NEGARA HUKUM DAN HAK
ASASI MANUSIA
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Pada Mata
Kuliah Hak Asasi Manusia
Disusun Oleh :
Agus Rukanda (208.800.007)
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Gagasan negara hukum yang demokratis tempat di mana hak asasi
manusia (HAM) diakui, dihormati dan dilindungi telah dikemukakan oleh para
perintis kemerdekaan Republik Indonesia. cita-cita Negara Hukum yang demokratis
tempat di mana HAM dimajukan dan dilindungi hidup bersemi dan terus berkembang
dalam pikiran dan hati para perintis kemerdekaan . Hidup dan keberlakuan
konstitusi sangat dipengaruhi oleh dinamika interaksi politik dari
kekuatan-kekuatan politik, sosial dan kultural dalam suatu masyarakat
berbangsa.
Fenomena Negara Hukum yang demokratis tempat di mana HAM dimajukan
dan dilindungi sudah merupakan fenomena Universal. Seperti dikatakan Prof. Mark
Tushnet, bahwa globalisasi hukum konstitusi adalah sesuatu yang tak
terhindarkan. Sekarang kita menyaksikan fenomena konstitusi-konstitusi dari
banyak negara yang mengakui prinsip perlindungan hak-hak individual (pribadi)
atas kebebasan politik, perlindungan hak-hak sipil, hak atas pemilikan
kekayaan, dan kemerdekaan dan kemandirian kekuasaan kehakiman, dan hak-hak
demokrasi lainnya. Sekarang ini negara-negara bersaing meyakinkan masyarakat
internasional, bahwa konstitusi mereka lebih demokratis dan melindungi HAM.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah, diantaranya:
1. Apa
yang di maksud Negara Hukum dan HAM?
2. Bagaimana
konsep dan tujuan hukum?
3. Apa
saja prinsip negara hukum itu?
4. Bagaimana
hubungan antara Negara Hukum dan Ham?
C.
Tujuan
Memberikan
suatu pengertian yang jelas mengenai konsep negara hukum dan HAM SERTA membahas
kaitan atau hubungan diantara keduanya. Mengetahui gambaran umum tentang negara
hukum dan HAM.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Negara Hukum
Negara
Hukum disebut Rechtsstaat/Rule of Law bersumber dari pengalaman demokrasi
konstitusional di Eropa abad 19 dan 20. Negara demokrasi pada dasarnya adalah
negara hukum. Ciri negara hukum adalah adanya supremasi hukum, jaminan Ham dan
legalitas hukum. Indonesia adalah negara hukum; seperti tertuang dalam UUD 45
ps 1(3). Negara hukum berkaitan dengan HAM, krn salah satu cirinya adalah
adanya jaminan atas HAM.
Negara
hukum (rechsstaat/rule of law) adalah negara yg penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara berdasar hukum menempatkan hukum
sebagai hal yang tertinggi (supreme). Supremasi hukum tidak boleh mengabaikan
tiga ide dasar hukum: keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Pemerintahan dalam
negara hukum harus kon stitusional artinya ada pembatasan kekuasaan dan ada
jaminan hak dasar warga negara.(dalam negara komunis/otoriter ada konstitusi
tapi tidak konstitusional).
Negara
hukum adalah unik, karena negara dipahami sebagai konsep hukum; unik sebab
tidak ada negara ekonomi, negara politik dan sebagainya.
B.
Negara
hukum formal dan negara hukum material
Negara
hukum formal adalah negara hukum dalam arti sempit yaitu negara yang membatasi
ruang geraknya dan bersifat pasif terhadap kepentingan rakyat negara. Negara
tidak campur tangan secara banyak terhadap urusan dan kepentingan warga negara.
Urusan ekonomi diserahkan kepada warga dengan dalil laissez faire,laissez faire
artinya warga dibiarkan mengurus kepentingan ekonominya sendiri maka dengan
sendirinya perekonomian negara akan sehat.
Negara
hukum material adalah negara hukum dalam arti luas(modern), pemerintah diberi
tugas membangun kesejahteraan diberbagai lapangan kehidupan. Pemerintah diberi
Freies Ermessen, yaitu kemerdekaan yang dimiliki pemerintah untuk turut serta
dalam kehidupan ekonomi sosial dan keleluasaan untuk tidak terikat pada produk
legislasi parlemen.
Konsep
negara material, pemerintah (eksekutif) bahkan bisa memiliki kewenangan
legislatif dalam hal :
1. Adanya
hak inisiatif yaitu hak mengajukan RUU tanpa terlebih dahulu ada persetujuan parlemen
meski dibatasi waktu tertentu.
2. Hak
delegasi yaitu membuat peraturan perundangan dibawah UU.
3. Droit
ermessen yaitu menafsirkan sendiri aturan2 yang masih enunsiatif.
Negara
hukum material (modern/ welfare state) adalah negara yang pemerintahannya memiliki
keleluasaan untuk turut campur dalam urusan warga dengan dasar bahwa pemerintah
ikut bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat. Negara bersifat aktif dan
mandiri dalam upaya membangun kesejahteraan rakyat.
C. Konsep
Negara Hukum Kontemporer
Gagasan, cita, atau ide
Negara Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the
rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal
dari perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu
dapat dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam
demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan.
Yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah
norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide
kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam istilah
Inggeris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan
prinsip “rule of law” yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “the
Rule of Law, and not of Man”. Yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin
adalah hukum itu sendiri, bukan orang. Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul “The Laws”2, jelas
tergambar bagaimana ide nomokrasi itu sesungguhnya telah sejak lama
dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.
Di zaman modern, konsep
Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant,
Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan istilah
Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika,
konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The
Rule of Law”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya
dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu:
1. Perlindungan hak
asasi manusia.
2. Pembagian kekuasaan.
3. Pemerintahan
berdasarkan undang-undang.
4. Peradilan tata usaha
Negara.
D.
Fungsi
Hukum
Prof.Mr.W.F.de
Gaay Fartman dalam bukunya Rechtdoen dalam terjemahan rahasia hukum oleh Dr.O.Notohamidjojo
mengatakan bahwa fungsi hukum meliputi 5 hal yaitu :
1. Hukum
itu mengatur,menciptakan tata.
2. Hukum
menimbang kepastian yang satu dengan yang lain.
3. Hukum
memberikan kebebasan.
4. Hukum
menciptakan tanggung jawab.
5. Hukum
memidana.
Iskandar
mengatakan tentang fungsi hukum ialah sebagai sosial control(control social)
juga berfungsi sebagai alat perubahan sosial (Social engenering) fungsi
tersebut akan tidak tercipta dan akan menghambat terciptanya keadilan ekonomi
maupun keadilan politik apabila hukum tidak digunakan dengan penggunaan
kekuasaan tidak sesuai dengan hakikat sebabkalau hukum tidak benar penggunaanya
maka kekuasaanpun cenderung digunakan secara tidak benar.
Dari
beberapa pendapat yang diuraikan di atas bahwa dungsi hukum pada dasarnya meliputi
sebagai berikut :
1. Hukum
dalam proses kerjanya untuk mengatur perhubungan hukum masyarakat.
2. Menciptakan
rasa tanggung jawab terhadap suatu perbuatan masyarakat dan pemerintah.
3. Sebagai
alat yang menyelesaikan sengketa atau konflik dalam masyarakat.
4. Sebagai
instrumen pengendalian sosial.
E. Tujuan Hukum dan Prinsip Negara Hukum
Dalam
suatu Negara Hukum,kehidupan masyarakat tidak seharusnya ditentukan oleh
kemauan satu atau beberapa orang yang berkuasa saja,tetapi harus adanya
kepastian hukum tentang hakikat dan kewajiban-kewajiban setiap orang berdasar
aturan hukum yang beraku,peraturan mana sudah barang tentu dibuat oleh
wakil-wakil rakyat yang telah dipilih sebelumnya dalam pemilihan umum yang
bebas dan rahasia.
Tujuan hukum pada
prinsipnya meliputi 3 unsur pokok yaitu :
1. Hukum
itu bertujuan untuk mencapai keadilan.yang dimaksud ialah bahwa masyarakat
hendaknya diperlakukan sesuai hak-haknya sebagai martabat kemanusiaannya .
2. Kepastian
hukum dalam arti bahwa terhadap tindakan yang dilakukan setiap orang atau
anggota masyarakat itu dapat segera dengan cepat ditentukan apakah perbuatan
itu melanggar dinyatakan menyimpang dari hukum atau tidak.
3. kegunaan
yang berarti bahwa dalam proses kerjanya hukum itu dapat memaksa masyarakat
umumnya dan penegak hukum khususnya untuk melakukan segala aktifitasnya selalu
berkaca mata pada hukum yang mengaturnya.
4. Aristoteles
memberikan pendapatnya,tujuan dari pada hukum adalah untuk mencapai
"keadilan" adil yang dimaksudkan yaitu bahwa peraturan itu terdapat
keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi .sedang keadilan
disini dibagi dalam dua macam keadilan yaitu :
5. Keadilan
Distributif adalah keadilan yang memberikan setiap orang jatah menurut jasanya.
6. Keadilan
Commulatif ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya
dengan tidak mengingat jasa-jasa perseorangan.
7. tujuan
hukum menurut Aristoteles lebih menitikberatkan pada faktor pengertian ekonomi,yang mana setiap tindakan
seseorang diukur menurut hasil dari yang diperbuatnya,karena disitu penekanan
pada pembagian dari suatu jasa yang diperbuatnya oleh seseorang dan pergaulan masyarakat terhadap
perhubungannya.
8. dari
beberapa pendapat mengenai konsep dan tujuan hukum yang dikemukakan para ahli
diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum dalam proses bekerjanya
meliputi :
9. bahwa
hukum dilaksanakan dalam rangka mencapai keadilan.
10. eksistensi
hukum ialah untuk mengatur perhubungan yang dilakukan masyarakat dalam semua
aktivitasnya antara orang yang satu dengan orang lain termasuk dalam hubungannya
dengan pemerintah yang didalamnya juga mengatur hak,wewenang dan hubungan antar
lembaga-lembaga negara tersebut.
11. memberikan
kepastian hukum terhadap semua orang dalam proses pelaksanaan bekerjanya hukum
sesuai cita-cita hukum
Para
Sarjana Eropa Kontinental—yang diwakili oleh Julius Stahl—menuliskan prinsip
negara hukum (Rechtsstaat) dengan mengimplementasikan:
1. Perlindungan hak
asasi manusia;
2. Pembagian kekuasaan;
3. Pemerintahan
berdasarkan undang-undang;
4. Peradilan Tata Usaha
Negara.
International
Comission of Jurists pada konfrensinya di Bangkok (1965) juga menekankan
prinsip-prinsip negara hukum yang seharusnya dianut oleh sebuah negara hukum,
yaitu:
1.
Perlindungan konstitusional, artinya, selain menjamin hak-hak individu,
konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan
atas hak-hak yang dijamin;
2.
Badan-badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
3.
Pemilihan umum yang bebas;
4.
Kebebasan menyatakan pendapat;
5.
Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi; dan
6.
Pendidikan kewarganegaraan.
Jimly
Ashshiddiqie menuliskan kembali prinsip-prinsip negara hukum dengan
menggabungkan pendapat dari sarjana-sarjana Anglo-Saxon dengan sarjana-sarjana
Eropa Kontinental. Menurutnya dalam negara hukum pada arti yang sebenarnya,
harus memuat dua belas prinsip, yakni:
1.
Supremasi Hukum (Suprermacy of Law).
Dalam
perspektif supremasi hukum, pada hakekatnya pemimpin tertinggi negara yang
sesungguhnya bukanlah manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum yang tertinggi,
The Rule of Law and not of man.
2.
Persamaan dalam hukum (Equality before
the Law).
Setiap
orang berkedudukan sama dalam hukum dan pemerintahan. Sikap diskrimatif
dilarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara yang
disebut affirmative action, yakni tindakan yang mendorong dan mempercepat
kelompok warga masyarakat tertentu untuk mengejar kemajuan, sehingga mencapai
perkembangan yang lebih maju dan setara dengan kelompok masyarakat kebanyakan
yang telah lebih maju.
3.
Asas Legalitas (Due Process of Law).
Segala
tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang
sah dan tertulis. Setiap perbuatan administrasi harus didasarkan atas aturan
atau rules and procedurs (regels). Namun, disamping prinsip ini ada asas
frijsermessen yang memungkinkan para pejabat administrasi negara mengembangkan
dan menetapkan sendiri beleid-regels atau policy rules yang berlaku secara
bebas dan mandiri dalam rangka menjalankan tugas jabatan yang dibebankan oleh
peraturan yang sah.
4.
Pembatasan kekuasaan.
Adanya
pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara dengan cara menerapkan
prinsip pembagian secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horizontal.
Kekuasaan harus selalu dibatasi dengan cara memisahkan kekuasaan ke cabang-cabang
yang bersifat checks and balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling
mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain.
Dapat
juga dilakukan pembatasan dengan cara membagikan kekuasaan negara secara
vertikal, dengan begitu kekuasaan negara tidak tersentralisasi dan
terkonsentrasi yang bisa menimbulkan kesewenang-wenangan. Akhirnya falsafah
power tends to corrupt, and absolut power corrupts absolutly bisa dihindari.
5.
Organ-organ eksekutif independen.
Independensi
lembaga atau organ-organ dianggap penting untuk menjamin demokrasi, karena
fungsinya dapat disalahgunakan oleh pemerintah untuk melanggengkan
kekuasaannya. Misalnya, tentara harus independen agar fungsinya sebagai
pemegang senjata tidak disalahgunakan untuk menumpas aspirasi pro-demokrasi.
6.
Peradilan bebas dan tidak memihak
(independent and impartial judiciary).
Dalam
menjalankan tugas yudisialnya, hakim tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun
juga, baik karena kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang
(ekonomi). Untuk menjamin keadilan dan kebenaran, tidak diperkenankan adanya
intervensi ke dalam proses pengambilan putusan keadilan oleh hakim, baik
intervensi dari lingkungan kekuasaan eksekutif maupun legislatif ataupun dari
kalangan masyarakat dan media massa. Namun demikian, hakim harus tetap terbuka
dalam pemeriksaan perkara dan menghayati nilai-nilai keadilan dalam menjatuhkan
putusan.
7.
Peradilan Tata Usaha Negara.
Dalam
setiap negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi setiap warga negara untuk
menggugat keputusan pejabat administrasi negara dan dijalankannya putusan hakim
tata usaha negara (administrative court) oleh pejabat administrasi negara.
Pengadilan administrasi negara ini juga menjadi penjamin bagi rakyat agar tidak
di zalimi oleh negara melalui keputusan pejabat administrasi negara.
8.
Peradilan Tata Negara (Constitutional
Court).
Pentingnya
Constitutional Court adalah dalam upaya untuk memperkuat sistem checks and
balances antara cabang-cabang kekuasaan yang sengaja dipisahkan untuk menjamin
demokrasi.
9.
Perlindungan hak asasi manusia.
Perlindungan
terhadap hak asasi manusia dimasyarakatkan secara luas dalam rangka
mempromosikan penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
sebagai ciri yang penting suatu negara hukum yang demokratis.
10.
Bersifat demokratis (democratische
rechtsstaat).
Negara
hukum yang bersifat nomokratis harus dijamin adanya demokrasi, sebagaimana di
dalam setiap negara demokratis harus dijamin penyelenggaraannya berdasar atas
hukum. Jadi negara hukum (rechtsstaat) yang dikembangkan bukanlah negara hukum
yang absolut (absolute rechtsstaat) melainkan negara hukum yang demokratis
(democratische rechtsstaat).
11.
Berfungsi sebagai sarana mewujudkan
tujuan bernegara (Welfare Rechtsstaat).
Sebagaimana
cita-cita nasional Indonesia yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, tujuan
bernegara Indonesia dalam rangka melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Negara
hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan dan mencapai keempat tujuan
negara Indonesia tersebut. Dengan demikian, pembangunan negara Indonesia tidak
terjebak pada rule-driven, melainkan mission driven, tetapi mission driven yang
didasarkan atas aturan.
12.
Transparansi dan kontrol sosial.
Adanya
transparansi dan kontrol sosial yang terbuka terhadap setiap proses pembuatan
dan penegakan hukum, sehingga kelemahan dan kekurangan yang terdapat dalam
mekanisme kelembagaan resmi dapat dilengkapi secara komplementer oleh peran
serta masyarakat secara langsung.
Singkatnya,
negara berdasarkan hukum (negara hukum) secara esensi bermakna hukum adalah
“supreme” dan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara atau pemerintahan
untuk tunduk dan patuh pada hukum (subject to the law), tidak ada kekuasaan
diatas hukum (above the law). Semuanya ada di bawah hukum (under the law).
Dengan kedudukan ini tidak boleh ada kekuasaan yang sewenang-wenang (arbitrary
power) atau penyalahgunaan kekuasaan (missuse of power). Hukum dan
prinsip-prinsipnya harus menjadi panglima dalam penyelenggaraan kekuasaan
negara.
F.
Hak
Asasi Manusia
Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU
No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Pelanggaran
Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut
Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh
Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku
(Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
G.
Masalah
Penegakan Hukum di Indonesia
Cita-cita
reformasi untuk mendudukan hukum di tempat tertinggi (supremacy of law) dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara hingga detik ini tak pernah terrealisasi.
Bahkan dapat dikatakan hanya tinggal mimpi dan angan-angan (utopia). Begitulah
kira-kira statement yang pantas diungkapkan untuk mendeskriptifkan realitas
hukum yang ada dan sedang terjadi saat ini di Indonesia.
Bila
dicermati suramnya wajah hukum merupakan implikasi dari kondisi penegakan hukum
(law enforcement) yang stagnan dan kalaupun hukum ditegakkan maka penegakannya
diskriminatif. Praktik-praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum
seperti, mafia peradilan, proses peradilan yang diskriminatif, jual beli
putusan hakim, atau kolusi Polisi, Hakim, Advokat dan Jaksa dalam perekayasaan
proses peradilan merupakan realitas sehari-hari yang dapat ditemukan dalam
penegakan hukum di negeri ini. Pelaksanaan penegakan hukum yang “kumuh” seperti
itu menjadikan hukum di negeri ini seperti yang pernah dideskripsikan oleh
seorang filusuf besar Yunani Plato (427-347 s.M) yang menyatakan bahwa hukum
adalah jaring laba-laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek
jika menjerat yang kaya dan kuat. (laws
are spider webs; they hold the weak and delicated who are caught in their
meshes but are torn in pieces by the rich and powerful).
Implikasi
yang ditimbulkan dari tidak berjalannya penegakan hukum dengan baik dan efektif
adalah kerusakan dan kehancuran diberbagai bidang (politik, ekonomi, sosial,
dan budaya). Selain itu buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa
hormat dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke
hari. Akibatnya, masyarakat akan mencari keadilan dengan cara mereka sendiri.
Suburnya berbagai tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) di masyarakat
adalah salah satu wujud ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum yang ada.
Lalu
pertanyaanya, faktor apa yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di
Indonesia? Jika dikaji dan ditelaah secara mendalam, setidaknya terdapat tujuh
faktor penghambat penegakan hukum di Indonesia, ketujuh faktor tersebut yaitu,
Pertama, lemahnya political will dan political action para pemimpin negara ini,
untuk menjadi hukum sebagai panglima dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan
kata lain, supremasi hukum masih sebatas retorika dan jargon politik yang
didengung-dengungkan pada saat kampanye. Kedua, peraturan perundang-undangan
yang ada saat ini masih lebih merefleksikan kepentingan politik penguasa
ketimbang kepentingan rakyat. Ketiga, rendahnya integritas moral, kredibilitas,
profesionalitas dan kesadaran hukum aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi
dan Advokat) dalam menegakkan hukum. Keempat, minimnya sarana dan prasana serta
fasilitas yang mendukung kelancaran proses penegakan hukum. Kelima, tingkat kesadaran
dan budaya hukum masyarakat yang masih rendah serta kurang respek terhadap
hukum. Keenam, paradigma penegakan hukum masih positivis-legalistis yang lebih
mengutamakan tercapainya keadilan formal (formal justice) daripada keadilan
substansial (substantial justice). Ketujuh, kebijakan (policy) yang diambil
oleh para pihak terkait (stakeholders) dalam mengatasi persoalan penegakan
hukum masih bersifat parsial, tambal sulam, tidak komprehensif dan
tersistematis. Mencermati berbagai problem yang menghambat proses penegakan
hukum sebagaimana diuraikan di atas. Langkah dan strategi yang sangat mendesak
(urgent) untuk dilakukan saat ini sebagai solusi terhadap persoalan tersebut
ialah melakukan pembenahan dan penataan terhadap sistem hukum yang ada. Menurut
Lawrence Meir Friedman di dalam suatu sistem hukum terdapat tiga unsur (three
elements of legal system yaitu, struktur (structure), substansi (subtance) dan
kultur hukum (legal culture). Dalam konteks Indonesia, reformasi terhadap
ketiga unsur sistem hukum yang dikemukakan oleh Friedman tersebut sangat mutlak
untuk dilakukan. Terkait dengan struktur sistem hukum, perlu dilakukan penataan
terhadap intitusi hukum yang ada seperti lembaga peradilan, kejaksaan,
kepolisian, dan organisasi advokat. Selain itu perlu juga dilakukan penataan
terhadap institusi yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap lembaga hukum.
Dan hal lain yang sangat penting untuk segera dibenahi terkait dengan struktur
sistem hukum di Indonesia adalah birokrasi dan administrasi lembaga penegak
hukum. Memang benar apa yang dikemukan oleh Max Weber (1864-1920) bahwa salah
satu ciri dari hukum modern adalah hukum yang sangat birokratis. Namun,
birokrasi yang ada harus respon terhadap realitas sosial masyarakat sehingga
dapat melayani masyarakat pencari keadilan (justitiabelen) dengan baik. Dalam
hal substansi sistem hukum perlu segera direvisi berbagai perangkat peraturan
perundang-undangan yang menunjang proses penegakan hukum di Indonesia.
Misalnya, peraturan perundang-undangan dalam sistem peradilan pidana di
Indonesia seperti KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana) proses revisi yang sedang berjalan saat ini
harus segera diselesaikan. Hal ini dikarenakan kedua instrumen hukum tersebut
sudah tidak relevan dengan kondisi masyarakat saat ini. Ketiga, Untuk budaya
hukum (legal culture) perlu dikembangkan prilaku taat dan patuh terhadap hukum
yang dimulai dari atas (top down). Artinya, apabila para pemimpin dan aparat
penegak hukum berprilaku taat dan patuh terhadap hukum maka akan menjadi
teladan bagi rakyat.
H.
Indonesia
Sebagai Negara Hukum
Dasar
pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat 3
UUD 1945, yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dimasukkannya
ketentuan ini ke dalam bagian pasal UUD 1945 menunjukkan semakin kuatnya dasar
hukum serta menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah dan harus
merupakan negara hukum.
Sebelumnya,
landasan negara hukum Indonesia ditemukan dalam bagian Penjelasan Umum UUD 1945
tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu sebagai berikut.
1. Indonesia
adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechsstaat). Negara Indonesia berdasar
atas Hukum (Rechsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
2. Sistem
Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Berdasarkan
perumusan di atas, negara Indonesia memakai sistem Rechsstaat yang kemungkinan
dipengaruhi oleh konsep hukum Belanda yang termasuk dalam wilayah Eropa
Kontinental.
Konsepsi
negara hukum Indonesia dapat dimasukkan negara hukum materiil, yang dapat
dilihat pada Pembukaan UUD 1945 Alenia IV. Dasar lain yang dapat dijadikan
landasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yakni pada Bab XIV tentang
Perekonomian Nagara dan Kesejahteraan Sosial Pasal 33 dan 34 UUD 1945, yang
menegaskan bahwa negara turut aktif dan bertanggung jawab atas perekonomian
negara dan kesejahteraan rakyat.
Negara
Hukum Indonesia menurut UUD 1945 mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Norma
hukumnya bersumber pada Pancasila sebagai hukum dasar nasional;
2. Sistem
yang digunakan adalah Sistem Konstitusi;
3. Kedaulatan
rakyat atau Prinsip Demokrasi;
4. Prinsip
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan (Pasal 27 (1) UUD 1945);
5. Adanya
organ pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR);
6. Sistem
pemerintahannya adalah Presidensiil;
7. Kekuasaan
kehakiman yang bebas dari kekuasaan lain (eksekutif);
8. Hukum
bertujuan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial; dan
9. Adanya
jaminan akan hak asasi dan kewajiban dasar manusia (Pasal 28 A-J UUD 1945).
I.
Hubungan
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Telah
jelas bahwa apabila negara dikendalikan oleh kekuasaan yang korup maka akan
menimbulkan kesengsaraan. Oleh karenanya, perlu diadakan suatu kontrol dan
aturan yang dapat mengendalikan negara. Sejak zaman city-state (negara kota) di
era Yunani kuno, keberadaan negara dikontrol melalui aturan yang disepakati
bersama oleh rakyat Yunani. Norma (nomos) mengendalikan kekuasaan (cratos)
negara. Maka Yunani telah sejak dulu mengenal adanya nomokrasi, yakni kekuasaan
negara yang dikendalikan oleh norma/aturan.
Ide
nomokrasi ini identik dengan konsep kedaulatan hukum, bahwa hukum memegang
peranan tertinggi dalam kekuasaan negara, yang dibayangkan sebagai faktor
penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma/aturan/hukum. Sesungguhnya
yang dianggap sebagai pemimpin dalam penyelenggaraan negara adalah
norma/aturan/hukum itu sendiri. Dalam perkembangannya, kedaulatan hukum
menjelma menjadi konsep negara hukum.
Jelaslah
bahwasannya antara negara hukum dan HAM tidak bisa dipisahkan. Dalam negara
hukum pada arti yang sebenarnya, harus memuat dua belas prinsip:
1. Supremasi
Hukum (Suprermacy of Law).
2. Persamaan
dalam hukum (Equality before the Law).
3. Asas
Legalitas (Due Process of Law).
4. Pembatasan
kekuasaan.
5. Organ-organ
eksekutif independen.
6. Peradilan
bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary).
7. Peradilan
Tata Usaha Negara.
8. Peradilan
Tata Negara (Constitutional Court).
9. Perlindungan
hak asasi manusia.
10. Bersifat
demokratis (democratische rechtsstaat).
11. Berfungsi
sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (Welfare Rechtsstaat).
12. Transparansi
dan kontrol sosial.
HAM
dalam negara hukum sangat dijunjung tinggi dan telah diatur dalam UU. Setiap
warganegara mempunyai hak yang sama dan tidak ada perbedaan di mata hukum. pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
BAB
III
PENUTUP
Negara
hukum adalah unik, karena negara dipahami sebagai konsep hukum; unik sebab
tidak ada negara ekonomi, negara politik dan sebagainya. Di zaman modern,
konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara lain oleh
Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan
menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi
Anglo Amerika, konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey
dengan sebutan “The Rule of Law”.
Iskandar
mengatakan tentang fungsi hukum ialah sebagai sosial control(control social)
juga berfungsi sebagai alat perubahan sosial (Social engenering) fungsi
tersebut akan tidak tercipta dan akan menghambat terciptanya keadilan ekonomi
maupun keadilan politik apabila hukum tidak digunakan dengan penggunaan
kekuasaan tidak sesuai dengan hakikat sebabkalau hukum tidak benar penggunaanya
maka kekuasaanpun cenderung digunakan secara tidak benar.
Implikasi
yang ditimbulkan dari tidak berjalannya penegakan hukum dengan baik dan efektif
adalah kerusakan dan kehancuran diberbagai bidang (politik, ekonomi, sosial,
dan budaya). Selain itu buruknya penegakan hukum juga akan menyebabkan rasa
hormat dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum semakin menipis dari hari ke
hari. Akibatnya, masyarakat akan mencari keadilan dengan cara mere Konsepsi
negara hukum Indonesia dapat dimasukkan negara hukum materiil, yang dapat
dilihat pada Pembukaan UUD 1945 Alenia IV. ka sendiri.
DAFTAR
PUSTAKA
Asshiddiqie,
Jimly. Gagasan Negara Hukum Indonesia.
Azra,
Azyumardi.2003.Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, dan Masyarakat Madani.Jakarta:TIM ICCE UIN Jakarta.
Daniel S. Lev.1990.Hukum Dan
Politik Di Indonesia Kesinambungan Dan Perubahan .Jakarta:LP3ES.
Rifai,Amzulian. Negara
Demokrasi Indonesia.2011.Universitas Sriwijaya.
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Undang Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
www.DuniaHukumWordPress.com
www.wikipedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar