan mulia, yaitu untuk membenahi birokrasi kepegawaian secara menyeluruh, tapi lonjakan kenaikan gaji berlipat-lipat pejabat Depkeu tetap saja dipersoalkan. Benarkah dengan menaikkan gaji, profesionalisme dan disiplin PNS sebagai abdi negara bakal membaik?
Ukuran hasil yang diperoleh bisa dinilai dengan laporan keuangan yang tidak mendapatkan penilaian disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta kemampuan menertibkan rekening-rekening liar.
Jika DPR menyoroti prosedur pencairan dana, berbagai kalangan juga meragukan efektivitas pemberian tunjangan yang disebut TPKPN (Tunjangan Khusus dan Pembinaan Keuangan Negara) di lingkungan Depkeu.
Pengambilan keputusan yang dilakukan sepihak dan tidak mengajak konsultasi berbagai pihak juga disayangkan. Hal tersebut menyangkut akuntabilitas kebijakan yang diambil.
Dalam program reformasi birokrasi, setiap elemen organisasi ditata, prosedur kerja diperbaiki, ukuran-ukuran keberhasilan kinerja diefektifkan,dan tidak ada lagi istilah business as usual. yang dimaksud business as usual adalah berbagai ketidakdisiplinan pegawai departemen. Misalnya, ada yang ngobyek, ada yang datang telat, dan sebagainya.
C. Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Dan Pelayanan PNS
Kenaikan gaji PNS bukan hal baru karena pernah dilaksanakan oleh pemerintahan sebelumnya. Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), gaji pokok PNS dinaikkan sebesar Rp 150.000,00 merata untuk seluruh PNS. Selanjutnya, pada masa pemerintahan Presiden Susilo, gaji PNS sudah dinaikkan sebesar 15% pada tahun 2006 dan akan dinaikkan lagi sebesar 15% pada tahun 2007dan 15 % pada tahun 2008, Ini berarti selama tiga tahun berturut-turut yakni 2006,2007 dan 2008 dalam masa pemerintahan Presiden Susilo kenaikan gaji PNS mencapai 45%.
Tak dapat disangkal bahwa baik pemerintahan sebelumnya maupun pemerintahan Presiden Susilo mempunyai dalih atau alasan yang sama dalam menaikkan gaji PNS. Paling tidak ada dua dalih atau alasan mengapa pemerintah menaikkan gaji PNS.
Alasannya adalah meningkatkan kesejahteraan PNS dan pelayanan kepada masyarakat. Diharapkan, dengan kenaikan gaji PNS, kesejahteraan PNS akan meningkat. Begitu pula, dengan meningkatnya kesejahteraan PNS akan meningkat pula pelayanan PNS kepada masyarakat. Akan tetapi,pertanyaannya apakah kedua dalih ini dapat terwujud secara baik?
Walaupun gaji PNS dinaikkan, masih ada keraguan dari kalangan PNS akan naiknya kesejahteraan mereka. Keraguan tersebut muncul berdasarkan pengalaman sebelumnya bahwa rencana kenaikan gaji PNS selalu diikuti oleh lonjakan harga bahan kebutuhan pokok, barang-barang dan jasa lainnya. Fenomena yang terjadi sebelumnya, manakala pemerintah mengumumkan rencana kenaikan gaji PNS, maka harga barang-barang dan jasa-jasa di pasaran sudah naik mendahului realiasi kenaikan gaji tersebut. Dengan kata lain, sebelum kenaikan gaji diterima, harga barang-barang di pasaran sudah naik.
Selain itu, kenaikan sebesar 15% akan menambah kurang lebih Rp 225.000,00 kalau gaji pokok sebesar Rp 1.500.000,00 per bulan. Sementara itu, kebutuhanjuga meningkat baik jenis maupun jumlahnya. Dari fenomena ini, kebanyakan PNS berangapan bahwa dampak dari kenaikan gaji terhadap kesejahteraan PNS belum terlalu signifikan. Dalam kenyataannya, kenaikan gaji belum mencukupi kebutuhan keluarga yang beragam.Anggapan semacam ini didasarkan pada upaya untuk menghubungan ada tidaknya pengaruh kenaikan gaji dengan kenaikan harga barang-barang termasuk sembilan bahan kebutuhan pokok. Coki Ahmad Syahwier (18 Agustus 2006), pengamat ekonomi dari Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Bandung (Jabar) mengemukakan bahwa dalam konteks sekarang, fenomena itu tidak ada lagi karena harga kebutuhan pokok di pasaran sudah pada naik sebelum diumumkan kenaikan gaji PNS. Kenaikan itu tidak disebabkan oleh kenaikan gaji PNS tetapi oleh sebab lain seperti faktor musim. Musim kemarau mempengaruhi harga sektor pertanian seperti sayur-sayur dan sebagainya karena permintaan di pasaran lebih tinggi dibandingkan dengan suplai.
Faktor lainnya adalah hari raya keagamaan misalnya menjelang bulan puasa dan lebaran mempengaruhi kenaikan harga bahan kebutuhan pokok. Jadi, kenaikan harga bahan kebutuhan pokok sebenarnya tidak disebabkan oleh kenaikan gaji tetapi oleh faktor musim dan hari raya keagamaan.
Zeithami (1990) mengemukakan tolak ukur kualitas pelayanan publik dapat dilihat dari sepuluh dimensi antara lain :
a) Tangible (terjamah) terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi.
b) Realibale (handal), kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu.
c) Responsiveness (pertanggungjawaban), kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap mutu pelayanan yang diberikan.
d) Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.
e) Courtesey, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
f) Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat.
g) Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan resiko.
h) Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak danpendekatan.
i) Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
j) Understanding the customer (memahami pelanggan), melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.
Pelayanan yang mengabaikan kriteria-kriteria pelayanan publik tersebut hanya akan mengurangi atau malah menghilangkan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan PNS kepada masyarakat diharapkan berdasarkan tolok ukur atau kriteria-kriteria pelayanan publik tersebut. Hal ini terutama karena para PNS yang diangkat dan dipekerjakan oleh pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat berperan dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat sehingga mensejahterakan masyarakat melalui pelayanan yang diberikan. Mereka diangkat bukan untuk melayani dirinya sendiri tetapi untuk melayani masyarakat. Mereka adalah instrumen pemerintah dalam melayani kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
Kenyataan yang selama ini dijumpai adalah pelayanan publik belum memuaskan, malah jauh dari prinsip-prinsip pelayanan publik. Dalam hasil penelitiannya tentang Governance and Decentralization Survey (GDS) 2003, Agus Dwiyanto dkk (2003) mengemukakan beberapa indikasi adanya pelayanan pemerintah kabupaten dan kota yang masih jauh dari prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik antara lain :
1) Belum adanya prinsip keadilan dan persamaan dalam praktek pelayanan publik yang ditandai oleh masih adanya diskriminasi menurut hubungan pertemanan, afiliasi politik, kesamaan etnis dan agama dalam praktek pelayanan publik.
2) rendahnya responsivitas pemerintah kabupaten dan kota dalam menanggapi keluhan dan kebutuhan masyarakat. Frekuensi keluhan masyarakat yang paling banyak adalah masalah sertifikat tanah dan yang terendah adalah masalah KTP.
3) rendahnya efisiensi dan efektivitas pelayanan yang ditandai oleh adanyapelayanan yang lambat, tidak cepat dan tepat waktu dan masih adanya biaya tambahan di luar biaya yang seharusnya.
4) masih adanya budaya rente birokrasi dimana sering terjadi praktek suap dan potongan yang kadang-kadang melebihi keuntungan dalam mengerjakan proyek-proyek pemerintah.
Dalam mengurus sertifikat tanah, berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mengurus izin mendirikan bangunan (IMB), izin perusahaan dan sebagainya. Malah masyarakat sudah dibuat biasa dan dipaksa mengikuti kebiasaan yang dibangun selama ini. Kalau ingin mengurus sesuatu dengan lancar dan cepat, berikanlah sesuatu.Tampaknya telah tertanam suatu pandangan, sikap dan perilaku birokrasi yang belum berorientasi kepada kepentingan masyarakat dalam memberikan pelayanan. Inu Kencana (1999) mengemukakan bahwa sebabnya adalah masih adanya kecenderungan para pelayan publik (biroktrat) yang memosisikan masyarakat sebagai pihak yang “melayani”, bukan yang “dilayani”. Akibatnya, pelayanan yang seharusnya ditujukan kepada masyarakat umum kadang dibalik menjadi pelayanan masyarakat kepada pelayan publik (birokrat). Budi Radjab juga mengemukakan bahwa dalam pandangan PNS, tidak ada kaitan antara gaji yang diterima dengan pelayanan. Pelayanan sudah diartikan selama ini sebagai extra money atau jalan lain untuk mendapatkan uang tambahan di luar gaji. Dan itulah persoalan terbesar birokrasi Indonesia.
Ketika rencana kenaikan gaji diumumkan oleh pemerintah muncul pula berbagai tanggapan dan harapan dari masyarakat akan pelayanan PNS. Salah satu tanggapan adalah “dari dulu gaji dinaikkan terus-menerus tetapi pelayanan tetap saja seperti itu. Korupsi dari pegawai kecil sampai pegawai tingkat atas tetap terjadi. Kayaknya nggak ada jaminan gaji naik maka korupsi hilang dan kinerja PNS semakin baik. Harusnya yang gajinya naik itu yang kerjanya rajin dan konditenya bagus. Bukan yang suka korupsi waktu, apalagi korupsi uang”.
Tanggapan dan harapan ini bermakna bahwa memang kenaikan gaji selama ini belum mampu meningkatkan disiplin, sikap mental dan kinerja PNS dalam melayani kepentingan masyarakat, dan belum juga mampu menghapus praktek korupsi dikalangan birokras
D. Kenaikan Gaji PNS 2011 Sebesar 10 Persen
Kabar gembira bagi para pegawai negeri sipil (PNS) serta anggota TNI dan Polri. Karena pada tahun 2011 yang akan datang, pemerintah sudah merencanakan akan ada kenaikan gaji pokok bagi para PNSI, TNI dan juga Polri sebesar 10 Persen.
Rencana kenaikan gaji PNS pada tahun 2011 tersebut, dikemukakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulayani Indrawati, dan soal kenaikan gaji PNS, TNI , dan Polri itu sendiri dilakukan untuk menjaga daya beli pegawai pemerintah

"Tahun depan kenaikan gaji sebesar 10%, lebih tinggi dari ekspektasi inflasi 5%, sehingga secara riil lebih tinggi untuk memperbaiki level kesejahteraan PNS, TNI, dan Polri,” kata Sri Mulyani Indrawati seperti yang dikutip dari situs QB Creative .

Selain kenaikan gaji ,kata Menkeu, PNS,TNI,dan Polri juga akan mendapatkan gaji ke-13 seperti tahun-tahun sebelumnya. Adapun para pensiunan akan mendapatkan pensiunan ke-13. Sri Mulyani menuturkan, kenaikan gaji dan pemberian gaji ke- 13 merupakan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan PNS, TNI, Polri, serta para pensiunan. "Jadi mohon dimengerti, ini adalah posisi program yang sudah ada, bukan karena akan pilpres atau pilkada", Ungkapnya.

E. Kenaikan Gaji PNS tidak Picu Inflasi
Secara terpisah Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Herian seperti yang dikutip dari mediaindonesia.com, menyatakan sejak beberapa tahun ini, inflasi tidak lagi responsif terhadap kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, dan Polri.

"Ini keberhasilan pemerintah dalam mengurangi dampak kenaikan gaji PNS dan TNI/Polri. Karena peningkatan gaji sudah menyatu dalam sistem di APBN, maka dampakanya hampir tak terasa terhadap harga barang dan jasa," katanya di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, hal ini berbeda dengan beberapa tahun lalu di mana pemerintah selalu mengumumkan kenaikan gaji PNS dan TNI/Polri. "Dulu setiap Maret diumumkan langsung oleh Presiden bahwa gaji naik, nah ini langsung memicu inflasi, karena direspon langsung oleh harga barang dan jasa," katanya.
Ia mengatakan, sistem kenaikan gaji saat ini yang langsung masuk ke dalam APBN mampu meredam dampak psikologis. Selain itu, kenaikan gaji tahun depannya sudah diinformasikan sejak awal sehingga sudah diantisiapsi sebelumnya oleh para pelaku ekonomi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, pemerintah akan menaikan gaji PNS dan TNI/Polri sebesar 10 persen pada 2011. Hal itu, kata Menkeu, dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan daya beli dari PNS dan TNI/Polri. Peningkatan gaji sebesar 10 persen tersebut di atas proyeksi inflasi 2011 yang sebesar 5 persen.





BAB III
PENUTUP
Setelah kita paparkan beberapa bahasan singkat tentang manajemen kepegawaian,yang man dalam tulisan ini membahas tentang system penggajian ,makna dan harapan dari kesejahteraan,serta Peranan pemerintah dalam merumuskan dan mewujudkan upaya pencapaian kesejahteraan PNS,yang mana dari ketiga bahasan tersebut sangat penting dibidang birokrasi pemerintahan dalam kerangka mewujudkan Pegawai Negeri yang handal dan berkualitas.
Gaji merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sebuah profesi kerja,PNS merupakan sebuah profesi tentunya juga seorang PNS menghrapkan penghasilan atau gaji yang bisa dapat memenuhi kebutuhan hidupnya bersama keluarga,pemerintah juga telah melaksanakan berbagi cara untuk bisa mensejahterakan Pegawai Negeri Sipil.
Tidak ada jaminan yang pasti bahwa kenaikan gaji dapat meningkatkaan kesejahteraan dan kinerja pelayanan PNS kepada masyarakat. Dalam kenyataannya, kenaikan gaji selalu diikuti oleh lonjakan harga barang-barang dan persentase kenaikan pun belum mampu mengimbangi dan memenuhi keanekaragaman kebutuhan PNS mulai dari kebutuhan bahan-bahan pokok, kesehatan, pendidikan dan sebagainya.
Sementara itu, kenyataan menunjukkan bahwa kenaikan gaji selama ini tidak mampu mengubah sikap dan perilaku birokrasi untuk menjadi lebih disiplin, kreatif, bermotivasi, efisien, efektif, responsif, transparan, akuntabel dan adil dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dengan demikian, kenaikan gaji harus pula disertai dengan pembinaan sikap dan perilaku PNS agar mereka semakin lebih sadar akan tugas dan tanggung jawabnya untuk melayani masyarakat, bukan sebaliknya sebagai yang dilayani oleh masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA
Harian Suara Merdeka
http : // Karodalnet.Blogspot.com
Suradji.2006.Manajemen Kepegawaian Negara.Jakarta:Lembaga Administrasi Negara-Republik Indonesia