Selasa, 27 Maret 2012





NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Pada Mata Kuliah Hak Asasi Manusia




Disusun Oleh :

Agus Rukanda (208.800.007)



JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
    2011




BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Gagasan negara hukum yang demokratis tempat di mana hak asasi manusia (HAM) diakui, dihormati dan dilindungi telah dikemukakan oleh para perintis kemerdekaan Republik Indonesia. cita-cita Negara Hukum yang demokratis tempat di mana HAM dimajukan dan dilindungi hidup bersemi dan terus berkembang dalam pikiran dan hati para perintis kemerdekaan . Hidup dan keberlakuan konstitusi sangat dipengaruhi oleh dinamika interaksi politik dari kekuatan-kekuatan politik, sosial dan kultural dalam suatu masyarakat berbangsa.
Fenomena Negara Hukum yang demokratis tempat di mana HAM dimajukan dan dilindungi sudah merupakan fenomena Universal. Seperti dikatakan Prof. Mark Tushnet, bahwa globalisasi hukum konstitusi adalah sesuatu yang tak terhindarkan. Sekarang kita menyaksikan fenomena konstitusi-konstitusi dari banyak negara yang mengakui prinsip perlindungan hak-hak individual (pribadi) atas kebebasan politik, perlindungan hak-hak sipil, hak atas pemilikan kekayaan, dan kemerdekaan dan kemandirian kekuasaan kehakiman, dan hak-hak demokrasi lainnya. Sekarang ini negara-negara bersaing meyakinkan masyarakat internasional, bahwa konstitusi mereka lebih demokratis dan melindungi HAM.
B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah, diantaranya:
1.      Apa yang di maksud Negara Hukum dan HAM?
2.      Bagaimana konsep dan tujuan hukum?
3.      Apa saja prinsip negara hukum itu?
4.      Bagaimana hubungan antara Negara Hukum dan Ham?


C.      Tujuan
Memberikan suatu pengertian yang jelas mengenai konsep negara hukum dan HAM SERTA membahas kaitan atau hubungan diantara keduanya. Mengetahui gambaran umum tentang negara hukum dan HAM.





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Negara Hukum
Negara Hukum disebut Rechtsstaat/Rule of Law bersumber dari pengalaman demokrasi konstitusional di Eropa abad 19 dan 20. Negara demokrasi pada dasarnya adalah negara hukum. Ciri negara hukum adalah adanya supremasi hukum, jaminan Ham dan legalitas hukum. Indonesia adalah negara hukum; seperti tertuang dalam UUD 45 ps 1(3). Negara hukum berkaitan dengan HAM, krn salah satu cirinya adalah adanya jaminan atas HAM.
Negara hukum (rechsstaat/rule of law) adalah negara yg penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara berdasar hukum menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi (supreme). Supremasi hukum tidak boleh mengabaikan tiga ide dasar hukum: keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Pemerintahan dalam negara hukum harus kon stitusional artinya ada pembatasan kekuasaan dan ada jaminan hak dasar warga negara.(dalam negara komunis/otoriter ada konstitusi tapi tidak konstitusional).
Negara hukum adalah unik, karena negara dipahami sebagai konsep hukum; unik sebab tidak ada negara ekonomi, negara politik dan sebagainya.
B.       Negara hukum formal dan negara hukum material
Negara hukum formal adalah negara hukum dalam arti sempit yaitu negara yang membatasi ruang geraknya dan bersifat pasif terhadap kepentingan rakyat negara. Negara tidak campur tangan secara banyak terhadap urusan dan kepentingan warga negara. Urusan ekonomi diserahkan kepada warga dengan dalil laissez faire,laissez faire artinya warga dibiarkan mengurus kepentingan ekonominya sendiri maka dengan sendirinya perekonomian negara akan sehat.
Negara hukum material adalah negara hukum dalam arti luas(modern), pemerintah diberi tugas membangun kesejahteraan diberbagai lapangan kehidupan. Pemerintah diberi Freies Ermessen, yaitu kemerdekaan yang dimiliki pemerintah untuk turut serta dalam kehidupan ekonomi sosial dan keleluasaan untuk tidak terikat pada produk legislasi parlemen.
Konsep negara material, pemerintah (eksekutif) bahkan bisa memiliki kewenangan legislatif dalam hal :
1.      Adanya hak inisiatif yaitu hak mengajukan RUU tanpa terlebih dahulu ada persetujuan parlemen meski dibatasi waktu tertentu.
2.      Hak delegasi yaitu membuat peraturan perundangan dibawah UU.
3.      Droit ermessen yaitu menafsirkan sendiri aturan2 yang masih enunsiatif.
Negara hukum material (modern/ welfare state) adalah negara yang pemerintahannya memiliki keleluasaan untuk turut campur dalam urusan warga dengan dasar bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Negara bersifat aktif dan mandiri dalam upaya membangun kesejahteraan rakyat.
C.      Konsep Negara Hukum Kontemporer
Gagasan, cita, atau ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan. Yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah Inggeris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip “rule of law” yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “the Rule of Law, and not of Man”. Yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri, bukan orang. Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul “The Laws”2, jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah sejak lama dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.
Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu:
1. Perlindungan hak asasi manusia.
2. Pembagian kekuasaan.
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
4. Peradilan tata usaha Negara.
D.      Fungsi Hukum
Prof.Mr.W.F.de Gaay Fartman dalam bukunya Rechtdoen dalam terjemahan rahasia hukum oleh Dr.O.Notohamidjojo mengatakan bahwa fungsi hukum meliputi 5 hal yaitu :
1.    Hukum itu mengatur,menciptakan tata.
2.    Hukum menimbang kepastian yang satu dengan yang lain.
3.    Hukum memberikan kebebasan.
4.    Hukum menciptakan tanggung jawab.
5.    Hukum memidana.
Iskandar mengatakan tentang fungsi hukum ialah sebagai sosial control(control social) juga berfungsi sebagai alat perubahan sosial (Social engenering) fungsi tersebut akan tidak tercipta dan akan menghambat terciptanya keadilan ekonomi maupun keadilan politik apabila hukum tidak digunakan dengan penggunaan kekuasaan tidak sesuai dengan hakikat sebabkalau hukum tidak benar penggunaanya maka kekuasaanpun cenderung digunakan secara tidak benar.
Dari beberapa pendapat yang diuraikan di atas bahwa dungsi hukum pada dasarnya meliputi sebagai berikut :
1.      Hukum dalam proses kerjanya untuk mengatur perhubungan hukum masyarakat.
2.      Menciptakan rasa tanggung jawab terhadap suatu perbuatan masyarakat dan pemerintah.
3.      Sebagai alat yang menyelesaikan sengketa atau konflik dalam masyarakat.
4.      Sebagai instrumen pengendalian sosial.
E.       Tujuan Hukum dan Prinsip Negara Hukum
Dalam suatu Negara Hukum,kehidupan masyarakat tidak seharusnya ditentukan oleh kemauan satu atau beberapa orang yang berkuasa saja,tetapi harus adanya kepastian hukum tentang hakikat dan kewajiban-kewajiban setiap orang berdasar aturan hukum yang beraku,peraturan mana sudah barang tentu dibuat oleh wakil-wakil rakyat yang telah dipilih sebelumnya dalam pemilihan umum yang bebas dan rahasia.
Tujuan hukum pada prinsipnya meliputi 3 unsur pokok yaitu :
1.      Hukum itu bertujuan untuk mencapai keadilan.yang dimaksud ialah bahwa masyarakat hendaknya diperlakukan sesuai hak-haknya sebagai martabat kemanusiaannya .
2.      Kepastian hukum dalam arti bahwa terhadap tindakan yang dilakukan setiap orang atau anggota masyarakat itu dapat segera dengan cepat ditentukan apakah perbuatan itu melanggar dinyatakan menyimpang dari hukum atau tidak.
3.      kegunaan yang berarti bahwa dalam proses kerjanya hukum itu dapat memaksa masyarakat umumnya dan penegak hukum khususnya untuk melakukan segala aktifitasnya selalu berkaca mata pada hukum yang mengaturnya.
4.      Aristoteles memberikan pendapatnya,tujuan dari pada hukum adalah untuk mencapai "keadilan" adil yang dimaksudkan yaitu bahwa peraturan itu terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi .sedang keadilan disini dibagi dalam dua macam keadilan yaitu :
5.      Keadilan Distributif adalah keadilan yang memberikan setiap orang jatah menurut jasanya.
6.      Keadilan Commulatif ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan.
7.      tujuan hukum menurut Aristoteles lebih menitikberatkan pada faktor  pengertian ekonomi,yang mana setiap tindakan seseorang diukur menurut hasil dari yang diperbuatnya,karena disitu penekanan pada pembagian dari suatu jasa yang diperbuatnya oleh seseorang  dan pergaulan masyarakat terhadap perhubungannya.
8.      dari beberapa pendapat mengenai konsep dan tujuan hukum yang dikemukakan para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum dalam proses bekerjanya meliputi :
9.      bahwa hukum dilaksanakan dalam rangka mencapai keadilan.
10.  eksistensi hukum ialah untuk mengatur perhubungan yang dilakukan masyarakat dalam semua aktivitasnya antara orang yang satu dengan orang lain termasuk dalam hubungannya dengan pemerintah yang didalamnya juga mengatur hak,wewenang dan hubungan antar lembaga-lembaga negara tersebut.
11.  memberikan kepastian hukum terhadap semua orang dalam proses pelaksanaan bekerjanya hukum sesuai cita-cita hukum
Para Sarjana Eropa Kontinental—yang diwakili oleh Julius Stahl—menuliskan prinsip negara hukum (Rechtsstaat) dengan mengimplementasikan:
1. Perlindungan hak asasi manusia;
2. Pembagian kekuasaan;
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang;
4. Peradilan Tata Usaha Negara.
International Comission of Jurists pada konfrensinya di Bangkok (1965) juga menekankan prinsip-prinsip negara hukum yang seharusnya dianut oleh sebuah negara hukum, yaitu:
1. Perlindungan konstitusional, artinya, selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2. Badan-badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3. Pemilihan umum yang bebas;
4. Kebebasan menyatakan pendapat;
5. Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi; dan
6. Pendidikan kewarganegaraan.
Jimly Ashshiddiqie menuliskan kembali prinsip-prinsip negara hukum dengan menggabungkan pendapat dari sarjana-sarjana Anglo-Saxon dengan sarjana-sarjana Eropa Kontinental. Menurutnya dalam negara hukum pada arti yang sebenarnya, harus memuat dua belas prinsip, yakni:
1.    Supremasi Hukum (Suprermacy of Law).
Dalam perspektif supremasi hukum, pada hakekatnya pemimpin tertinggi negara yang sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi, The Rule of Law and not of man.
2.      Persamaan dalam hukum (Equality before the Law).
Setiap orang berkedudukan sama dalam hukum dan pemerintahan. Sikap diskrimatif dilarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang disebut affirmative action, yakni tindakan yang mendorong dan mempercepat kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan, sehingga mencapai perkembangan yang lebih maju dan setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan yang telah lebih maju.
3.      Asas Legalitas (Due Process of Law).
Segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Setiap perbuatan administrasi harus didasarkan atas aturan atau rules and procedurs (regels). Namun, disamping prinsip ini ada asas frijsermessen yang memungkinkan para pejabat administrasi negara mengembangkan dan menetapkan sendiri beleid-regels atau policy rules yang berlaku secara bebas dan mandiri dalam rangka menjalankan tugas jabatan yang dibebankan oleh peraturan yang sah.
4.      Pembatasan kekuasaan.
Adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal. Kekuasaan harus selalu dibatasi dengan cara memisahkan kekuasaan ke cabang-cabang yang bersifat checks and balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain.
Dapat juga dilakukan pembatasan dengan cara membagikan kekuasaan negara secara vertikal, dengan begitu kekuasaan negara tidak tersentralisasi dan terkonsentrasi yang bisa menimbulkan kesewenang-wenangan. Akhirnya falsafah power tends to corrupt, and absolut power corrupts absolutly bisa dihindari.
5.      Organ-organ eksekutif independen.
Independensi lembaga atau organ-organ dianggap penting untuk menjamin demokrasi, karena fungsinya dapat disalahgunakan oleh pemerintah untuk melanggengkan kekuasaannya. Misalnya, tentara harus independen agar fungsinya sebagai pemegang senjata tidak disalahgunakan untuk menumpas aspirasi pro-demokrasi.

6.      Peradilan bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary).
Dalam menjalankan tugas yudisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun juga, baik karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang (ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim, baik intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislatif ataupun dari kalangan masyarakat dan media massa. Namun demikian, hakim harus tetap terbuka dalam pemeriksaan perkara dan menghayati nilai-nilai keadilan dalam menjatuhkan putusan.
7.      Peradilan Tata Usaha Negara.
Dalam setiap negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi setiap warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi negara dan dijalankannya putusan hakim tata usaha negara (administrative court) oleh pejabat administrasi negara. Pengadilan administrasi negara ini juga menjadi penjamin bagi rakyat agar tidak di zalimi oleh negara melalui keputusan pejabat administrasi negara.
8.      Peradilan Tata Negara (Constitutional Court).
Pentingnya Constitutional Court adalah dalam upaya untuk memperkuat sistem checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisahkan untuk menjamin demokrasi.
9.      Perlindungan hak asasi manusia.
Perlindungan terhadap hak asasi manusia dimasyarakatkan secara luas dalam rangka mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis.


10.  Bersifat demokratis (democratische rechtsstaat).
Negara hukum yang bersifat nomokratis harus dijamin adanya demokrasi, sebagaimana di dalam setiap negara demokratis harus dijamin penyelenggaraannya berdasar atas hukum. Jadi negara hukum (rechtsstaat) yang dikembangkan bukanlah negara hukum yang absolut (absolute rechtsstaat) melainkan negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat).
11.  Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (Welfare Rechtsstaat).
Sebagaimana cita-cita nasional Indonesia yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, tujuan bernegara Indonesia dalam rangka melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Negara hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai keempat tujuan negara Indonesia tersebut. Dengan demikian, pembangunan negara Indonesia tidak terjebak pada rule-driven, melainkan mission driven, tetapi mission driven yang didasarkan atas aturan.
12.  Transparansi dan kontrol sosial.
Adanya transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peran serta masyarakat secara langsung.
Singkatnya, negara berdasarkan hukum (negara hukum) secara esensi bermakna hukum adalah “supreme” dan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintahan untuk tunduk dan patuh pada hukum (subject to the law), tidak ada kekuasaan diatas hukum (above the law). Semuanya ada di bawah hukum (under the law). Dengan kedudukan ini tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary power) atau penyalahgunaan kekuasaan (missuse of power). Hukum dan prinsip-prinsipnya harus menjadi panglima dalam penyelenggaraan kekuasaan negara.
F.       Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
G.      Masalah Penegakan Hukum di Indonesia
Cita-cita reformasi untuk mendudukan hukum di tempat tertinggi (supremacy of law) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hingga detik ini tak pernah terrealisasi. Bahkan dapat dikatakan hanya tinggal mimpi dan angan-angan (utopia). Begitulah kira-kira statement yang pantas diungkapkan untuk mendeskriptifkan realitas hukum yang ada dan sedang terjadi saat ini di Indonesia.
Bila dicermati suramnya wajah hukum merupakan implikasi dari kondisi penegakan hukum (law enforcement) yang stagnan dan kalaupun hukum ditegakkan maka penegakannya diskriminatif. Praktik-praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif, jual beli putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat dan Jaksa dalam perekayasaan proses peradilan merupakan realitas sehari-hari yang dapat ditemukan dalam penegakan hukum di negeri ini. Pelaksanaan penegakan hukum yang “kumuh” seperti itu menjadikan hukum di negeri ini seperti yang pernah dideskripsikan oleh seorang filusuf besar Yunani Plato (427-347 s.M) yang menyatakan bahwa hukum adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat. (laws are spider webs; they hold the weak and delicated who are caught in their meshes but are torn in pieces by the rich and powerful).
Implikasi yang ditimbulkan dari tidak berjalannya penegakan hukum dengan baik dan efektif adalah kerusakan dan kehancuran diberbagai bidang (politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Selain itu buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa hormat dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke hari. Akibatnya, masyarakat akan mencari keadilan dengan cara mereka sendiri. Suburnya berbagai tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) di masyarakat adalah salah satu wujud ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum yang ada.
Lalu pertanyaanya, faktor apa yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia? Jika dikaji dan ditelaah secara mendalam, setidaknya terdapat tujuh faktor penghambat penegakan hukum di Indonesia, ketujuh faktor tersebut yaitu, Pertama, lemahnya political will dan political action para pemimpin negara ini, untuk menjadi hukum sebagai panglima dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kata lain, supremasi hukum masih sebatas retorika dan jargon politik yang didengung-dengungkan pada saat kampanye. Kedua, peraturan perundang-undangan yang ada saat ini masih lebih merefleksikan kepentingan politik penguasa ketimbang kepentingan rakyat. Ketiga, rendahnya integritas moral, kredibilitas, profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat) dalam menegakkan hukum. Keempat, minimnya sarana dan prasana serta fasilitas yang mendukung kelancaran proses penegakan hukum. Kelima, tingkat kesadaran dan budaya hukum masyarakat yang masih rendah serta kurang respek terhadap hukum. Keenam, paradigma penegakan hukum masih positivis-legalistis yang lebih mengutamakan tercapainya keadilan formal (formal justice) daripada keadilan substansial (substantial justice). Ketujuh, kebijakan (policy) yang diambil oleh para pihak terkait (stakeholders) dalam mengatasi persoalan penegakan hukum masih bersifat parsial, tambal sulam, tidak komprehensif dan tersistematis. Mencermati berbagai problem yang menghambat proses penegakan hukum sebagaimana diuraikan di atas. Langkah dan strategi yang sangat mendesak (urgent) untuk dilakukan saat ini sebagai solusi terhadap persoalan tersebut ialah melakukan pembenahan dan penataan terhadap sistem hukum yang ada. Menurut Lawrence Meir Friedman di dalam suatu sistem hukum terdapat tiga unsur (three elements of legal system yaitu, struktur (structure), substansi (subtance) dan kultur hukum (legal culture). Dalam konteks Indonesia, reformasi terhadap ketiga unsur sistem hukum yang dikemukakan oleh Friedman tersebut sangat mutlak untuk dilakukan. Terkait dengan struktur sistem hukum, perlu dilakukan penataan terhadap intitusi hukum yang ada seperti lembaga peradilan, kejaksaan, kepolisian, dan organisasi advokat. Selain itu perlu juga dilakukan penataan terhadap institusi yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap lembaga hukum. Dan hal lain yang sangat penting untuk segera dibenahi terkait dengan struktur sistem hukum di Indonesia adalah birokrasi dan administrasi lembaga penegak hukum. Memang benar apa yang dikemukan oleh Max Weber (1864-1920) bahwa salah satu ciri dari hukum modern adalah hukum yang sangat birokratis. Namun, birokrasi yang ada harus respon terhadap realitas sosial masyarakat sehingga dapat melayani masyarakat pencari keadilan (justitiabelen) dengan baik. Dalam hal substansi sistem hukum perlu segera direvisi berbagai perangkat peraturan perundang-undangan yang menunjang proses penegakan hukum di Indonesia. Misalnya, peraturan perundang-undangan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia seperti KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) proses revisi yang sedang berjalan saat ini harus segera diselesaikan. Hal ini dikarenakan kedua instrumen hukum tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. Ketiga, Untuk budaya hukum (legal culture) perlu dikembangkan prilaku taat dan patuh terhadap hukum yang dimulai dari atas (top down). Artinya, apabila para pemimpin dan aparat penegak hukum berprilaku taat dan patuh terhadap hukum maka akan menjadi teladan bagi rakyat.
H.      Indonesia Sebagai Negara Hukum
Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dimasukkannya ketentuan ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah dan harus merupakan negara hukum.
Sebelumnya, landasan negara hukum Indonesia ditemukan dalam bagian Penjelasan Umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu sebagai berikut.
1.      Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechsstaat). Negara Indonesia berdasar atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
2.      Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan perumusan di atas, negara Indonesia memakai sistem Rechsstaat yang kemungkinan dipengaruhi oleh konsep hukum Belanda yang termasuk dalam wilayah Eropa Kontinental.
Konsepsi negara hukum Indonesia dapat dimasukkan negara hukum materiil, yang dapat dilihat pada Pembukaan UUD 1945 Alenia IV. Dasar lain yang dapat dijadikan landasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yakni pada Bab XIV tentang Perekonomian Nagara dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 dan 34 UUD 1945, yang menegaskan bahwa negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
Negara Hukum Indonesia menurut UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.    Norma hukumnya bersumber pada Pancasila sebagai hukum dasar nasional;
2.    Sistem yang digunakan adalah Sistem Konstitusi;
3.    Kedaulatan rakyat atau Prinsip Demokrasi;
4.    Prinsip kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 (1) UUD 1945);
5.    Adanya organ pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR);
6.    Sistem pemerintahannya adalah Presidensiil;
7.    Kekuasaan kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain (eksekutif);
8.    Hukum bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial; dan
9.    Adanya jaminan akan hak asasi dan kewajiban dasar manusia (Pasal 28 A-J UUD 1945).
I.         Hubungan Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Telah jelas bahwa apabila negara dikendalikan oleh kekuasaan yang korup maka akan menimbulkan kesengsaraan. Oleh karenanya, perlu diadakan suatu kontrol dan aturan yang dapat mengendalikan negara. Sejak zaman city-state (negara kota) di era Yunani kuno, keberadaan negara dikontrol melalui aturan yang disepakati bersama oleh rakyat Yunani. Norma (nomos) mengendalikan kekuasaan (cratos) negara. Maka Yunani telah sejak dulu mengenal adanya nomokrasi, yakni kekuasaan negara yang dikendalikan oleh norma/aturan.
Ide nomokrasi ini identik dengan konsep kedaulatan hukum, bahwa hukum memegang peranan tertinggi dalam kekuasaan negara, yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma/aturan/hukum. Sesungguhnya yang dianggap sebagai pemimpin dalam penyelenggaraan negara adalah norma/aturan/hukum itu sendiri. Dalam perkembangannya, kedaulatan hukum menjelma menjadi konsep negara hukum.
Jelaslah bahwasannya antara negara hukum dan HAM tidak bisa dipisahkan. Dalam negara hukum pada arti yang sebenarnya, harus memuat dua belas prinsip:
1.      Supremasi Hukum (Suprermacy of Law).
2.      Persamaan dalam hukum (Equality before the Law).
3.      Asas Legalitas (Due Process of Law).
4.      Pembatasan kekuasaan.
5.      Organ-organ eksekutif independen.
6.      Peradilan bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary).
7.      Peradilan Tata Usaha Negara.
8.      Peradilan Tata Negara (Constitutional Court).
9.      Perlindungan hak asasi manusia.
10.  Bersifat demokratis (democratische rechtsstaat).
11.  Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (Welfare Rechtsstaat).
12.  Transparansi dan kontrol sosial.
HAM dalam negara hukum sangat dijunjung tinggi dan telah diatur dalam UU. Setiap warganegara mempunyai hak yang sama dan tidak ada perbedaan di mata hukum. pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).


BAB III
PENUTUP
Negara hukum adalah unik, karena negara dipahami sebagai konsep hukum; unik sebab tidak ada negara ekonomi, negara politik dan sebagainya. Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”.
Iskandar mengatakan tentang fungsi hukum ialah sebagai sosial control(control social) juga berfungsi sebagai alat perubahan sosial (Social engenering) fungsi tersebut akan tidak tercipta dan akan menghambat terciptanya keadilan ekonomi maupun keadilan politik apabila hukum tidak digunakan dengan penggunaan kekuasaan tidak sesuai dengan hakikat sebabkalau hukum tidak benar penggunaanya maka kekuasaanpun cenderung digunakan secara tidak benar.
Implikasi yang ditimbulkan dari tidak berjalannya penegakan hukum dengan baik dan efektif adalah kerusakan dan kehancuran diberbagai bidang (politik, ekonomi, sosial, dan budaya). Selain itu buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa hormat dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke hari. Akibatnya, masyarakat akan mencari keadilan dengan cara mere Konsepsi negara hukum Indonesia dapat dimasukkan negara hukum materiil, yang dapat dilihat pada Pembukaan UUD 1945 Alenia IV. ka sendiri.





DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly. Gagasan Negara Hukum Indonesia.
Azra, Azyumardi.2003.Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani.Jakarta:TIM ICCE UIN Jakarta.
Daniel S. Lev.1990.Hukum Dan Politik Di Indonesia Kesinambungan Dan Perubahan .Jakarta:LP3ES.
Rifai,Amzulian. Negara Demokrasi Indonesia.2011.Universitas Sriwijaya.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
www.DuniaHukumWordPress.com
www.wikipedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar