Jumat, 14 Januari 2011

Resume administrasi perpajakan

Administrasi Perpajakan
A. Pajak
a. Pengertian Perpajakan
Pajak ialah iuran rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang tanpa jasa timbale / kontrapretasi yang digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran pembangunan.
b. Fungsi pajak
1. Budget
2. Regulered
c. Jenis-Jeins Pajak
1. Menurut golongan
a. Pajak langsung
b. Pajak tidak langsung
2. Menurut Sifat
a. Subjektif
b. Objektif
3. Menurut lembaga pemungutnya
a. Pusat
b. Daerah
c. Struktur pajak di Indonesia
1. PPh
2. PPN
3. PPnBM
4. PBB
5. Bea Materai
6. BPHTB
d. Sistem pemungutan pajak
1. Self Assesment System
2. Office Assesment System
3. With Holding Assesment System

e. Syarat pemungutan pajak
1. Syarat keadilan
2. Syarat yuridis
3. Syarat ekonomi
4. Syarat financial
5. Sederhana
f. Teori yang mendukung pemungutan pajak
1. Teori asuransi
2. Teori kepentingan
3. Teori daya pikul
4. Teori bakti
5. Teori azas daya beli
g. Tarif pajak yang bnerlaku di Indonesia
1. Tarif sebanding
2. Tarif tetap
3. Tarif progresif
4. Tarif degfresif
h. Timbul dan hapusnya hutang pajak
Timbulnya hutang pajak :
1. Ajaran formil
2. Ajaran materil
Hapusnya hutang pajak :
1. Adanya pembayaran
2. Konpensasi/keringanan
3. Daluarsa
4. Pembatasan dan penghapusan
i. Hambatan pemungutan pajak
Hambatan pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi dua :
1. Perlawanan pasif
2. Perlawanan aktif
j. Asas pemungutan pajak
1. Asas domisili
2. Asas sumber
3. Asas-asas kebangsaan
B. Retribusi
a. Pengertian retribusi
Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran biasa atau pemberian izin tertentu yang harus diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
b. Jenis-jenis retribusi
1. Retribusi jasa umum
Jenis jenis retribusi jasa umum :
a) Pelayanan kesehatan
b) Pelayanan kebersihan
c) Pelayanan pemakaman
d) Pelayanan parker
e) Pelayanan pasar
f) Pengujian kendaraan bermotor
g) Pemeriksaan alat pemadam kebakaran
h) Penggantian biaya cetak pita
i) Pengujian kapal perikanan
2. Retribusi jasa usaha
Jenis-jenis retribusi jasa usaha :
a) Pemakaian kekayaan daerah
b) Retribusi tempat pelelangan ikan
c) Retribusi pasar glosir atau pertokoan
d) Retribusi terminal
e) Tempat khusus parkir
f) Tempat penginapan
g) Penyedotak kakus
h) Rumah potong hewan
i) Pelayanan pelabuhan kapal
j) Tempat rekreasi dan olahraga
k) Penyeberangan diatas air
l) Pengolahan limbah cair
m) Retribusi penjualan produksi daerah
3. Retribusi perizinzn tertentu
Jenis jenis retribusi perizinan tertentu
a) IMB
b) Retribusi tempat penjualan minuman beralkohol
c) Retribusi izin gangguan
d) Retribusi izin trayek
c. Objek retribusi daerah
1. Objek jasaa umum
Berupa pelayanan yang diberikan oleh pemda bertujuan untuk kepentingan umum
2. Objek jasa usaha
Berupa pelayaana yang diberikan oleh pemda dengan menganut perinsip komersial
3. Objek perizinan tertentu
Kegiatan pemda dalam rangka pemberian izin kepada pribadi atau badan untuk melakuakan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan.
d. Subjek retribusi daerah
1. Subjek retribusi jasa umum
Subjek retribusi jasa umum dan jasa usaha sama yaitu orang pribadi atau badan yang menggunakan atau menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan.
2. Subjekl retribusi perizinan tertentu
Adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh izin tertentu dari pemda.
e. Prinsip dan sasaran penetapan tariff retribusi daerah
1. Retribusi jasa umu berdasarkan kebijakan daerah yang mempertimbangkan aspek keadilan
2. Retribusi jasa usaha berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak.
3. Berdasarkan pada tujuan untuk menutup biaya penyelelenggaraan pengembalian izin yang bersangkutan.

C. Wajib Pajak
a. Perngertian wajib pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan berdasarkan ketentuan hokum atau UU perpajakan memiliki kewajiban perpajakan termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
b. Wajib pajak
Jenis jenis ajib pajak
1. Wajib pajak pribadi
2. Wajib pajak badan
c. Masa pajak
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu bulan takwim
d. Tahun pajak
Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya 12 bulan atau satu tahun
e. Pajak terutang
Pajak terutang adalah pajak yangt harus dibayar pada suatu saat dan masa pajak bagian tahun pajak.
f. Penanggung pajak
Penanggung pajak adalah pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pem,bayaran pajak.
g. Surat paksa
Surat paksa adalah surat perintah membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan pajak.
h. NPWP
NPWP adalah suatu sarana dalam perpajakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak
Fungsi NPWP :
1. Sebagai identitas diri
2. Untuk menjaga ketetrtiban dalam administrasi perpajakan
Setiap wajib poajak bias memperopleh pengukuhan sebagai pengusaha kena pajak.
Fungsi NPPKP :
1. Sebagai identitas PKP yang bersangkutan
2. Sebagai pengawasan atas pelaksanaan pembayaran PPPn dan PPn BM.
i. Pajak SSP (Surat Setoran Pajak)
Yaitu surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk membayar atau menyetor pajak.
Fungsinya :
1. Sebagai sarana untuk membayar pajak
2. Sebagai bukti pembayaran atas pajak yang terutang
j. Surat Pemberitahuan
Yaitu oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan pembayaran pajak.
Fungsinya :
1. Bagi wajib pajak PPh
a) Untuk melaporkan dan atas pertanggung jawaban pelaporan dan pertanggung jawaban atas pajak terutang.
b) Untuk melaporkan pembayaran.
c) Untuk melaporkan pemotongan atau pemungutan pajak.
2. Bagi PKP
a) Pelaporan atau pertanggung jawaban pajak pada PPn ata PPn BM
b) Pelaporan atas pajak masukan dan pengeluaran
c) Pelaporan atas pembayaran
d) Pelaporan atau pemotongan pajak PPn atau PPnBM
3. Bagi pemotong atau pemungut
Sebagai sarana untuk melaporkan atau mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong dan dipungut.
Jenis jenis SPT
1. SPT tahunan
2. SPT masa atau bulanan
Prosedur penyelesaian SPT
1. Mengambil, mengisi, dan diserahkan kembali ke kantor pajak
2. Keterlambatan pengembalian SPT dikenai sanksi
3. Diserahkan paling lambat 3 bulan setelah penutupan tahun buku.

k. SKP
SKP adalah surat keterangan berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak bayar tambahan (SKPKT), Surat Ketetapan Pajak lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
l. STP
Yaitu surat untuk melakukian tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bungan atau benda.
STP dikeluarkan apabila :
1. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar
2. Sebagai hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran karena salah tulis atau salah hitung.
3. Bila wajib pajak dikenakan sanksi denda atau uang
4. Pengusaha yang hubungan dengan PPn tidak melaporkan kegiatan usahanya
5. Pengusaha yang belum memperoleh PKP tapi sudah membuat faktur pajak.
m. Keberatan dan banding
1. Keberatan
Wajib pajak dapat melakukan keberatan yang dialamatkan atas dikeluarkannya SKP dengan tentu keberatan diajukan secara tertulis dengan mencantumkan jumlah pajak. Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak diterbitkannya SKP.
2. Banding
Banding dilakukan kepada majlis pertimbangan pajak diajukan 3 bulan sejak tanggal keberatan dengan alasannya. Apabila dalam keputusan banding diterima maka dapat bungan 2 %.
D. Pemeriksaan
a. Pengertian pemeriksaan
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk memeriksa/mencari, mengumpulkan, mengolah data/keterangan-keterangan lain untuk menguji kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dalam rangka melaksanakan peraturan perundang undangan perpajakan.
b. Sarana pemeriksaan
1. Interpretasi terhadan UU
2. Kesalahan hitung
3. Penggelapan secara khusus
4. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya.
c. Hak dan kewajiban pemeriksaan
Hak dan kewajiban perpajakan dalam pemeriksaan dilakukan berpedoman kepada norma pemeriksaan yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak pelaksanaan pemeriksaan dan wajib pajak.
d. Norma pemeriksaan
1. Pemeriksa pajak memiliki tanda pengenal
2. Pemeriksa wajib pajak wajib member petunjuk
3. Pemeriksa wajib pajak wajib mengembalikan dokumen dokumen, catatan catatan
4. Pemeriksa dilarang untuk memberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak
5. Wajib membuat laporan pemeriksaan pajak
e. Norma pelaksanaan pemeriksaan pajak
1. Pemeriksaan dapat dilakukan oleh seorang atau lebih pemeriksa pajak.
2. Pemeriksaan dilakukan dikantor pemeriksa pajak.
3. Pemeriksaan dilaksanakan pada waktu jam kerja dan dapat dilanjutkan diluar jam kerja jika diperlukan.
4. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam laporan pemeriksaan pajak.
5. Berdasarkan laopran pemeriksaan pajak dikeluarkan SKP dan STP jika tidak diperlukan penyidikan.
E. Penyidikan
a. Pengertian penyidikan
Penyidikan adalah Serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari atau mengumpulkan bukti dengan tujuan mencari tersangkanya dan membuat erang tentang tindak pidana dibidang perpajakan.
b. Penghentian penyidikan
1. Tidak terdapat cukup bukti.
2. Peristiowa tersebut bukan merupakan tindak pidana di bidang perpajakan.
3. Penytidikan dihentikan karena daluarsa.
4. Jika tersangka meninggal.

F. PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
a. Pengertian PPN
PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
b. Cara kerja ppn
PPN dikenakan atas pertambahan nilai dari barang yang dihasilkan atau diserahkan oleh pengusaha kena pajak, apakah ia pabrikan, importir, agen utama ataupun kontraktor pemborong bangunan.
c. Karakteristik
1. Pajak tidak langsung, maksudnya pemikul beban pajak dan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke kantor pelayanan pajak adalah subjek yang berbeda.
2. Multitahap, maksudnya pajak dikenakan di tiap mata rantai produksi dan distribusi.
3. Pajak objektif, maksudnya pengenaan pajak didasarkan pada objek pajak.
4. Menghindari pengenaan pajak berganda.
5. Dihitung dengan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction), yaitu dengan memperhitungkan besaran pajak masukan dan pajak keluaran.

d. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-undang NO 42 Tahun 2009.
Pengusaha Kecil
Pengusaha Kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut.Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah).
e. Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
1. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:
• Minyak mentah
• Gas bumi
• Panas bumi
• Pasir dan kerikil
• Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara
• Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit
• Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil langsung dari sumbernya.
b. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu:
1) Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk:
• Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih
• Digiling
• Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak
• Beras pecah
• Menir (groats) dari beras.
2) Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning kemerahan atau popcorn (jagung brondong), dalam bentuk:
• Jagung yang telah dikupas maupun belum/ jagung tongkol dan biji jagung/jagung pipilan
• Munir (groats) / beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran.

3) Sagu, dalam bentuk :
• Empulur sagu
• Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu.
4) Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau,kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh
5) Garam baik yang beryodium maupun tidak berjodium termasuk:
• Garam meja
• Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 Kg atau lebih, dengan kadar Na CL 94,7 % (dry basis).
c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga.
d. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga
2. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN
a. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi:
• Jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi
• Jasa dokter hewan
• Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli gigi
• Jasa kebidanan, dan dukun bayi
• Jasa paramedis, dan perawat
• Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.
b. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
• Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo
• Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial
• Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan
• Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial
• Jasa pemakaman termasuk krematorium
• Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial
• Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.
c. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero);
d. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi:
• Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.
• Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi
• Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.
e. Jasa di bidang keagamaan, meliputi:
• Jasa pelayanan rumah ibadah
• Jasa pemberian khotbah atau dakwah
• Jasa lainnya di bidang keagamaan.
f. Jasa di bidang pendidikan, meliputi:
• Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional
• Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.
g. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.
h. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
i. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau maupun di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh swasta.
j. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
• Jasa tenaga kerja
• Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut
• Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.
k. Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
• Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap
• Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.
l. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (1MB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
f. Cara Menghitung PPN
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
g. Tarif PPN & PPnBM
1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
2. Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen)
3. Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).
h. Dasar Penggenaan Pajak (DPP)
Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN.
4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
5. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.
i. Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
1. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor
2. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor
3. Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata
4. Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film
5. Persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar
6. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapatdikreditkan, adalah harga pasar wajar
7. Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari Harga Jual
8. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
9. Jasa pengiriman paket adalah adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
10. Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon
11. Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor
12. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.
j. Contoh Hitungan PPN
1. PKP “A” dalam bulan Januari 2001 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada PKP “B” dengan Harga Jual Rp. 25.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “A” = 10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.
2. PKP “B” dalam bulan Pebruari 2001 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B” = 10% x Rp. 15.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00 PPN sebesar Rp..500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.
3. Pengusaha Kena Pajak “C” mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp. 35.000.000,00 PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp. 35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00
4. Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas
impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
b. PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.
Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp. 150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
c. PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00
PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”
G. PPnBM
a. Pengertian PPnBM
PPn-BM ialah jenis pajak yang termasuk dalam Pajak Pertambahan Nilai. Namun, mekanisme pengenaan PPn-BM ini sedikit berbeda dengan PPN.
b. Dalam hal pemungutannya, PPn-BM dilaksanakan dengan ketentuan berikut:
1. Penyetor PPn-BM, terbagi menjadi dua, yakni
a. Pengusaha Kena Pajak (PKP), menyetorkan
o PPN yang dihitung sendiri melalui pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.Yang disetor adalah selisih Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, bila Pajak Masukan lebih kecil dari Pajak Keluaran.
o PPn BM yang dipungut oleh PKP Pabrikan Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah.
o PPN/ PPn BM yang ditetapkan oleh DJP dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Tagihan Pajak (STP).
b. Pemungut PPN/PPn-BM (Pembeli Khusus), menyetorkan PPN/PPn-BM, terdiri dari:
• KPKN
• Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah
• Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
• Pertamina
• BUMN/ BUMD
• Kontraktor Bagi Hasil dan Kontrak Karya bidang Migas dan Pertambangan Umum lainnya
• Bank Pemerintah
• Bank Pembangunan Daerah
• Perusahaan Operator Telepon Selular
2. PPn-Bm dilaporkan dengan cara:
a. PPN dan PPn BM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
b. PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.
c. PPN dan PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh :
o Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari setelah Masa Pajak berakhir.
o Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
o Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.
d. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPn BM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
H. Bea Materai
a. Pengertian Bea Materai
Bea materai adalah pajak atas dokumen.
b. Tarif Bea Materai Rp 6.000.000 Dekenakan Atas Dokumen
1. Golongan satu :
o Surat perjanjian dan surat-surat lainya yang dibuat dengan tujuan dugunakan sebagai alat pembuktian mengenai pernuatan, kenyataan, atau keadaan yang bersifat perdata.
o Akta-akta nitaris termasuk salinannya.
o Akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya.
o Surat yang memuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 1.000.000.000 (satu juta rupiah).
o Syrat-surat berharga seperti wesel, promes dan aksep yang harga niminalnya lebih dari Rp. 1.000.000.000.
o Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000.000.
2. Golongan dua yaitu dokumen-dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan :
o Surat-surat biasa dan surat-aurat kerumahtanggaan.
o Surat-surat yag semula tidak dikenakan Bea Materai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau untuk digunkan juntuk orang lain dari maksud semula.
c. Tarif Bea Materai Rp 3.000 Dikenakan Atas Dokumen
1. Surat yang memuat jumlah uang yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp 250.000 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000.
2. Surat-surat berharga seperti : wesel, promes dan aksep yang hrga nominalnya lebih dari Rp 250.000 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000.
3. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, sepanjang harga niminalnya lebih dari Rp 250.000 tetapi tidak lebih dari Rp 1.000.000.
4. Cek dan bilyet giro dengan harga nominal berapapun.
Apabila suatu dokumen (kecuali cek dan bilyet giro) mempunyai nominal tidak lebih dari Rp 250.000, maka atas dokumen tersebut tidak terutang Bea Materai.
d. Yang Tidak Dikenakan Bea Materai
1. Dokumen yang berupa, antara lain :
o Surat penyimpanan barang.
o Konsumen.
o Surat angkutan penumpang dan barang.
o Keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c.
o Bukti pengiriman da n penerimaan barang.
o Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungab pengirim.
o Surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat tersebut diatas.
2. Segala bentuk ijasah. Yang termasuk dalam pengertian ini adalah surat tanda tamat belajar (STTB), tanda lulus, surat keterangan telah mengikuti suatu pendidikan, latihan, kursus dan penataran.
3. Tanda terima gaji, uang tunggu, pension, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya, yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
4. Tanda bukti peberimaan uang Negara dari Kas Negara, Kas Pemerintah Derah dan Bank.
5. Kuitansi untuk semua jenis pajak dan penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu dari Kas Negara, Kas Pemerintahan Daerah dab Bank.
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi dan badan-badan lainya yang bergerak dibidang tersebut.
8. Surat gadai yang diberikan oleh perum pegadaian.
9. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Saat Terutang Bea Materai
1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu diserahkan dan diterima oleh pihak untuk siapa dokumen itu dibuat, jadi bukan pada saat ditandatangani.
2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak adalah pada saat dokumen itu telai selesai dibuat yang ditutup dengan pembubuhan tanda tangan dari yang bersangkutan.
3. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia. Bea Materai terutang dilunasi dengan cara pemeteraian kemudian.
e. Pihak Yang Terutang Bea Materai
Pihak yang terutang Bea Materai adalah pihak yang mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
f. Cara Menggunakan Benda Materai
1. Materai tempel
o Materai temple direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak diatas dokumen yang dikenakan bea materai.
o Materai temple direkatkan di tempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan.
o Pembubuhan tanda tangan disertai dengan tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan menggunakan tinta atau yang sejenisnya. Sebagian tanda tangan berada diatas materai dan sebagian ladi di atas dokumen.
o Jika digunakan lebih dari satu materai temprl, tanda tangan harus dibubuhi sebagaian di atas semua materai temple dan sebagian di atas kertas dokumen.
2. Kertas materai
o Dokumen ditulis diatas kertas materai. Jika isi dokumen terlalu panjang untuk dimuat seluruhnya di atas kertas materai yang digunakan, maka untuk bagian isi yan g masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak bermnaterai.
o Kertas materai yang sudah digunakan, tidak boleh digunakan lagi.
Apabila ketentuan-ketentuan di atas tidak di penuhi, maka dokumen yang bersangkutan tidak dianggap bermaterai.
g. Pemateraian Kemudian
Pemateraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan oleh Pejabat Pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
Pemateraian kemusian dilakukan atas :
1. Dokumen yan semula tidak terutang Bea Materai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan.
2. Dokumen yang Bea Materainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya.
3. Dokumen yang dibuat diluar negeri yang akan digunakan di Indonesia.
h. Sanksi-Sanksi
1. Sanksi Administrasi
2. Sanksi Pidana
i. Daluarsa
Daluarsa dari kewajiban memenuhi Bea Materai ditetapkan 5 tahun terhitung sejak tanggal dokumen dibuat.
j. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
Untuk lebih melengkapi mengenai penjelasan tentang Bea Materai, berikut ini diberikan pokok-pokok tambahan yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Transaksi intern perusahaan tidak perlu memakai Bea Materai.
b. Kantor pusat dan cabang perusahaan merupakan badan yang berdiri sendiri, sehingga transaksinya harus menggunakan Bea Materai.
c. Yang menangung Bea Materai apabila ada sesuatu di kemudian hari adalah pemegang dokumen. Yang terutang Bea Materai adalah orang-orang atau pihak-pihak yang mendapatkan manfaat dari dokumen tersebut.
d. Tanggal materai.
e. Tanggal yang tercantum di materai lebih sah dibandingkan dengan tanggal dokumen.
f. Kurang diperhatikan masalah yuridis atau isi dokumen, tetapi yang lebih diutamakan adalah yang terutangnya pajak.
g. Warna tinbta yang ditulis di materai tidak menjadi masalah yang penting tinta yang lazim dipakai.
h. Tulisan pada dokumen tidak boleh dihapus dengan cairan penghapus. Kalau ada kesalahan lebih baik dicoret dan dituliskan dengan benar.
i. Tambahan untuk pasal 7 dan 8 : kertas biasa yang dipakai untik lembaran berikutnya tidak perlu memakai materai lagi, karena masih merupakan satu kesatuan.
j. Micro film perlakuannya bisa dianggap sebagai fotocopi dokumen, seperti juga batch dalam computer, tidak terutang Bea Materai.
k. Tindasan dengan kertas karbon sama dengan fotocopi, tidak terutang Bea Materai karena rangkap/tindasan tersebut tidak di tandatangani secara asli. Kalu misalnya fotocopi tersebut ditandatangani lagi, maka terutang Bea Materai.
l. Pengunaan dokumen yang dibuat diluar negeri.
I. PPh (Pajak Penghasilan)
1. Pajak Penghasilan Pasal 21
a. Pengertian Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut pada obyek pajak atas penghasilannya. Pajak penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha yang memperoleh penghasilan di Indonesia. Pajak yang berlaku bagi pegawai/karyawan adalah pajak penghasilan pasal 21. Undang-undang yang dipakai untuk mengatur besarnya tarif pajak, tata cara pembayaran dan pelaporan pajak adalah Undang-undang No.17 tahun 2000 yang merupakan penyempurnaan bagi undang-undang terdahulunya yaitu Undang-undang No.10 tahun 1994.
Undang-undang pajak penghasilan telah menetapkan sistem pemungutan pajak penghasilan secara self assessment, dimana wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh dari pemerintah untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang. Dengan sistem ini pemerintah berharap agar pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan dapat berjalan dengan lebih mudah dan lancar.
Bagi Pegawai Tetap tarif PPh Pasal 21 adalah berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak, yaitu:
• Penghasilan s.d Rp 50.000.000, tarif 5%
• Penghasilan s.d Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000, tarif 15%
• Penghasilan Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000, tarif 25%
• Penghasilan di atas Rp 500.000.000, tarif 30%
b. Cara menghitung pasal 21:
Misal, Bapak Yudi adalah pegawai pada perusahaan PT Sejahtera, menikah tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp. 4.000.000,00. PT Sejahtera mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT. Sejahtera menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Bapak Yudi membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Sejahtera juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya.
PT Sejahtera membayar iuran pensiun untuk Bapak Yudi ke dana pensiun, yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp. 140.000,00, sedangkan Bapak Yudi membayar iuran pensiun sebesar Rp.100.000,00.
Gaji sebulan 4.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 20.000
Premi Jaminan Kematian 12.000
Jumlah
Penghasilan Bruto 4.032.000

Pengurangan :
1. Biaya Jabatan 201.600
2. Iuran Pensiun 100.000
3. Iuran Jaminan Hari Tua 80.000
Jumlah Pengurangan 381.600
Penghasilan Neto Sebulan 3.650.400
Penghasilan Neto Setahun 43.804.800
PTKP
- Diri WP Sendiri 15.840.000
- Status Kawin 1.32.000
Jumlah PTKP 17.160.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun 26.644.800
Pembulatan 26.644.000
PPh Pasal 21 Setahun 5% x Rp26.644.000 1.332.200
PPh Pasal 21 Sebulan Rp1.332.200 / 12 111.017

2. Pajak Penghasilan Pasal 22
a. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disebut PPh Pasal 22 merupakan salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh Pihak lain terhadap Wajib Pajak.
b. Pemungut PPh Pasal 22
Disebutkan didalam PMK No.154/PMK.03/2010 bahwa yang menjadi Pemungut PPh Pasal 22 diantaranya adalah :
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
3. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas;
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
c. Kegiatan-Kegiatan Yang Dikecualikan Dari Pemungutan Pph Pasal 22
PPh Pasal 22 menurut PMK No.154/PMK.03/2010 ini juga mengubah kegiatan-kegiatan yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22, yaitu diantaranya :
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan;
2. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai:
a. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
c. barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
d. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
e. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
f. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya
g. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
h. barang pindahan;
i. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
j. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
k. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara
l. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
m. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
n. buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
o. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
p. pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
q. kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia;
r. peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia; dan/atau
s. barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
3. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali
4. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
5. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b, huruf c dan, huruf d PMK-154, berkenaan dengan:
a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos.
6. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG);
7. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor;
8. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Ada perubahan penting dari Peraturan Menteri Keuangan yang baru ini. Dari sudut kegiatan pemungutan PPh Pasal 22 yang dikecualikan dari pemungutan, terdapat dua perubahan penting :
1. batas pembelian barang yang tidak dipungut PPh Pasal 22 yang semula Rp1.000.000,- dinaikkan menjadi Rp2.000.000,-
2. seluruh pembelian barang dalam rangka penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak perlu dipungut PPh Pasal 22.

d. Sifat Pemungutan PPh Pasal 22
1. Final
a. penyerahan produksi rokok dalam negeri
b. penyerahan produksi baja dan besi beton
c. penyerahan produk pertamina kepada agen
2. Tidak Final
a. penyerahan produk pertamina kepada pabrikan
b. penyerahan hasil industri semen
c. penyerahan hasil industri semen
d. penyerahan hasil industri otomotif
e. pembelian barang dengan APBN/APBD
f. pembelian barang oleh instansi/lembaga tertentu
g. impor barang
h. pembelian barang oleh industri atau eksportir industri perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan

e. Saat Terutang, Tata Cara Pemungutan, Penyetoran Serta Pelaporan Terhadap Pph Pasal 22 Menurut PMK
Adapun mengenai Saat Terutang, tata cara pemungutan, penyetoran serta pelaporan terhadap PPh Pasal 22 menurut PMK ini adalah :
3. Saat terutangnya PPh Pasal 22 menurut peraturan ini diantaranya adalah :
a. PPh Pasal 22 atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran BM
b. Dalam hal pembayaran BM ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen PIB
c. PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemerintah terutang dan dipungut pada saat pembayaran
d. PPH Pasal 22 industri semen, kertas, baja, dan otomotif terutang dan dipungut pada saat penjualan
e. PPh Pasal 22 atas penjualan BBM, gas dan pelumas terutang dan dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang (delivery order)
f. PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada saat pembelian.

2. Penyetoran terhadap pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan penyetoran kepada :
a. PPh Pasal 22 impor disetor ke kas negara oleh:
• importir yang bersangkutan; atau
• Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
b. PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemerintah wajib disetor oleh pemungut ke kas negara dengan SSP yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak
c. PPh Pasal 22 atas penjualan BBM, gas dan pelumas, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara dengan menggunakan SSP
d. PPh Pasal 22 industri semen, kertas, baja dan otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara dengan menggunakan SSP
J. PPh Pasal 22 badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke kas negara dengan menggunakan SSP.

3. Dokumen yang digunakan oleh Pemungut Pajak maupun wajib pajak dalah hal pelaksanaan PPh Pasal 22 diantaranya menggunakan dokumen :
a. SSP sebagai bukti pungut
• PPh Pasal 22 impor
• PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemerintah
b. Penerbitan bukti pungut (rangkap 3) untuk pemungutan PPh Pasal 22 oleh :
• Badan usaha industri semen, kertas, baja, dan otomotif
• Produsen atau importir BBM, gas, dan pelumas
• Industri dan eksportir sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
Dimana peruntukan setiap lembar SSP tersebut nantinya akan diperuntukan kepada :
a. lembar 1 untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul)
b. lembar 2 sebagai lampiran SPT Masa PPh Pasal 22, dan
c. lembar 3 sebagai arsip pemungut pajak

4. Pelaporan Terhadap Pph Pasal 22 Menurut PMK
Setelah melakukan penyetoran atau pembayaran terhadap pelaksanaan PPh Pasal 22 selanjutnya maka Pemungut berkewajiban melaporkan PPh Pasal 22 yang telah mereka lakukan pemungutan dengan tata cara menurut PMK ini adalah sebagai berikut :
a. Pemungut pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.
b. Penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 22 dilakukan sesuai jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan tanggal jatuh tempo pembayaran, penyetoran dan pelaporan pemungutan pajak.
3. Pajak Penghasilan Pasal 23
a. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah salah satu bentuk sistem pemotongan dan pemungutan pajak (witholding tax) di Indonesia. Penamaan Pasal 23 itu sendiri mengacu kepada Pasal 23 Undang-undang Pajak Penghasilan sebagai dasar hukumnya. Pajak Penghasilan Pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
b. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Berdasarkan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah :
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak Badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
5. Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
c. Tarif dan objek pajak
Tarif PPh Pasal 23 sendiri mengenal dua jenis tarif yaitu tarif 15% dari jumlah bruto dan tarif 2% dari jumlah bruto. Tulisan ini akan memfokuskan pada objek pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dari jumlah bruto.
4. Pajak penghasilan Pasal 24
a. Pendahuluan dan Pengertian
b. Pajak penghasilan pasal 24 ialah Pajak penghasilan yang terutang atau dibayarkan di luar negeri atas penghasilan yang di terima atau yang diperoleh dari luar negeri yang dapat di kreditkan terhadap pajak penghasilan yang terhutang atas seluruh wajib pajak dalam negeri.
c. Apabila dalam penghasilan kena pajak terdapat penghasilan yang berasal dari luar negeri, maka pajak penghasilan yang terutang dikenakan dengan jumlah atas penghasilan yang dibayar atau terhutang di luar negeri.
d. PPh pasal 24 merupakan kredit pajak luar negeri yang dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan luar negeri dengan penghasilan penghasilan di indonesia.
e. Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation.

Yang dimaksud dengan Pajak atas penghasilan yang terutang di luar negeri adalah pajak yang berkenaan atas usaha atau pekerjaan di luar negeri, sedangkan yang dimaksud pajak atas penghasilan yang dibayarkan di luar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan penghasilan lainnya di luar negeri misalnya bunga, deviden ,royalty.

a. Penggabungan Penghasilan
1) Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis).
2) Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak di terimanya penghasilan tersebut (cash basis).
3) Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Subsidiary adalah suatu bentuk usaha yang tunduk pada peraturan dari negara mana usaha tersebut didirikan.

b. Batas Maksimum Kredit Pajak
1) Batas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini :
2) Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi Luar Negeri
3) (Penghasilan Luar Negeri: Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17.
4) Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri).

c. Batas Maksimum pajak Kredit Pajak untuk setiap Negara (Per Country Limitation).
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing Negara.

d. Rugi Usaha Di Luar Negeri
Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri ( Indonesia).

e. Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan :
a. Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri
b. Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri
c. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.

5.Pajak Penghasilan Pasal 25
a. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan :
1. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
2. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
Misal, SPT Tahunan 2007 menunjukkan data sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang 50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24 35.000.000
Maka, PPh Pasal 25 tahun 2008 yang harus dibayar tiap bulan adalah sebagai berikut :
Pajak Penghasilan terutang 50.000.000
Kredit Pajak PPh Pasal 21,22,23 dan 24 35.000.000
Selisih 15.000.000
PPh Pasal 25 = 15.000.000 : 12 = 1.250.000

J. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
a. Dasar Hukum
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994. Asas Pajak Bumi dan Bangunan adalah:
1. Memberikan kemudahan dan kesederhanaan
2. Adanya kepastian Hukum
3. Mudah dimengerti dan adil
4. Menghindari pajak berganda
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang. PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subyek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli nilai jual objek pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan data objek pajak untuk melaporkan data objek menurut ketentuan Undang-undangan Pajak Bumi dan Bangunan.
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) adalah surat yang digunakan oleh direktorat jendral pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terhutang kepada wajib pajak.
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan”. Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang :
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti mesjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dan lain-lain,
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.
b. Cara mendaftarkan Objek Pajak
Orang atau Badan yang menjadi Subjek PBB harus mendaftarkan Objek Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP Pratama, KP PBB, KP2KP atau KP4 setempat.
c. Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Subyek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki bangunan, dan atau menguasai bangunan, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Sedangkan Wajib Pajak adalah Subyek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.
d. Dasar Pengenaan PBB
1. Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan gubernur serta memperhatikan:
2. Harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
3. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;
4. Nilai perolehan baru;
5. Penentuan Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
e. Dasar Penghitungan PBB
Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJKP adalah sebagai berikut;
• Objek pajak perkebunan adalah 40%
• Objek pajak kehutanan adalah 40%
• Objek pajak pertambangan adalah 20%
Keterangan :
a. apabila NJOP-nya > Rp. l .000.000.000,00 adalah 40%
b. apabila NJOP-nya f. Tarif PBB dan rumus penghitungan PBB
Besarnya tarif PBB adalah 0,5%. Adapun rumus penghitungan PBB adalah sebagai berikut:
Rumus penghitungan PBB = Tarif x NJKP
a. Jika NJKP = 40% x (NJOP - NJOPTKP)
b. Jika NJKP = 20% x (NJOP - NJOPTKP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar