Selasa, 27 Maret 2012

Prosedur Tata Cara Pengajuan Perkara Di Pengadilan Agama



Oleh :
Agus Rukanda
UIN SGD Bandung


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Peradilan agama mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam rentang waktu yang panjang, sejak islam menjadi kekuatan politik di indonesia hingga dewasa ini. kini ia menjadi salah satu peradilan negara yang memiliki kedudukan sejajar dengan peradilan negara yang lainnya, terutama sejak di undangkan dan diberlakukan UU no. 7 tahun 1989. namun ada satu hal yang menjadi ciri peradilan agama yaitu tugas dan wewenangnya yang mencakup perkara di bidang keluarga (perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqah) di kalangan orang-orang yang beragama islam. artinya, perkara-perkara yang diajukan ke pengadilan dalam lingkungan peradilan agama itu merupakan masalah-masalah keluarga (domestik) yang membutuhkan penyelesaian melalui kekuasaan negara.
Dalam kenyataannya, sebagian besar, bahkan hampir seluruhnya, perkara-perkara domestik itu merupakan “konflik individual” antara suami dengan istri, sebagaimana tercermin dalam perkara cerai talak dan cerai gugat, dan bentuk perceraian lainnya.
B.       Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalahnya :
1.    Bagaimanakah tugas pokok dan fungsi dari peradilan agama ?
2.    Bagaimana prosedur pengajuan perkara di peradilan agama ?
3.    Bagaimana proses persidangan di peradilan agama ?
C.      Tujuan
Adapun Yang Menjadi Tujuan Makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.    Tugas pokok dan fungsi dari peradilan agama.
2.    Prosedur pengajuan perkara.
3.    Proses persidangan di peradilan agama.



BAB II
PEMBAHASAN
A.      Gambaran Umum Peradilan Agama
Pengadilan Agama merupakan kerangka sistem dan tata hukum Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berlakunya UU No. 7/1989, secara konstitusional Pengadilan Agama merupakan salah satu Badan Peradilan yang disebut dalam pasal 24 UUD 1945. Kedudukan dan kewenangannya adalah sebagai Peradilan Negara dan sama derajatnya dengan Peradilan lainnya, mengenai fungsi Peradilan Agama dibina dan diawasi oleh Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, sedangkan menurut pasal 11 (1) UU No. 14/1970 mengenai Organisasi, Administrasi dan Finansiil dibawah kekuasaan masing-masing Departemen yang bersangkutan.
 Pada tahun 1989 lahirlah UU No.7 tahun 1989 yang diberlakukannya tanggal 29 Desember 1989, kelahiran undang-undang tersebut tidaklah mudah sebagaimana yang diharapkan akan tetapi penuh perjuangan dan tantangan dengan lahirnya UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama adalah sebagi tonggak monumen sejarah Pengadilan Agama terhitung tanggal 29 Desember 1989 tersebut.
Lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah mempertegas kedudukan dan kekuasaan Peradilan Agama sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 UU No.14 tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman juga memurnikan fungsi dan susunan organisasinya agar dapat mencapai tingkat sebagai lembaga kekuasaan kehakiman yang sebenarnya tidaklah lumpuh dan semu sebagaimana masa sebelumnya. Disamping itu lahirnya UU tersebut menciptakan kesatuan hukum Peradilan Agama dan tidak lagi berbeda-beda kewenangan dimasing-masing daerah di lingkungan Peradilan Agama. Peradilan Agama baik di Jawa-Madura maupun diluar Jawa-Madura adalah sama kedudukan dan kewenangan baik hukum formil maupun materiilnya. Dengan demikian Peradilan Agama telah sama kedudukannya dengan Peradilan lainnya sebagaimana dalam pasal 10 (1) UU No.14 tahun 1970.
Jenjang pengadilan dalam lingkungan peradilan agama terdiri atas pereadilan agama sebagai pengadilan tinggi toimgkat pertama dan pengadilan tinggi agama sebagai pengadilan tingkat banding. Pengadilan agama berkedudukan di kota atau ibu kota kabupaten dan daerah hukumnya mencakup daerah kota atau kabupaten. Adapun pengadilan tinggi agama berkedudukan di provinsi, dan daertah hukumnya mencakup wilayah provinsi.
 Pengadilan agama yang daerah hukumnya kurang dari satu daerah kota/kabupaten, oleh karena ia telah dibentuk sebelum dilakukan pemecahan daerah kota/kabupaten itu. Ia masih tetap dan sebagaipengecualian, ia memiliki landasan sebagaimana diatur dalam penjelasan pasal 4 ayat 1, UU No. 7 Tahun 1989. Sedangkan pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama yang daerah hukumnya meliputi lebih dari satu daerah provinsi masih dalam proses pengembangan.
B.       Tugas dan Kewenangan pengadilan agama
Tugas pengadilan agama bukan sekedar memutus perkara melainkan menyelesaikan sengketa sehingga terwujud pulihnya kedamaian antara pihak-pihak yang bersengketa, tercipta adanya rassa keadilan pada masing-masing pihak yang berperkara, dan terwujud pula tegaknya hukum dan kebenaran pada perkara yang diperiksa dan diputus tersebut.
Sebagai Peradilan yang Court of Law mempunyai ciri-ciri antara lain :
1. Hukum Acara dan Minutasi dilaksanakan dengan baik dan benar.
2. Tertib dalam melaksanakan administrasi perkara.
3. Putusan dilaksanakan sendiri oleh Peradilan yang memutus.
4. Dengan berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Sesuai dengan pasal 49 UU No. 3 tahun 2006 adalah : Pengadilan Agama bertugan dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang :
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infaq
h. Shodaqoh
i. Ekonomi Syariah
Salah satu kewenangan Pengadilan Agama adalah menyelesaikan sengketa ekonomi Syari’ah. Berdasarkan Pasal 49 UU No.3 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa : “ pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam.”
Berdasarkan ketentuan pasal 49 tersebut Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sodaqah, dan ekonomi syari’ah. Oleh sebab itu, terhituing mulai tanggal 20 Maret 2006 penyelesaian perkara ekonomi syariah menjadi kewenangan absolute Pengadilan Agama.
Dengan berpegang pada asas-asas proses penyelesaian perkara yang baik (A2 P3 B), hakim memeriksa perkara dengan perpedoman pada hukum acara perdata yang ada dengan sedikit penyesuaian dengan karakteristik sengketa ekonomi syari`ah. Proses peradilannya dilakukan sesuai tata cara dalam hukum acara perdata yang berlaku pada pengadialan agama.
C.   Prosedur Tata Cara Pengajuan Perkara Di Pengadilan Agama
 I.  PERKARA PERCERAIAN
        A. CERAI TALAK (PERCERAIAN YANG DIAJUKAN OLEH SUAMI)
             1)  Persyaratan
01.
Menyerahkan Surat Permohonan/Gugatan;
02.
Menyerahkan Foto Copy Kutipan/Duplikat Akta Nikah;
03.
Menyerahkan Foto Copy KTP;
04.
Membayar Biaya Perkara sesuai dengan radius;
05.
Apabila Termohon tidak diketahui tempat tinggalnya, maka menyerahkan Surat Keterangan dari Desa/Kelurahan, yang menerangkan Termohon tidak diketahui tempat tinggalnya.

2)  PROSEDUR (tata cara pengajuan perkara)
01.

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau Kuasanya :

a.
Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 66 UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);

b.
Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tentang tata cara membuat surat permohonan (pasal 119 HIR, 143 R.bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);

c.
Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Termohon;
02.

Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah :

a.
Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);

b.
Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (2) UU  No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);

c.
Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (3) UU  No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);

d.
Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (pasal 66 ayat (4) UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
03.

Permohonan tersebut memuat :

a.
Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon;

b.
Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);

c.
Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita);
04.

Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 66 ayat (5)  UU  No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
05.

Membayar biaya perkara (pasal 121 HIR ayat (4), 145 ayat (4) R.Bg jo. Pasal 89  UU  No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo) (pasal 237 HIR, 237 R.Bg).
3)   Proses Penyelesaian Perkara
01.


Pemohon mendaftarkan permohonan cerai talak ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah;
02.


Pemohon dan Termohon dipanggil oleh  Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk menghadiri persidangan.;
03.
a.

Tahapan persidangan :


1)
Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (pasal 82 UU  No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);


2)
Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasai (pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Th. 2003);


3)
Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab-menjawab, pembuktian dan mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (pasal 132a HIR, 158 R.Bg);

b.

Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah atas permohonan cerai talak sebagai berikut :


1)
Permohonan dikabulkan. Apabila Pemohon tidak puas dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tersebut;


2)
Permohonan ditolak. Pemohon dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tersebut;


3)
Permohonan tidak diterima. Pemohon dapat mengajukan permohonan baru;
04.


Apabila permohonan dikabulkan dan putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka :

a.

Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah menentukan hari sidang penyaksian ikrar talak;

b.

Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah memanggil Pemohon dan Termohon untuk melaksanakan ikrar talak;

c.

Jika dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan sidang penyaksian ikrar talak, suami atau kuasanya tidak melaksanakan ikrar talak di depan sidang, maka gugurlah kekuatan hukum penetapan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan hukum yang sama (pasal 70 ayat (6) UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
05.


Setelah ikrar talak diucapkan panitera berkewajiban memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah penetapan ikrar talak (pasal 84 ayat (4) UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006).

B.      PERKARA CERAI GUGAT (PERCERAIAN YANG DIAJUKAN OLEH ISTRI)
1)  Persyaratan
01.
Menyerahkan Surat Gugatan;
02.
Menyerahkan Foto Copy Kutipan/Duplikat Akta Nikah;
03.
Menyerahkan Foto Copy KTP;
04.
Membayar Biaya Perkara sesuai dengan radius;
05.
Apabila Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya, maka menyerahkan Surat Keterangan dari Desa/Kelurahan, yang menerangkan Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya.
2)    Prosedur tata cara pengajuan perkara
01.

Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau Kuasanya :

a.
Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo. Pasal 66 UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);

b.
Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tentang tata cara membuat surat gugatan (pasal 118 HIR, 143 R.bg jo. Pasal 58 UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);

c.
Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan ternyata ada perubahan, maka perubahan tersebut harus atas persetujuan Tergugat;
02.

Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah :

a.
Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat (pasal 73 ayat (1) UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);

b.
Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 73 ayat (1) UU  No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006 jo. pasal 32 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974);

c.
Bila Penggugat berkediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 73 ayat (2)  UU  No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);

d.
Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkannya perkawinan atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (pasal 73 ayat (3) UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
03.

Gugatan tersebut memuat :

a.
Nama, umur, pekerjaan, agama dan tempat kediaman Penggugat dan Tergugat;

b.
Posita (fakta kejadian dan fakta hukum);

c.
Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita);
04.

Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan perceraian atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 86 ayat (1) UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
05.

Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) R.Bg jo. Pasal 89 UU  No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara Cuma-Cuma (prodeo) (pasal 237 HIR, 237 R.Bg);
06.

Penggugat dan Tergugat atau Kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/MAhkamah Syari'ah (pasal 121, 124 dan 125 HIR, 145 R.Bg).
3)    Proses Penyelesaian Perkara
01.


Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah;
02.


Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh  Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk menghadiri persidangan;
03.
a.

Tahapan persidangan :


1)
Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (pasal 82 UU  No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);


2)
Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasai (pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Th. 2003);


3)
Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban, jawab-menjawab, pembuktian dan mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (pasal 132a HIR, 158 R.Bg);

b.

Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah atas cerai gugat talak sebagai berikut :


1)
Gugatan dikabulkan. Apabila Penggugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tersebut;


2)
Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tersebut;


3)
Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan permohonan baru;
04.


Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.

II. PERKARA GUGATAN LAIN
A.  Prosedur


Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat :
01.

Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah (pasal 118 HIR, 142 R.Bg);
02.

Gugatan diajukan kepada Pengadilan AgamaMahkamah Syari'ah :

a.
Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat;

b.
Bila tempat kediaman Tergugat tidak diketahui, maka gugatandiajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat;

c.
Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'a, yang daerah hukumnya meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak dalam wilayah beberapa Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah yang dipilih oleh PEnggugat (pasal 118 HIR, 142 R.Bg);
03.

Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HI, 145 ayat (4) R.Bg jo. pasal 89 UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006), bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara Cuma-cuma (Prodeo) (pasal 237 HIR, 273 R.Bg);
04.

Penggugat dan Tergugat atau Kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan Pengadilan Agam/Mahkamah Syari'ah (pasal 121, 124 dan 125 HIR, 145 R.Bg).

B.     Proses Penyelesaian Perkara
01.


Penggugat mendaftarkan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah;
02.


Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh  Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah untuk menghadiri persidangan.
03.
a.

Tahapan persidangan :


1)
Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara pribadi (pasal 82 UU  No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);


2)
Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasai (pasal 3 ayat (1) PERMA No. 2 Th. 2003);


3)
Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban, jawab-menjawab, pembuktian dan mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (pasal 132a HIR, 158 R.Bg);

b.

Putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah atas cerai gugat talak sebagai berikut :


1)
Gugatan dikabulkan. Apabila Penggugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tersebut;


2)
Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah tersebut;


3)
Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan permohonan baru.
04.


Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti kepada kedua belah pihak selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah putusan tersebut diberitahukan kepada para pihak.


C.    Persyaratan

Pengangkatan Anak
01.
Menyerahkan Surat Permohonan;
02.
Menyerahkan foto copy Kutipan/Duplikat Akta Nikah;
03.
Menyerahkan foto copy KTP;
04.
Akta Kelahiran Calon Anak Angkat;
05.
Menyerahkan pernyataan dari orang tua kandung dari calon anak angkat;
06.
Membayar biaya perkara sesuai radius

Itsbat Nikah
01.
Menyerahkan Surat Permohonan;
02.
Menyerahkan foto copy KTP;
03.
Menyerahkan Surat Keterangan dari Desa/Kelurahan yang menyatakan Pemohon pernah menikah;
04.
Menyerahkan Surat Keterangan dari KUA bahwa pernikahan Pemohon tidak/register nikah tahun pernikahan Pemohon tidak ditemukan;
05.
Membayar biaya perkara sesuai radius.

Wali Adhal
01.
Menyerahkan Surat Permohonan;
02.
Menyerahkan foto copy KTP;
03.
Pemberitahuan adanya halangan/kekurangan persyaratan dari KUA;
04.
Penolakan pernikahan dari KUA;
05.
Surat Keterangan dari Kepala Desa/Kelurahan;
06.
Akta Kelahiran Pemohon/Surat Keterangan wali Pemohon;
07.
Membayar biaya perkara sesuai radius.

Hadhanah
01.
Menyerahkan Surat Permohonan;
02.
Menyerahkan foto copy Kutipan Akta Nikah/Akta Cera;
03.
Menyerahkan foto copy Akta Kelahiran Anak;
04.
Membayar biaya perkara sesuai radius.

Dispensasi Kawin
01.
Menyerahkan Surat Permohonan;
02.
Foto copy KTP ayah dan ibu Calon Suami/Istri yang dimintakan dispensi (Pemohon I dan Pemohon II);
03.
Menyerahkan Akta Kelahiran Calon Suami/Istri yang dimintakan dispensasi;
04.
Penolakan pernikahan dari KUA;
05.
Membayar biaya perkara sesuai dengan radius.

Poligami
01.
Menyerahkan Surat Permohonan;
02.
Foto copy KTP Pemohon;
03.
Foto copy Kutipan Akta Nikah Pemohon;
04.
Surat pernyataan tidak keberatan untuk dimadu, yang dibuat dan ditandatangani oleh Termohon;
05.
Surat pernyataan berlaku adil yang dibuat dan ditandatangani oleh Pemohon;
06.
Surat pernyataan tidak keberatan untuk dimadu, yang dibuat dan ditandatangani olehCalon Istri kedua Pemohon;
07.
Surat Keterangan penghasilan yang dibuat dan ditandatangani oleh Kepala Desa/Bendaharawan Gaji (jika Pemohon PEgawai Negeri/Pegawai Swasta);
08.
Foto copy Akta Cerai yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama (jika Calon Istrikedua janda cerai);
09.
Membayar biaya perkara sesuai dengan radius.


III.    PERKARA BANDING
A.  Prosedur



Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon Banding :
01.


Permohonan Banding harus disampaiakn secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah dalam tenggang waktu :

a.

14 (empat belas) hari, terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengucapan putusan, pengumuman/pemberitahuan putusan kepada yang berkepentingan;

b.

30 (tiga puluh) hari bagi Pemohon yang tidak bertempat di kediaman di wilayah hukum Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah yang memutus perkara tingkat pertama (pasal 7 UU No. 23 Th. 1947);
02.


Membayar biaya perkara banding (pasal 7 UU No. 20 Th. 1947, pasal 89 UU No. 7 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
03.


Panitera memberitahukan adanya permohonan banding (pasal 7 UU No. 20 Th. 1947);
04.


Pemohon Banding dapat mengajukan memori banding dan Termohon Bandingdapat mengajukan kontra memori banding (pasal 11 ayat (3) UU No. 20 Th. 1947);
05.


Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan diberitahukan kepada pihak lawan, PAnitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melihat surat-surat berkas perkara di kantor Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Th. 1947);
06.


Berkas perkara banding dikirim ke Pangadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syari'ah Provinsi oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterima perkara banding;
07.


Salinan putusan banding dikirim oleh Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syari'ah Provinsi ke Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah yang memeriksa perkara pada tingkat pertama untuk disampaikan kepada para pihak;
08.


Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah menyampaikan salinan putusan kepada para pihak;
09.


Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka Panitera :

a.

Untuk perkara cerai talak :


1)
Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon;


2)
Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari;

b.

Untuk perkara cerai gugat :



Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.
B.     Proses Penyelesaian Perkara
01.
Berkas perkara banding dicatat dan diberi nomor register;
02.
Ketua Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syari'ah Provinsi membuat Penetapan Majelis Hakimyang akan memeriksa berkas;
03.
Panitera menetapkan Panitera Pengganti yang akan membantu Majelis;
04.
Panitera Pengganti menyerahkan berkas kepada Ketua Majelis;
05.
Panitera Pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Tinggi;
06.
Majelis Hakim Tinggi memutus perkara banding;
07.
Salinan putusan dikirimkan kepada kedua belah pihak melalui Pengadilan Tingkat Pertama.


IV.    PERKARA KASASI
A.  Prosedur



Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon Kasasi :
01.


Permohonan Kasasi harus disampaiakn secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah yang memutus perkara dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah penetapan/putusan Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syari'ah Provinsi diberitahukan kepada Pemohon (pasal 46 ayat (1) UU No. 14 Th. 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Th. 2004);
02.


Membayar biaya perkara kasasi (pasal 46 ayat (3) UU No. 14 Th. 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Th. 2004);
03.


PaniteraPengadilan Tingkat Pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar;
04.


Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan didaftar (pasal 47 ayat (1) UU No. 14 Th. 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Th. 2004);
05.


Panitera Pengadilan Tingkat Pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori kasasi kepada pihak lawan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya memori kasasi (pasal 48 UU No, 14 Th. 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 th. 2004);
06.


Pihak lawan dapat mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada Mahkamah Agung selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi (pasal 47 ayat (3) UU No. 14 Th. 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Th. 2004);
07.


Panitera Pengadilan Tingkat Pertama mengirimkan berkas kasasi kepada Mahkamah Agung selambatlambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya memori kasasi dan jawaban memori kasasi (pasal 48 UU No. 14 Th. 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Th. 1985);
08.


Panitera Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah untuk selanjutnya disampaikan kepada para pihak;
09.


Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka Panitera :

a.

Untuk perkara cerai talak :


1)
Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil kedua belah pihak;


2)
Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari;

b.

Untuk perkara cerai gugat :



Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.
B.   Proses Penyelesaian Perkara
01.
Permohonan kasasi diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan diberi nomor register perkara kasasi;
02.
Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon kasasi bahwa perkaranya telah diregistrasi;
03.
Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim agung yang akan memeriksa perkara kasasi;
04.
Penyerahan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor) kepada Panitera Pengaanti yang menangani perkara tersebut;
05.
Panitera Pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca 1, 2 dan pembaca 3) untuk diberi pendapat;
06.
Majelis HAkim Agung memutus perkara;
07.
Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui Pengadilan Tingkat Pertama yang menerima permohonan kasasi.

V.       PERKARA PENINJAUAN KEMBALI (PK)
A.  Prosedur



Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali :
01.


Mengajukan Permohonan PK kepada Mahkamah Agung secara tertulis atau lisan melalui Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah;
02.


Pangajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan/putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak diketemukan bukti adanya kebohonga/bukti baru, dan bila alasan Pemohon PK berdasarkan bukti baru (novum), maka bukti baru tersebut dinyatakan di bawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang (pasal 69 UU No. 14 Th. 1945 yang telah diubah dengan UU No. 5 Th. 2004);
03.


Membayar biaya perkara PK (pasal 70 UU No. 14 Th. 1985 yang telah diubah dengan UU No. 45 Th. 2004, pasal 89 dan 90 UU No. 70 Th. 1989 yang telah diubah dengan UU No. 3 Th. 2006);
04.


Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori PK kepada pihak lawan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari;
05.


Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori PK dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK;
06.


Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas PK ke MA selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari;
07.


Panitera MA menyampaikan salinan putusan PK kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah;
08.


Pengadilan Agama/Mahkamah Syari'ah menyampaikan salinan putusan PK kepada para pihak selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari;
09.


Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka Panitera :

a.

Untuk perkara cerai talak :


1)
Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon;


2)
Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari;

b.

Untuk perkara cerai gugat :



Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.
B.  Proses Penyelesaian Perkara
01.
Permohonan PK diteliti kelengkapan berkasnya oleh Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan diberi nomor register perkara PK;
02.
Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan Termohon PK bahwa perkaranya telah diregistrasi;
03.
Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya ketua tim menetapkan Majelis Hakim agung yang akan memeriksa perkara PK;
04.
Penyerahan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor) kepada Panitera Pengaanti yang menangani perkara PK tersebut;
05.
Panitera Pengganti mendistribusikan berkas perkara ke Majelis Hakim Agung masing-masing (pembaca 1, 2 dan pembaca 3) untuk diberi pendapat;
06.
Majelis HAkim Agung memutus perkara;
07.
Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para pihak melalui Pengadilan Tingkat Pertama yang menerima permohonan PK.




D.      Proses Persidangan
1.    Majelis Hakim memeriksa identitas Anda dan suami
2.    Jika Anda dan suami hadir, maka Majelis Hakim berusaha mendamaikan anda dan suami, baik langsung maupun melalui proses mediasi.
3.    Majelis Hakim berusaha mendamaikan anda dan suami dalam setiap kali sidang, namun anda punya hak untuk menolak untuk berdamai dengan suami.
4.    Anda dan suami boleh memilih mediator yang tercantum dalam daftar yang ada di Pengadilan tersebut.
a.    Jika mediator adalah hakim, maka anda tidak dikenakan biaya. Jika mediator bukan hakim, anda dikenakan biaya.
b.    Mediasi bisa dilakukan dalam beberapa kali persidangan.
c.    Jika mediasi menghasilkan perdamaian, maka anda diminta untuk mencabut gugatan.
d.   Jika mediasi tidak menghasilkan perdamaian, maka proses berlanjut ke persidangan dengan acara pembacaan surat gugatan, jawab menjawab antara anda dan suami, pembuktian, kesimpulan, musyawarah Majelis Hakim dan Pembacaan Putusan
E.       Study Kasus
Perkara Cerai Susan Karena Kekerasan Rumah Tangga

            Contoh kasus dari seorang istri yang hendak mengajukan gugatan cerai pada suaminya di Pengadilan Agama ( PA ), adapaun data/identitasnya adalah sebagai berikut :
Nama
:
Susan
Umur
:
32 tahun
Agama
:
Islam
Pekerjaan
:
Pegawai Swasta
Status
:
Menikah
Anak
:
1 anak laki-laki, umur 4 tahun
Cerita Permasalahan / Kronologis 
Susan menikah di Jakarta dengan suaminya 6 tahun yang lalu (th 2001). Dikaruniai 1 orang putra berumur 4 tahun. Sudah lama sebenarnya Susan mengalami kekerasan dalam rumah tangga, Suaminya adalah mantan anak orang kaya yang tidak jelas kerjanya apa dan sering berprilaku sangat kasar pada Susan, seperti membentak, berkata kotor, melecehkan dan yang terparah adalah sering memukul. Sehingga akhirnya Susan sering tidak tahan sampai berpikir untuk bercerai saja. Adanya musyawarah dan pertemuan keluarga sudah diadakan beberapa kali tapi tetap tidak merubah prilaku suaminya tersebut. Bahkan sedimikian parahnya dimana si suami melepas tanggung-jawabnya sebagai seorang suami dan ayah karena sudah 2 tahun ini si suami tidak memberikan nafkah lahir untuk sang Istri dan anaknya. Sampai akhirnya, Susan merasa terncam jiwanya dimana terjadi kejadian pada bulan April 2007, Susan dipukul / ditonjok matanya sampai biru yang berujung pada kekerasan terhadap anak semata wayangnya juga. Setelah kejadian itu Susan memutuskan untuk bercerai saja.
Proses Cerai
1.      Menentukan Pengadilan Mana yang Berwenang
2.      Bila yang mengajukan gugatan cerai si suami (beragama Islam) maka Pengadilan Agama adalah Pengadilan Agama di wilayah yang sesuai dengan wilayah tempat tinggal si istri
Catatan : 
Jadi Pengadilan Agama yg berwenang memproses perkara perceraian adalah Pengadilan Agama yg sesuai dari wilayah si istri, bukan-lah harus Pengadilan Agama yg sesuai dari KTP si istri / suami atau bukanlah berdasarkan Pengadilan Agama sesuai wilayah dimana mereka dulu menikah.
Di Jakarta ada 5 Pengadilan Agama (PA), untuk menentukan secara tepat PA mana yang berwenang memproses perkara cerainya Susan. Maka susan harus mengetahui persis alamat tempat tinggalnya yang saat ini ia tinggali, yakni alama tepatnya di bilangan Tebet ( Jakarta Selatan ). Jadi pengadilan yang tepat mengadili perkara cerai Susan adalah PA Jakarta Selatan. Susan mencari alamat PA Jakarta Selatan, yaitu di Jl. Rambutan VII, No. 48, Pejaten Barat, Jakarta Selatan. 
Saran utk persiapan proses cerai :
·         Menentukan dengan benar pengadilan manakah yang berwenang mengadili perkara cerainya;
·         Survey langsung ke pengadilan tersebut;
·         Mencari informas di pengadilan berwenang tersebut utk mendapatkan informasi proses cerai sebanyak-banyaknya (seperti: apa syarat-syarat mengajukan gugatan cerai, bagaimana menyusun gugatan, berapa biaya daftar gugatan dll).
Perlukah jasa pengacara?
Dari hasil informasinya itu, Susan menentukan untuk tidak menggunakan jasa seorang pengacara, karena :
·         Susan punya banyak waktu untuk menghadiri sidang perceraiannya; dan
·         Susan tidak punya banyak uang untuk menyewa seorang pengacara yang mungkin bisa mengeruk biaya sekitar Rp 5jt – 10jt lebih.
·         Umumnya penggunaan jasa pengacara digunakan pada orang yang waktunya sempit (sibuk bekerja) dan adanya hak dan kewajiban yang mungkin sulit dipertahankan dalam proses perceraiannya.
Mencari Informasi tentang Pengadilan Agama (PA)
Setelah menentukan untuk tidak menggunakan jasa pengacara selanjutnya Susan mengumpulkan semua catatan informasi tentang perceraian dari Pengadilan Agama. Sekaligus Informasi berapa biaya pendaftaran gugatan cerai di pengadilan tersebut, karena umumnya setiap Pengadilan Agama berbeda-beda biaya daftar gugatannya.
Membuat kronologis permasalahan
Sekarang Susan siap membuat gugatan cerai-nya, adapun tahapannya sebagai berikut : Diawali dengan membuat/menulis di kertas putih biasa tentang kronologis permasalahan rumah tangganya, dari awal kebahagiaan menikah sampai cikal-bakal perselisihan lalu akhirnya memutuskan bercerai. Cerita itu dibuat dengan sebenar-benarnya dan detail, agar Susan dapat mudah membuat gugatan cerainya. 
Catatan : 
Pembuatan kronologis ini sangat penting untuk memudahkan Susan membuat alur cerita yang baik untuk gugatan cerainya agar Hakim dapat dengan mudah mengerti alasan-alasan Susan memutuskan bercerai, dimana kronologis ini juga sangat penting digunakan seorang Pengacara untuk dijadikan dasar pembuatan gugatan cerai.
Contoh Pembuatan Kronologis Perkara Cerai Susan : 
Setelah berhasil membuat kronologis, selanjutnya membuat gugatan cerai berdasarkan kronologis yang dibuatnya tadi.
Contoh Surat gugatan cerai-nya Susan : 
Persiapan Berkas-Berkas yang Diperlukan
Setelah gugatan cerai selesai dibuat, Susan mem-photocopy-kannya sebanyak 5 kali. Jadi total Susan punya 6 berkas gugatan cerainya yang nantinya ke-6 berkas tersebut diperlukan dalam pendaftaran gugatan cerainya nanti untuk :
·         1 berkas untuk dikirim oleh pengadilan kepada si suami (Tergugat);
·         3 berkas untuk dikasih ke para Hakim
·         1 berkas untuk panitera (pegawai perkara gugatan); dan
·         sisa 1 berkasnya lagi untuk dimiliki oleh Susan sendiri.

Pendaftaran Gugatan di Pengadilan
Sudah beres mempersiapkan berkas-berkas, lalu Susan pergi ke PA Jak-Sel untuk mendaftarkan gugatan cerai-nya. Susan masuk ke ruangan bagian administrasi (masuk dari pintu utama pengadilan, melewati kolam ikan, ruangannya tepat setelah kolam ikan, lantai dasar). Susan masuk ke dalam ruangan yang agak luas dan banyak meja kerjanya. Agak bingung memang untuk mengetahui pegawai khusus menerima pendaftaran gugatan, karena orang-orang yang bekerja di dalam ruangan itu kira-kira 8 orang, tanya saja dengan orang di dalam ruangan itu, langsung tau siapa pegawai yang ia cari.
Susan menemui salah satu pegawai yang khusus menerima pendaftaran perkara gugatan cerai, dimana pegawai tersebut memberikan informasi tentang masalah birokrasi dan jumlah biaya pendaftaran. Susan menyerahkan 6 berkas gugatan cerai-nya untuk mendapatkan cap/pengesahan pendaftaran dari si pegawai itu. Susan disisakan 1 berkas untuk dirinya sebagai pegangannya nanti disaat sidang dimulai. 
Biaya-biaya Pendaftaran Gugatan Cerai
Biaya pendaftaran gugatan perkara sekitar Rp 400ribu-Rp 500ribuan dibayarkannya di bagian ruangan kasir, tempatnya persis disamping kiri ruangan administrasi tadi. Selain biaya pendaftaran, umumnya suka ada biaya untuk pengambilan salinan putusan nanti setelah perkara sudah selesai, biasanya sejumlah Rp 50ribuan – 100ribuan. Umumnya biaya-biaya tersebut berbeda di setiap pengadilan, namun perbedaannya tidaklah terlalu jauh.
Catatan :
Rangkuman biaya daftar gugatan :
·         daftar gugatan (istri yg mengajukan) = Rp 555.000,- daftar gugatan (suami yg mengajukan) = Rp 635.000,-
·         daftar surat kuasa advokat (jika pakai seorang advokat) = Rp 100.000,- (sumber dari Pengadilan Agama Jak-Sel th 2007)

Setelah Pendaftaran Gugatan
Berkas gugatan cerai Susan akan dikirim oleh pihak pengadilan ke alamat suaminya sekaligus dengan surat resmi dari pengadilan untuk menghadiri sidang pertama. Begitupula dengan Susan, setelah pendaftaran gugatan didaftarkan, Susan tinggal menunggu datanganya surat panggilan sidang dari pengadilan. Kira-kira surat-surat tersebut akan sampai 2 minggu sejak pendaftaran gugatan cerai. Lalu isi surat panggilan itu menentukan tanggal jatuhnya sidang, yang umumnya jatuh 4 minggu setelah tanggal pendaftaran gugatan cerai.

Surat Panggilan Sidang
Dua minggu berlalu dari hari pendaftaran, akhirnya Susan menerima surat dari pengadilan agama Jak-Sel. Begitupula halnya dengan si suami-nya juga mendapat surat panggilan sidang dari pengadilan agama. Isi surat untuk Susan hanyalah tentang kewajiban menghadiri sidang pertama disertai hari dan tanggal-nya waktu sidang. Berbeda dengan si suami, isi suratnya selain informasi tentang waktu dan hari sidang, surat tersebut sekaligus melampirkan surat gugatan cerainya.
Sidang Pertama/ Perdamaian & Pembacaan Gugatan Tibalah saatnya sidang pertama. Adapun persiapan yang dilakukan Susan adalah :
1.      Berpakaian harus rapih dan sopan. Membawa serta surat panggilan sidangnya; 
Berpakaian sopan bagi perempuan = tidak berpakaian yang terbuka, jangan mengenakan tank-top/kaos/sandal. Pakailah kemeja/baju sopan dan sepatu.
Berpakaian sopan bagi pria = jangan mengenakan kaos/sandal/topi. Pakailah celana panjang bahan, baju yang berkerah dan sepatu tertutup.
2.      Datang pagi hari (sekitar jam 9.00) di pengadilan untuk melapor ke panitera dan mengambil nomor urut sidang (siapa duluan yang ambil nomor urut sidang, dialah yang sidang duluan sesuai nomor urutnya). Ambil nomor urutnya ada di lobby Pengadilan Agama, ada yang duduk menjaga untuk mencatat nomor urut perkara;
3.      Setelah mendapat nomor urut sidang, Susan menunggu di ruang tunggu sidang (berada di sisi kanan gedung pengadilan). Nanti pegawai pengadilan akan memanggil para peserta sidang sesuai nomor urutnya dengan cara memanggilnya menggunakan mikrofon;
4.      Pegawai pengadilan sudah memanggilnya, sidang akan dimulai jika si suami juga sudah hadir. Jika suami tidak hadir maka sidang akan diundur selama 1-2 minggu;
5.      Sidang dimulai, Susan dan suami dipersilahkan duduk di kursi yang telah disediakan persis berhadapan dengan para Hakim. Kursi di sisi kanan untuk Penggugat (si Susan), kursi di sisi kiri untuk Tergugat (suami Susan/Didit). Total ada 3 hakim dan 1 orang panitera yang duduk dibelakang para hakim;
6.      Sidang pertama isinya adalah: Hakim akan berusaha mendamaikan istri dan suami. Hakim akan menanyakan tentang masalah yang dialami dan memberikan waktu untuk si suami-istri berpikir-pikir dulu. Bilamana perdamaian tak tercapai maka Hakim membacakan isi gugatan cerainya;
7.      Sidang ditunda (biasanya) 2 minggu guna melihat adanya kemungkinan rujuk/damai. Dalam hal ini para Hakim memang diwajibkan mendamaikannya dahulu sesuai dengan peraturan yang sudah diatur negara;
Adanya peraturan baru yaitu PERMA No. 1 Th. 2008, mengatur adanya kewajiban diadakan mediasi sebelum sidang sebenarnya dijalankan. Hal-hal yang layak diketahui tentang mediasi ini adalah:
·         mediasi biasanya dilaksanakan jika salah satu pihak ada yang tidak mau bercerai;
·         mediasi dilaksanakan oleh satu orang hakim yang ditunjuk dalam persidangan;
·         biasanya mediasi dilaksanakan sebanyak 3 kali pertemuan, dan jika dalam proses mediasi tidak tercapai perdamaian maka barulah sidang yang sebenarnya dilaksanakan.

Sidang Ke-2/Sidang Jawaban
Dua minggu berlalu, sidang ke dua dilaksanakan. Sama pada sidang pertama, ritual sidang pertama sama dijalaninya (berpakaian rapih dan mengambil nomor urut sidang. Selalu demikian sebelum sidang); Sampai pada saat sidang dimulai, hakim menanyakan perkembangannya kepada Susan dan si suami, “Bagaimana perkembangan saudara, apakah ada perubahan untuk rujuk?” 
Dikarenakan Susan sudah sangat yakin untuk bercerai maka ia menjawab,”saya tetap pada pendirian saya untuk berpisah dan meneruskan proses persidangan ini”. Begitupula dengan jawaban si suami yang berpendapat untuk mempertahankan perceraiannya, menyatakan kehendaknya pada persidangan tersebut. Dikarenakan adanya kemauan yang berbeda maka hakim bertugas menjalani proses sidang perceraian tersebut.
Selanjutnya sidang dilanjutkan dengan penyerahan surat jawaban dari si Tergugat/suami.
Surat jawaban (contoh) dari si Tergugat/suami adalah sebagai berikut:
Catatan: Dalam hal ini dari pihak si suami (Tergugat) menggunakan jasa seorang pengacara dalam proses berperkara di pengadilan.
Setelah hakim menerima surat jawaban dari si tergugat lalu sidang selesai dan akan diadakan lagi 1 minggu kemudian dengan jadwal sidang penyerahan surat Replik (dari si Penggugat/Susan);

Sidang Replik
Tiba saatnya sidang replik, dimana sebelumnya ritual sebelum sidang dilakukannya dulu (mengambil nomor urut sidang). Sidang Replik adalah penyerahan surat yang isi suratnya itu adalah menanggapi dan merespon surat jawaban dari si Tergugat.

Umumnya pada sidang Replik ini berjalan hanya 5 menit saja, karena dalam persidangannya hanya menyerahkan surat Replik ke hakim saja dan kepada si Tergugat. Setelah itu sidang ditutup dan diadakan lagi 1 minggu kemudian dengan jadwal sidang penyerahan surat Duplik (dari si Tergugat);
Contoh surat Replik dari Penggugat/Susan :
Sidang Duplik (dari si Tergugat)
Sidang Duplik adalah sidang penyerahan surat yang isinya tanggapan dan respon dari adanya surat Replik Penggugat. Sama dengan sidang Replik sebelumnya dimana dalam persidangan ini hanyalah penyerahan surat Replik Tergugat, jadi sidang berlangsung singkat hanya 5 menit saja, lalu sidang ditutup dan akan diadakan lagi 1 minggu kemudian dengan acara sidang pembuktian dan saksi dari Penggugat/Susan;
Contoh surat Duplik Tergugat
Sidang Pembuktian Saksi dari Penggugat
Sidang pembuktian saksi adalah sidang terpenting dari proses perceraian di pengadilan, dimana dalam sidang ini adalah pembuktian adanya keretakan dalam rumah tangga itu benar adanya. Oleh sebab itu segala macam bentuk bukti-bukti dan saksi-saksi pendukung haruslah disiapkan dengan matang. 
Adapun langkah-langkah sebelum sidang pembuktian adalah sebagi berikut:
Pengumpulan bukti-bukti:
·         Buku nikah asli dan photocopy-nya;
·         Kartu keluarga asli dan photocopy-nya (bila sudah dibuat);
·         Akta kelahiran anak asli dan photocopy-nya;
·         Sertipikat rumah yang di-gonogini-kan beserta photocopy-nya;
·         BPKB mobil yang di-gonogini-kan beserta photocopy-nya

Nazegelen bukti-bukti di kantor pos Setelah bukti-bukti tersebut terkumpul, selanjutnya Susan memisahkah antara bukti-bukti asli dengan bukti-bukti yang sudah photocopy-nya. Bukti-bukti photocopy-an harus di nazegelen (di cap materai), caranya; bawalah bukti-bukti photocopy-an tersebut ke kantor pos besar (kantor pos pusat di lap. Banteng atau di kantor pos Mampang). Lalu tiap-tiap bukti photocopy-an tersebut ditempel materai dan di cap oleh petugas kantor pos. Biaya setiap materai dan pengecapan biasanya Rp 6.000-an. Dan terakhir, berilah/tulislah nomor urut pada bukti-bukti photocopy tersebut di sampul depan pada posisi kanan atas seperti “Bukti P-1”, “Bukti P-2” dan seterusnya.
Contoh ( dalam perkara Susan ):
1.      bukti photocopy akta nikah, ditulis di kanan atas “Bukti P-1”
2.      bukti photocopy akta kelahiran anak bernama Cali Rambu Herlambang, ditulis di kanan atas “Bukti P-2”
3.      bukti photocopy Sertipikatnya, ditulis di kanan atas “Bukti P-3”
4.      bukti photocopy BPKB mobilnya, ditulis di kanan atas “Bukti P-4”
Demikian seterusnya berurutan sesuai dengan bukti-bukti yang tercantum dalam gugatan cerainya.
Contoh surat/akta bukti dari Penggugat/Susan :
Persiapan membawa saksi-saksi
Menghadiri saksi dalam sidang pembuktian adalah sesuatu yang wajib, bila tidak maka umumnya hakim akan mengalahkan gugatan yang telah kita buat. Mengapa keberadaan saksi sangatlah penting? Karena dari informasi/keterangan saksi-saksi itulah si hakim menilai apakah keterangan saksi-saksinya tersebut sesuai dengan apa yang telah di-argumen-kan dalam gugatan perceraiannya. 
Tentang saksi :
  -   Saksi yang akan ditampilkan haruslah minimal 2 orang;
 -   Para saksi itu usahakan yang mempunyai hubungan darah (orang tua/saudara kandung/sepupu);
Dalam perkara ini Susan (Penggugat) akan menghadiri 2 orang saksi, yakni kedua orang tuanya sendiri, yaitu:
1.      Bapak Ibnu bin Tayeb; dan
2.      Ibu Afni binti Duloh. 
Sebelum sidang pembuktian/saksi dimulai, Susan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan untuk ditanyakan kepada para saksi-nya, setelah itu Susan memberitahukan kepada para saksinya tentang pertanyaan apa saja yang akan ditanyakan saat sidangnya nanti, agar para saksi dapat menjawabnya dengan tenang dan tidak gugup.
Sidang pembuktian/saksi dimulai, di awal sidang, satu saksi dipersilahkan hakim untuk berdiri untuk memperlihatkan KTP lalu hakim membacakan sumpah saksi yang diikuti oleh saksi. Saksi dipersilahkan duduk dan Hakim akan melontarkan pertanyaan-pertanyaan menyangkut sengketa rumah tangga Susan. Setelah itu Susan diberikan kesempatan untuk bertanya kepada saksi.
Tentang pertanyaan-pertanyaan Susan untuk para saksi
Umumnya pertanyaan Penggugat untuk para saksi haruslah pertanyaan yang jawabannya nanti merupakan jawaban yang mendukung argument gugatan cerainya si Susan, misalnya yaitu (dalam perkara ini para saksi Penggugat/Susan adalah Bapak dan Ibu kandungnya sendiri):
·         Apakah bapak/ibu adalah orang tua kandung saya?
·         Bisakah bapak/ibu menceritakan kehidupan rumah tangga kami?
·         Apakah benar suami saya menelantarkan saya?, mohon beri penjelasan
·         Apakah bapak/ibu mengetahui bahwa kami mempunyai seorang anak yang masih balita? Mohon beri penjelasan
·         Apakah benar bahwa kami mempunyai rumah tinggal yang dihasilkan setelah kami menikah? Mohon dijelaskan dimana letak rumah itu
·         Apakah benar bahwa kami mempunyai mobil yang dihasilkan setelah kami menikah? Mohon dijelaskan kapan kami membelinya dan mobil apakah itu
Setelah Susan selesai bertanya, kini giliran Tergugat bertanya kepada saksi-saksi tersebut. Tak perlu khawatir, yang penting jawablah pertanyaan dari si Tergugat dengan tenang dan sejujur-jujurnya, janganlah berbohong karena dapat dikenakan pidana memberikan keterangan palsu.
Setelah itu sidang pembuktian/saksi dari Penggugat selesai!
Sidang Pembuktian Saksi dari Tergugat
Pada tahap ini prosesnya sama dengan sidang pembuktian saksi dari Penggugat, cuma kali ini kondisinya dibalik. Susan akan mendapatkan hak bertanya pada para saksi dari Tergugat. Susan membuat daftar pertanyaan-pertanyaan yang menyudutkan para saksi si Tergugat. Namun bilamana Susan tidak ingin bertanya, tentunya diperbolehkan hakim, biarlah hakim yang bertanya pada si saksi.
Contoh akta bukti Tergugat :
Pada kesempatan sidang saksi dari Tergugat, Tergugat mendatangkan saksi-saksi :
  1.  Gunawan Herlambang bin Herlambang; dan
  2.  Genik Saraswati binti Pamuji Suptandar yang keduanya adalah orang tua kandung   tergugat.
Pada kesempatan sidang saksi Penggugat, para saksi ditanyakan oleh hakim mengenai
1.  Apakah/bagaimana hubungan saksi dengan Tergugat
2.  Bisakah menceritakan mengenai permasalahan hubungan Tergugat-Penggugat?
3.  Dimanakah sekarang Tergugat bekerja?
4.  apakah Tergugat masih memberikan nafkah kepada Penggugat?
Dan hal-hal pertanyaan yang sejenisnya.
Sidang kesimpulan
Sidang kesimpulan adalah sidang penyerahan surat kesimpulan dari proses sidang-sidang sebelumnya. Dari adanya surat gugatan, jawaban, replik, duplik, keterangan para saksi dan kesimpulan diambil intisari-nya saja untuk dijadikan suatu kesimpulan.
Pada sidang kesimpulan ini dilaksanakan hanya 1 hari saja dimana Penggugat dan Tergugat, keduanya menyerahkan surat kesimpulan secara bersamaan dalam 1 hari yang ditentukan oleh Hakim.
Sidang kesimpulan hanya berlangsung sebentar, biasanya hanya 5 menit dan tidak ada tanya jawab antara para pihak. Lalu Hakim akan menunda sidang selama 2 minggu untuk sidang pembacaan putusan (sidang terakhir).
Contoh surat kesimpulan dari Susan :
Contoh surat kesimpulan dari Tergugat :
Sidang Putusan
Sudang Putusan adalah sidang terakhir dari proses persidangan perceraian. Pada tahap ini kedua-belah pihak diwajibkan hadir (atau bisa diwakilkan pengacaranya jika memang diwakili oleh seorang pengacara).
Hakim akan membacakan isi putusan, apakah gugatan cerai Susan dikabulkan atau tidak. Seperti biasa, dalam sidang ini para pihak dipersilahkan duduk dihadapan hakim lalu hakim membacakan isi putusannya tersebut.
Contoh Putusan Hakim ( hanya isi akhir putusannya saja ) :
(isi putusan sidang = petitumnya saja)
Setelah isi putusan dibacakan, panitera akan memberikan Susan tanda selesai sidang yang harus ditebus di kasir Pengadilan Agama.
Sidang perceraian sudag diputus hakim! Namun belum berkekuatan hukum (belum syah). Di poin di bawah ini dijelaskan mengenai hal tersebut.
Hal-Hal Setelah Putusan
Ada beberapa hal yang harus diketahui dan dilakukan setelah sidang putusan, yakni;
1.      Waktu tunggu 14 hari
Setelah putusan cerai dibacakan hakim maka saat itu belum-lah dapat dinyatakan bahwa perceraian itu sudah syah secara hukum. Penggugat harus menunggu 14 hari dihitung sejak dibacakannya putusan kepada para pihak, barulah status cerai itu dinyatakan syah (berkekuatan hukum) jika dalam 14 hari itu si Tergugat tidak mengajukan keberatan (banding); 
Jika Tergugat mengajukan banding maka Penggugat-Tergugat belumlah bercerai, harus mengikuti lagi proses pengadilan agama tingkat banding (Pengadilan Tinggi Agama);
2.      Mengambil akta cerai
Susan diwajibkan mengambil akta cerai-nya pada si panitera yang mengurusi perkara perceraiannya. Biasanya akta cerai baru dapat diambil 3 minggu setelah sidang putusan. Umumnya ada biaya tersendiri untuk mengambil akta cerai tersebut (kordinasikanlah pada si panitera); 
Catatan:
Salinan Putusan terdiri dari beberapa rangkap, yakni:
a.  Akta cerai;
b.  Salinan putusan.Bila gugatan cerai (permohonan talaq) diajukan oleh seorang suami, maka Salinan Putusan ada 3 bagian, yakni:
a.  Akta Cerai
b.  Salinan Putusan; dan
c.  Penetapan.
3.      Setelah Akta Cerai didapat, maka Susan sudah menjadi seorang yang “single” lagi, dia dapat menentukan hidupnya sendiri. Namun tentunya adanya bunyi putusan yang tertera dalam (salinan) Putusan Cerai itu wajib dilaksanakan oleh para pihak. Misalkan dalam putusannya itu si Susan yang mendapatkan hak pengasuhan kedua anaknya, maka si Suami wajib meng-ikhlaskan kedua anaknya untuk tinggal bersama Susan. Begitu pula dalam putusan yang mengatur pembagian harta gono-gini, bilamana Susan mendapatkan setengah dari harga (prakiraan) rumah yang diminta gono-gininya maka si Suami wajib memberikan uangnya tersebut. Juga mengenai pembagian aset/mobil yang digono-ginikan Susan, si Suami wajib tunduk memenuhi isi putusan cerainya






















F.        FORMAT SURAT GUGATAN CERAI
Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Agama .....................
Di tempat       
Assalamualaikum wr. wb.

Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama                     : ..................................................binti/bin..........................................................
Umur                     : ................... tahun
Agama                   : Islam
Pendidikan            : .....................................
Pekerjaan               : .....................................
Tempat tinggal      :  ............................................................................RT/RW.......................................... Desa/Kelurahan..........................................Kecamatan................................... Kabupaten................................................;
selanjutnya disebut Penggugat,

mengajukan gugatan cerai terhadap suami penggugat, :
Nama                     : ..............................................binti/bin...............................................
Umur                     : .......................................... tahun
Agama                   : Islam
Pendidikan            : ................................................
Pekerjaan               : ................................................
Tempat tinggal      :  ............................................................................RT/RW.......................................... Desa/Kelurahan..........................................Kecamatan................................... Kabupaten................................................;
selanjutnya disebut Tergugat.

G.       TENTANG PERMASALAHANNYA
1. Bahwa Penggugat telah melangsungkan pernikahan dengan Tergugat pada tanggal ………………………… di hadapan pejabat PPN KUA Kecamatan ……………..…………… dengan Kutipan Akta Nikah/Duplikat No. ………………………. tanggal ………………………….
2.       Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat hidup rukun sebagaimana layaknya suami isteri dengan baik, telah/belum berhubungan badan dan keduanya bertempat tinggal bersama semula di ………………………………………….. dan terakhir di …………………………………………………….. selama ………………………….. bulan/tahun.
3.       Bahwa dari pernikahan tersebut telah dikaruniai anak …………………. orang yang masing-masing bernama:
3.1. …………………………………....………, lahir tanggal ………………………….…….
3.2 …………………………………..……..…., lahir tanggal ………………….…………….
3.3. ……………………………………….……, lahir tanggal ……………….……………….
4.       Bahwa kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulai goyah dan terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang sulit diatasi sejak tanggal …………….. bulan ……………. tahun …….…. sampai dengan ……………….……………
5.       Bahwa perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat semakin tajam dan memuncak terjadi pada tanggal ………….. bulan …………. tahun ……………
6.       Bahwa sebab-sebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut karena:
6.1. ……………………………………………………………………………………………………
6.2………………………………………………………………………………………………………
6.3………………………………………………………………………………………………………
6.4………………………………………………………………………………………………………
6.5………………………………………………………………………………………………………
7.       Bahwa akibat dari perselisihan dan pertengkaran tersebut, akhirnya sejak tanggal ……… bulan …………. Tahun ………….. hingga sekarang selama kurang lebih ……….. tahun ……… bulan, Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal/berpisah ranjang karena Penggugat/Tergugat*) telah pergi meninggalkan tempat kediaman bersama, yang mana dalam pisah rumah tersebut saat ini Penggugat bertempat tinggal di …………………………………. dan Tergugat bertempat tinggal di …………………………………..
8.       Bahwa sejak berpisah Penggugat dan Tergugat selama …………… tahun …………… bulan, maka hak dan kewajiban suami isteri tidak terlaksana sebagaimana mestinya karena sejak itu Tergugat tidak lagi melaksanakan kewajibannya sebagai suami terhadap Penggugat.
9.       Bahwa Penggugat telah berupaya mengatasi masalah tersebut dengan jalan/cara bermusyawarah atau berbicara dengan Tergugat secara baik-baik tetapi tidak berhasil.
10.   Bahwa dengan sebab-sebab tersebut di atas, maka Penggugat merasa rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat tidak bisa dipertahankan lagi, karena perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang berkepanjangan dan sulit diatasi dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi, maka Penggugat berkesimpulan lebih baik bercerai dengan Tergugat.
11.   Bahwa anak-anak Penggugat dan Tergugat selama ini tinggal bersama Penggugat/Tergugat*, karena itu untuk kepentingan anak-anak itu sendiri dan rasa kasih sayang Penggugat terhadap mereka, maka Penggugat mohon agar anak-anak tersebut ditetapkan dalam pengasuhan dan pemeliharaan Penggugat.
        Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat mohon kepada Majelis hakim untuk menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
Primer:
  1. Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.
  2. Menjatuhkan talak satu ba’in sughra Tergugat, ………………….. bin ………………., terhadap Penggugat, …………………. binti ……………….
  3. Menetapkan anak-anak Penggugat dan Tergugat yang masing-masing bernama ……………………….. lahir tanggal ……………………….. dan ……………………. lahir tanggal ………………………………. Berada dalam pengasuhan dan pemeliharaan Penggugat.
  4. Menghukum Tergugat untuk menyerahkan pengasuhan dan pemeliharaan anak-anak tersebut kepada Penggugat.
  5. Membebankan biaya perkara ini sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Subsider:
Dan atau jika pengadilan berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono). Demikian gugatan ini diajukan, selanjutnya Penggugat mengucapkan terima kasih.




Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
         Hormat Penggugat,
  

           ………………………..




Catatan:
*Coret yang tidak perlu










H.      FORMAT SURAT GUGATAN CERAI DAN PERMOHONAN PRODEO

Kepada Yth.
Ketua Pengadilan Agama .....................
Di tempat
                                                                                           
Assalamualaikum wr. wb.

Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama                            : ..................................................binti/bin..........................................................
Umur                            : ................... tahun
Agama                          : Islam
Pendidikan                : .....................................
Pekerjaan                   : .....................................
Tempat tinggal         :   ............................................................................RT/RW.......................................... Desa/Kelurahan..........................................Kecamatan................................... Kabupaten................................................;
selanjutnya disebut Penggugat,

mengajukan gugatan cerai terhadap suami penggugat, :
Nama                            : ..............................................binti/bin...............................................
Umur                            : .......................................... tahun
Agama                          : Islam
Pendidikan                : ................................................
Pekerjaan                   : ................................................
Tempat tinggal         :   ............................................................................RT/RW.......................................... Desa/Kelurahan..........................................Kecamatan................................... Kabupaten................................................;
selanjutnya disebut Tergugat.




I.          TENTANG PERMASALAHANNYA

1.       Bahwa Penggugat telah melangsungkan pernikahan dengan Tergugat pada tanggal ………………………… di hadapan pejabat PPN KUA Kecamatan ……………..…………… dengan Kutipan Akta Nikah/Duplikat No. ………………………. tanggal ………………………….

  1. Bahwa setelah menikah Penggugat dan Tergugat hidup rukun sebagaimana layaknya suami isteri dengan baik, telah/belum berhubungan badan dan keduanya bertempat tinggal bersama semula di ………………………………………….. dan terakhir di ……………………………….. selama ………………………….. bulan/tahun.

  1. Bahwa dari pernikahan tersebut telah dikaruniai anak …………………. orang yang masing-masing bernama:
1.       …………………………………....………, lahir tanggal ………………………….…….
2.       …………………………………..……..…., lahir tanggal ………………….…………….
3.       . ……………………………………….……, lahir tanggal ……………….……………….

4.       Bahwa kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat mulai goyah dan terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang sulit diatasi sejak tanggal …………….. bulan ……………. tahun …….…. sampai dengan ……………….……………

5.       Bahwa perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat semakin tajam dan memuncak terjadi pada tanggal ………….. bulan …………. tahun ……………

6.       Bahwa sebab-sebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut karena:
6.1. ……………………………………………………………………………………………………
6.2………………………………………………………………………………………………………
6.3………………………………………………………………………………………………………
6.4………………………………………………………………………………………………………
6.5………………………………………………………………………………………………………

7.       Bahwa akibat dari perselisihan dan pertengkaran tersebut, akhirnya sejak tanggal ……… bulan…………. tahun………….. hingga sekarang selama kurang lebih ………..tahun ……… bulan, Penggugat dan Tergugat telah berpisah tempat tinggal/berpisah ranjang karena Penggugat/Tergugat*) telah pergi meninggalkan tempat kediaman bersama, yang mana dalam pisah rumah tersebut saat ini Penggugat bertempat tinggal di …………………………………. dan Tergugat bertempat tinggal di …………………………………..

8.       Bahwa sejak berpisah Penggugat dan Tergugat selama …………… tahun …………… bulan, maka hak dan kewajiban suami istri tidak terlaksana sebagaimana mestinya karena sejak itu Tergugat tidak lagi melaksanakan kewajibannya sebagai suami terhadap Penggugat.

9.       Bahwa Penggugat telah berupaya mengatasi masalah tersebut dengan jalan/cara bermusyawarah atau berbicara dengan Tergugat secara baik-baik tetapi tidak berhasil.

10.   Bahwa dengan sebab-sebab tersebut di atas, maka Penggugat merasa rumah tangga antara Penggugat dan Tergugat tidak bisa dipertahankan lagi, karena perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang berkepanjangan dan sulit diatasi dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi, maka Penggugat berkesimpulan lebih baik bercerai dengan Tergugat.

11.   Bahwa anak-anak Penggugat dan Tergugat selama ini tinggal bersama Penggugat/Tergugat*, karena itu untuk kepentingan anak-anak itu sendiri dan rasa kasih sayang Penggugat terhadap mereka, maka Penggugat mohon agar anak-anak tersebut ditetapkan dalam pengasuhan dan pemeliharaan Penggugat.

12. Bahwa pemohon adalah orang yang tidak mampu sesuai dengan Surat Keterangan Tidak Mampu nomor .................. yang dikeluarkan oleh Kelurahan/ Desa  ...........................Kecamatan ........................ Kabupaten.............. Propinsi.................

        Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat mohon kepada Majelis hakim untuk menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:

Primer:

1.       Mengabulkan gugatan Penggugat seluruhnya.
2.      Mengijinkan Penggugat untuk berperkara secara Cuma-Cuma
3.       Menjatuhkan talak satu ba’in sughra Tergugat, ………………….. bin ………………., terhadap Penggugat, …………………. binti ……………….
4.       Menetapkan anak-anak Penggugat dan Tergugat yang masing-masing bernama ……………………….. lahir tanggal ……………………….. dan ……………………. lahir tanggal ………………………………. Berada dalam pengasuhan dan pemeliharaan Penggugat.
5.       Menghukum Tergugat untuk menyerahkan pengasuhan dan pemeliharaan anak-anak tersebut kepada Penggugat.
6.      Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada negara



Subsider:
Dan atau jika pengadilan berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Demikian gugatan ini diajukan, selanjutnya Penggugat mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
         Hormat Penggugat,

        ………………………..
Catatan:
*Coret yang tidak perlu

























J.     PETUNJUK PENGISIAN SURAT GUGATAN CERAI DAN PERMOHONAN PRODEO TENTANG DATA PENGGUGAT DAN TERGUGAT

1.       Isilah Nama Lengkap anda (Penggugat) dan suami (Tergugat) termasuk gelar dan nama orang tua anda sesuai dengan dokumen terakhir. Contoh: Ir. Nurlaila Binti H. Hasan (Penggugat) dan Amir Bin Sutomo (Tergugat).
Jika nama anda tertulis berbeda di dokumen, maka tuliskan nama tersebut dengan alias. Contoh : Ir. Nurlaila Binti H. Hasan alias Ir. Nur Laela Binti H. Hasan
2.       Isilah usia anda saat mengajukan gugatan cerai.
3.       Isilah agama anda.
4.       Isilah pendidikan terakhir anda.
5.       Isilah nama pekerjaan anda saat ini.
6.       Isilah alamat lengkap tempat tinggal anda sesuai dengan alamat anda tinggal saat ini lengkap dengan nomor rumah, RT, RW, desa atau kelurahan, kecamatan, kabupaten atau kota.
7.       Apabila anda tidak mengetahui alamat suami saat ini, maka isilah alamat suami dengan menggunakan alamat  terakhir yang anda ketahui, lalu berikan keterangan bahwa anda tidak mengetahui di mana tempat tinggal suami saat ini (alamat tidak diketahui baik di dalam ataupun di luar Indonesia).

TENTANG PERMASALAHANNYA
1.       Tulislah tanggal terjadinya akad nikah, KUA yang mencatatkan akad nikah, No. Kutipan Akta Nikah dan tanggal dikeluarkan Akta Nikah.
2.       Tuliskan alamat tempat tinggal pertama saat menikah dan alamat tempat tinggal selanjutnya saat hidup bersama suami dan terakhir sebutkan berapa lama anda tinggal bersama dengan suami.
3.       Apabila dalam pernikahan anda ada anak-anak, sebutkan jumlah anak, nama masing-masing anak dan tanggal lahir mereka sesuai dengan akta atau surat keterangan lahir.
4.       Sebutkan awal terjadinya pertengkaran atau ketidakcocokan dengan suami.
5.       Sebutkan kapan pertengkaran semakin memuncak.
6.       Sebutkan alasan-alasan atau penyebab terjadinya pertengkaran antara anda dan suami.
7.       Sebutkan kapan pertengkaran terakhir terjadi sehingga terjadi pisah ranjang atau pisah rumah dan sebutkan alamat tinggal setelah pisah ranjang atau rumah.
8.       Sebutkan berapa lama perpisahan antara anda dan suami terjadi.
9.       Tuliskan jika ada upaya perdamaian dengan suami.
10.   Tuliskan bahwa akibat pertengkaran yang terus menerus tersebut  sudah  tidak ada lagi harapan untuk hidup rukun sebagai suami istri.
11.   Tuliskan bahwa anda menginginkan anak-anak anda berada dalam pengasuhan anda, jika anda menuntutnya.
12.   Tuliskan poin ini jika anda menginginkan beperkara secara prodeo (Cuma-Cuma)


ISI TUNTUTAN PUTUSAN/PENETAPAN
Lihatlah contoh isi tuntutan primer dan subsider (lampiran 1 & 2)
Poin no 2 dan 6 dituliskan jika anda menginginkan beperkara secara prodeo (Cuma-Cuma).

TANDA TANGAN
Buatlah Gugatan rangkap 5 (lima) dan semuanya dibubuhi tanda tangan asli (bukan fotokopi). Tuliskan juga nama jelas anda di bawah tanda tangan tersebut.


K.  FORMAT SURAT KUASA  INSIDENTII

SURAT KUASA INSIDENTIL
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama                                   :     …………………………………… (diisi nama pihak/ orang yang memberi kuasa)
Kewarganegaraan           :     Indonesia
Pekerjaan                           :     …………………………………….
Alamat                                 :     Jalan ……………………. Nomor ……… RT ……… RW ……… Desa/ Kelurahan …………… Kecamatan ……………. Kabupaten……………

Dengan ini memberi Kuasa Insidentil kepada :
Nama                                   : …………………………………… (diisi nama pihak/ orang yang memberi kuasa)
Kewarganegaraan          :     Indonesia
Pekerjaan                          :     …………………………………….
Alamat                                 :     Jalan ……………………. Nomor ……… RT ……… RW ……… Desa/ Kelurahan …………… Kecamatan ……………. Kabupaten……………

Khusus untuk hal-hal sebagai berikut :
1.       Mendampingi dan atau mewakili serta membela hak dan kepentingan hukum pemberi kuasa selaku Penggugat/ Pemohon di Pengadilan Agama …………...............……. atas perkara …………….........…, perkara mana telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama ……....………. Tanggal.…bulan…... Tahun..….., dengan Register Perkara Nomor……..
2.       Menerima, membuat dan menandatangani serta mengajukan surat-surat, saksi-saksi, permohonan-permohonan, memberikan keterangan, bantahan-bantahan, mengadakan perdamaian, dan dapat mengambil segala sikap atau tindakan-tindakan yang dianggap penting dan perlu, serta berguna sepanjang menyangkut hak dan kepentingan pemberi kuasa dalam perkara tersebut di atas;
3.       Menghadap/ menghadiri persidangan-persidangan di Pengadilan Agama …………, dalam upaya membela dan memperjuangkan hak dan kepentingan hukum pemberi kuasa dalam perkara tersebut di atas;
4.       Mengambil dan atau menerima surat-surat/ salinan-salinan/ akta-akta yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama ……….. setelah selesainya pemeriksaan perkara tersebut;

Demikian Surat Kuasa Insidentil ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

                                                                                …………….(kota/ kabupaten), …….. 2010

Penerima Kuasa                                                                                                                     Pemberi Kuasa

Materia Rp 6.000,-
Ttd                                                                                                                    ttd
(………………………..)                                                                                                              (……………………….)







BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pengadilan dalam lingkungan peradilan agama dalah pengadilan negara yang melakukan kekuasaan kehakiman mengenai perkara perdata tertentu di kalangan golongan rakyat tertentu, perkara perdata itu adalah di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, dan shadaqah berdasarkan hukum islam dikalangan orang orang yang beragama islam. Oleh karena itu, asas-asas peradilan yang diterapkan, selain bersifat umum, dalam hal trertentu memiliki spesifikasi.
Pembinaan terhadap pengadilan dalam lingkungan peradilan agama dilakukan oleh mahkamah agung dan departemen agama. Pembinaan oleh mahkamah agung terhadap teknis peradilan (teknis yudisial), yaitu dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya. Sedangkan pembinaan yang dilakukan oleh departemen agama di bidang oprganisasi, administrasi, dan keuangan.
upaya hukum terdiri atas 2 macam, yaitu upaya hukum biasa yang terdiri atas verset, banding, kasasi dan kedua upaya hukum luar bisa yaitu peninjauan kembali terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. semua upaya hukum itu dilengkapi dengan syarat-syarat tertentu dan jangka waktu tertentu (kecuali peninjauan kembali).




DAFTAR PUSTAKA


Bisri, Cik Hasan.PERADILAN AGAMA DI INDONESIA.1996.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Manan,Abdul.ANEKA MASALAH HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA.2008.Jakarta:Kencana Prenada Media Grup.
UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

1 komentar: