Jumat, 14 Januari 2011

Proposal kebijakan publik

PENDIDIKAN NON FORMAL (PESANTREN)
“Tranformasi Pesantren ke dalam Sistem Pendidikan Nasional”
I. PROBLEM STRUKTURING
A. Investigasi, Identifikasi, dan Klasifikasi Masalah
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Salah satu pendidikan non-Formal diantaranya pesantren. Pesantren merupakan institusi pendidikan Islam tertua di tanah air yang memberikan andil sangat besar dalam mencerdaskan kehidupan umat dan bangsa. Seiring dengan perkembangan pendidikan saat ini, seperti munculnya sekolah-sekolah dengan sistem ‘Boarding School’ yang terinspirasi dari pesantren, lembaga pesantren ini mulai ditinggalkan oleh para orang tua yang menginginkan sekolah yang ‘lebih modern’. Hal inilah yang kemudian menjadi masalah, bahwa pesantren lebih dikesankan ‘kumuh’ dan bukan ‘pilihan’ yang populer dibandingkan dengan sekolah umum lainnya. Selain itu perlu dirumuskan konsep yang tepat untuk mengoptimalkan peran pesantren di era globalisasi, sehingga di masa depan pesantren dapat muncul sebagi salah satu pusat institusi pendidikan Islam tingkat menengah yang mengembangkan sumber daya manusia menuju terwujudnya masyarakat yang sesuai dengan ajaran pendidikan Islam.
B. Pertimbangan Pentingnya Pemecahan Masalah
Dengan melihat perkembangan zaman yang semakin maju dan memerlukan suatu kemampuan yang tidak hanya berorientasi ke-akhiratan, maka perlua adanya suatu terobosan baru dalam pengelolaan pesantren. Penyelenggaraan pendidikan formal, yaitu madrasah dan sekolah umum, ‘hidup’ dalam satu atap pesantren. Dengan kata lain pendidikan formal diselenggarakan dalam lingkar budaya pesantren. Hal ini berimbas pada para lulusannya yang tidak lagi hanya dibekali ilmu-ilmu agama sehingga mereka bisa memasuki sekolah-sekolah formal yang lebih tinggi tingkatannya dalam sistem pendidikan.
C. Tujuan dan Manfaat Pemecahan Masalah
a. Tujuan
mengetahui masalah dan pemecahannya dalam dunia pendidikan non-formal, mengetahui perbedaan ditinjau dari karakteristik pendidikan formal dan non-formal.
b. Manfaat Penelitian
Diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, yaitu:
1. Manfaat Teoritik
dapat menjadi sumbangan teoritis dalam bidang Psikologi Sosial, dan Pendidikan, yakni dapat mengkaji lebih dalam mengenai kebutuhan sosial untuk melanjutkan studi, memahami perkembangan santri untuk tinggal di pesantren, serta proses belajar di pesantren.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi santri
Para santri dapat menjadi lulusan yang bernilai tinggi dengan cara lebih memahami motif-motif pada dirinya sendiri dan meningkatkan kemampuannya untuk mencapai tujuan sesuai motifnya untuk masuk pesantren, dengan cara mengembangkan potensi belajar secara maksimal.
b) Bagi pesantren
Diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan pesantren sesuai dengan kebutuhan

II. GOVERNMENT AGENDA
A. Pentingnya Peran dan Keterlibatan Pemerintah dalam Pemecahan Masalah
Proses pengembangan dunia pesantren yang selain menjadi tanggung jawab internal pesantren, juga harus didukung oleh perhatian yang serius dari proses pembangunan pemerintah. Merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan pesantren sebenarnya memiliki tempat yang istimewa. Dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
B. Analisis SWOT
a. Kekuatan
Sudah tidak diragukan lagi bahwa pesantren memiliki kontribusi nyata dalam pembangunan pendidikan. Apalagi dilihat secara historis, pesantren memiliki pengalaman yang luar biasa dalam membina dan mengembangkan masyarakat. Bahkan, pesantren mampu meningkatkan perannya secara mandiri dengan menggali potensi yang dimiliki masyarakat di sekelilingnya. Pembangunan manusia, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau masyarakat semata-mata, tetapi menjadi tanggung jawab semua komponen, termasuk dunia pesantren. Pesantren yang telah memiliki nilai historis dalam membina dan mengembangkan masyarakat, kualitasnya harus terus didorong dan ditumbuh-kembangkan. Proses pembangunan manusia yang dilakukan pesantren tidak bisa dipisahkan dari proses pembangunan manusia yang tengah diupayakan pemerintah.
b. Kelemahan
Pesantren lebih dikesankan ‘kumuh’ dan bukan ‘pilihan’ yang populer dibandingkan dengan sekolah umum lainnya. Selain itu, pesantren pada umunya masih fokus pada kitab klasik (baca : ilmu agama) wal;aupun sekarang ini banyak pesantren yang sudah memasukkan mata pelajaran dan keterampilan umum di Pesantren.
c. Peluang
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang membentuk dan mengembangkan nilai-nilai moral, menjadi pelopor sekaligus inspirator pembangkit moral bangsa. Sehingga, pembangunan tidak menjadi hampa melainkan lebih bernilai dan bermakna. Keunggulan pesantren terletak pada prinsip ‘memanusiakan manusia’ dalam proses pembelajarannya.
d. Hambatan
Dewasa ini pesantren dihadapkan pada banyak tantangan termasuk di dalam modernisasi pendidikan Islam. Dalam banyak hal sistem dan kelembagaan pesantren telah dimodernisasi serta disesuaikan dgn tuntutan pembangunan terutama dalam aspek-aspek kelembagaan sehingga secara otomatis akan mempengaruhi ketetapan kurikulum. Asumsi serta Persepsi masyarakat umum yang beranggapan bahwa pondok pesantren cenderung melestarikan tradisi feodal, kepemimpinan yang sentralistik dan otoriter tentu saja merupakan sebuah persepsi yang keliru dan tidak berdasar kenyataan.
C. Pendekatan Penggunaan Model dan Strategi
Penggunaan model yang dipilih oleh penulis lebih ke model incremental karena pada dasarnya pesantren masih menggunakan system tradisional, bisa dilihat dari sisi metodologi pengajaran (pendidikan) yang diterapkan dunia pesantren . Penyebutan tradisional dalam konteks praktek pengajaran di pesantren, didasarkan pada sistem pengajarannya yang monologis, bukannya dialogis-emansipatoris, yaitu sistem doktrinasi sang Kiyai kepada santrinya dan metodologi pengajarannya masih bersifat klasik, Hal tersebut merupakan suatu ciri khas dalam system pendidikan yang diterapkan, namun harus ada suatu pembaruan yang tidak menghilangkan kekhasan tersebut.
Dalam melakukan pembaruan system supaya mensinergikan tradisionalisme pesantren dengan modernitas dalam konteks praktek pengajaran, merupakan pilihan sejarah (historical choice) yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab, jika tidak demikian, eksistensi pesantren akan semakin sulit bertahan di tengah era informasi dan pentas globalisasi yang kian kompetitif. Di antara problem yang sering dijumpai dalam praktek pendidikan di pesantren, terutama yang masih bercorak salaf, adalah persoalan efektivitas metodologi pengajaran. Di sinilah perlunya dilakukan penyelarasan tradisi dan modernitas di tengah dunia pesantren. Dalam hal ini, memang diperlukan adanya pembaharuan di pesantren, terutama mengenai metodologi pengajarannya, namun pembaharuan ini tidak harus meninggalkan praktek pengajaran lama (tradisional), karena memang di sinilah karakter khas dan indegenousitas pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Justru yang perlu dilakukan adalah, adanya konvigurasi sistemik dan kultural antara metodologi tradisional dengan metodologi konvensional-modern. Dengan demikian, penerapan metodologi pengajaran modern dan pembangunan kultur belajar yang dialogis-emansipatoris, bisa seirama dengan watak asli dari kultur pesantren.
D. Program-Program Alternatif
Beberapa program alternative :
1. Pesantren Sebagai Basis Pembentukan Karakter Umat Muslim
2. Mempertahankan System Pesantren
3. Memahami Watak Tradisionalisme Pesantren
4. Pesantren sebagai filter terhadap arus globalisasi
5. Lembaga pendidikan yang memiliki kekuatan mental budaya yang tangguh dan sistem kelembagaan yang fleksibel
6. Pesantren menjadi salah satu dari pendidikan terpadu
7. Membuat peraturan pendidikan yang memberikan kesempatan luas kepada pendidikan non-formal untuk berkembang
8. Tranformasi Pesantren ke dalam Sistem Pendidikan Nasional

III. PROPOSAL POLICY
A. Identifikasi, Agregasi dan Penilaian Pemecahan Masalah
Pesantren adalah sekolah Islam berasrama yang terdapat di Indonesia. Pendidikan di dalam pesantren bertujuan untuk memperdalam pengetahuan tentang al-Qur'an dan Sunnah Rasul, dengan mempelajari bahasa Arab dan kaidah-kaidah tata bahasa-bahasa Arab. Para pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar di sekolah ini, sekaligus tinggal pada asrama yang disediakan oleh pesantren. Institusi sejenis juga terdapat di negara-negara lainnya; misalnya di Malaysia dan Thailand Selatan yang disebut sekolah pondok, serta di India dan Pakistan yang disebut madrasa Islamia.
Pendidikan pondok pesantren yang merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional memiliki 3 unsur utama yaitu: 1) Kyai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok dan para santri; 2) Kurikulum pondok pesantren; dan 3) Sarana peribadatan dan pendidikan, seperti masjid, rumah kyai, dan pondok, serta sebagian madrasah dan bengkel-bengkel kerja keterampilan. Kegiatannya terangkum dalam “Tri Dharma Pondok pesantren” yaitu: 1) Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt; 2) Pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan negara.
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salafi. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyai mereka tersebut. Sebagian besar pesantren salafi menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh di waktu pagi hingga mereka tidur kembali di waktu malam. Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kyai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an.
Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah. Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak.

B. Jenis dan Bentuk Program Alternatif
1. Pesantren Sebagai Basis Pembentukan Karakter Umat Muslim
2. Mempertahankan System Pesantren
3. Memahami Watak Tradisionalisme Pesantren
4. Pesantren sebagai filter terhadap arus globalisasi
5. Lembaga pendidikan yang memiliki kekuatan mental budaya yang tangguh dan sistem kelembagaan yang fleksibel
6. Pesantren menjadi salah satu dari pendidikan terpadu
7. Membuat peraturan pendidikan yang memberikan kesempatan luas kepada pendidikan non-formal untuk berkembang
8. Pesantren menjadi Kultur dalam Masyarakat
9. Tranformasi Pesantren ke dalam Sistem Pendidikan Nasional
C. Pilihan dan Alternatif Pemecahan Masalah
Keunggulan pesantren terletak pada prinsip ‘memanusiakan manusia’ dalam proses pembelajarannya. Berdasarkan hal tersebut dan analisis SWOT pada bagian sebelumnya, maka alternative yang dipilih yaitu “Tranformasi Pesantren ke dalam Sistem Pendidikan Nasional”.
D. Ekspektasi dan Prospek Implementasi Pemecahan Masalah
Pesantren lebih membuka kelembagaan dan fasilitas-fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan umum. Pesantren tidak hanya mengadopsi madrasah tetapi juga mendirikan sekolah-sekolah umum. Pesantren Tebuireng Jombang adalah pesantren pertama yang mendirikan SMP dan SMA. Langkah ini kemudian diikuti oleh pesantren-pesantren lain, bahkan belakangan pesantren-pesantren berlomba-lomba mendirikan sekolah-sekolah umum untuk mengikuti tuntutan masyarakat agar santri bisa belajar pengetahuan agama dan menguasai pengetahuan umum seperti murid-murid di sekolah-sekolah umum sehingga akses santri dalam melanjutkan pendidikan semakin meluas seperti sekolah-sekolah umum di luar pesantren. Saat ini tidak jarang kita temui pesantren memiliki lembaga pendidikan umum mulai TK, SD, SMP, SMA di samping MI/MIN, MTs/MTsN, MA/MAN, dan Madrasah Muallimin.




IV. LEGITIMATION POLICY
A. Pilihan Alternatif Pemecahan Masalah dan Program Terbaik
Pilihan alternative sekaligus program terbaik yang dipilih oleh penulis yaitu “Tranformasi Pesantren ke dalam Sistem Pendidikan Nasional”.
B. Relevansi Pilihan Alternatif dengan Masalah
Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salafi. Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salafi adalah para santri bekerja untuk kyai mereka. Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan.Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, dimana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah.
Oleh karena itu, perlu adanya “transformasi pesantren kedalam system pendidikan nasional”. Pesantren tidak hanya mengadopsi madrasah tetapi juga mendirikan sekolah-sekolah umum. Saat ini tidak jarang kita temui pesantren memiliki lembaga pendidikan umum mulai TK, SD, SMP, SMA di samping MI/MIN, MTs/MTsN, MA/MAN, dan Madrasah Muallimin.
C. Adaftasi
Pesantren sebagai salah satu institusi pendidikan tradisional di Indonesia merupakan lembaga yang menekankan pentingnya tradisi keislaman di tengah-tengah kehidupan sebagai sumber utama moral dan akhlak. Dalam menerima pembaruan system pada pesantren, harus mampu beradaftasi/ menyesuaikan pengelolaaan pesantren lama yang hanya berorientasi ke-akhiratan dengan tipe pengelolaan yang lebih modern. Namun, pesantren tidak tergesa-gesa mentransformasikan kelembagaan pesantren menjadi lembaga pendidikan Islam modern sepenuhnya, tetapi menerimanya dalam skala yang sangat terbatas; sebatas melakukan penyesuaian yang mereka anggap akan mendukung kontinuitas pesantren itu sendiri, seperti sistem penjenjangan, kurikulum yang lebih jelas.
D. Antisipasi Daya Dukung dan Daya Hambat
1. Daya dukung
Pada perkembangannya pesantren mulai memasukkan ilmu-ilmu umum sebagai salah satu bentuk pengembangan wawasan warga pesantren dari orientasi ke-akhiratan menjadi berimbang dengan kehidupan duniawi. Penyelenggaraan pendidikan formal, yaitu madrasah dan sekolah umum, ‘hidup’ dalam satu atap pesantren. Dengan kata lain pendidikan formal diselenggarakan dalam lingkar budaya pesantren. Hal ini berimbas pada para lulusannya yang tidak lagi hanya dibekali ilmu-ilmu agama sehingga mereka bisa memasuki sekolah-sekolah formal yang lebih tinggi tingkatannya dalam sistem pendidikan.
2. Daya hambat
Faktor penghambat khususnya pada isu terorisme yang berkembang beberapa tahun ini yang dihubungkan dengan pesantren. Masih adanya asumsi serta Persepsi masyarakat umum yang beranggapan bahwa pondok pesantren cenderung melestarikan tradisi feodal, kepemimpinan yang sentralistik dan otoriter tentu saja merupakan sebuah persepsi yang keliru dan tidak berdasar kenyataan.
E. Pengambilan Keputusan dan Butir-Butir Keputusan
1. Merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, posisi dan keberadaan pesantren sebenarnya memiliki tempat yang istimewa.
2. Dalam Pasal 3 UU Sisdiknas dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
3. legitimasi dalam Undang-undang Sisdiknas. Ketentuan mengenai Hak dan Kewajiban Masyarakat pada Pasal 8 menegaskan bahwa Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Sedangkan dalam Pasal 9 dijelaskan bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Hal ini dipertegas lagi oleh Pasal 15 tentang jenis pendidikan yang menyatakan bahwa Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Pesantren adalah salah satu jenis pendidikan yang concern di bidang keagamaan.
4. Secara khusus, ketentuan tentang pendidikan keagamaan ini dijelaskan dalam Pasal 30 Undang-Undang Sisdiknas yang menegaskan: 1) Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, 2) Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama, 3) Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, dan 4) Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, dan bentuk lain yang sejenis.
5. peraturan Menteri Agama No. 3 tahun 1950, yang menginstruksikan pemberian pelajaran umum di madrasah dan memberi pelajaran agama di sekolah umum negeri dan swasta.

V. IMPLEMENTATION POLICY
A. Jenis dan Bentuk Program Yang Dilaksanakan
Jenis dan bentuk program yang dilaksanakan yaitu “Tranformasi Pesantren ke dalam Sistem Pendidikan Nasional”.
B. Waktu, Tempat dan pelaksana Kebijakan
Waktu dan Tempat Kebijakan :
Hari, tanggal : Selasa, 11 Januari 2011
Pukul : 09.00 s/d Selesai
Tempat : Pesantren
Pelaksana Kebijakan :
1. Ketua : Agus Rukanda
2. Sekretaris : Agni Fauzi
3. Bendahara : Yan Setiawati
4. Anggota : Dikki
Aang Kunaefi
Ali rafidin
Irfan ali
Bachdim sofyan
Imam Nurzaman
C. Strategi, Tahapan dan Pendekatan Pelaksanaan
1. pembinaan IMTAQ, IPTEK dan Skill fungsional atas dasar kebutuhan.
2. pengembangan program pendidikan di pesantren dengan melaksanakan kurikulum Depdiknas.
3. Penyesuaian kurikulum
4. Kualitas tenaga pendidik
5. Pengembangan Anggaran
D. Sasaran Kebijakan
Adapun sasaran kebijakan diantaranya :
1. Kyai sebagai pendidik sekaligus pemilik pondok.
2. Para Santri sebagai penuntut ilmu di pesantren.
3. Kurikulum pondok pesantren; dan
4. Sarana peribadatan dan pendidikan, seperti masjid, rumah kyai, dan pondok serta, sebagian madrasah dan bengkel-bengkel kerja keterampilan.
E. Dukungan Sumber Daya
1. tenaga pendidikan.
a. kepala sekolah atau pengelola pesantren
b. ustadz atau asatidz dan uztadzah
2. pengawas atau komite pesantren
3. Pihak lain yang mempunyai kepentingan.
4. Dana
5. Sarana dan prasarana
F. Dukungan Lingkungan
1. Kontrol negara terhadap pendidikan pesantren.
2. Masyarakat yang bverparttisipasi sekaligus sasaran implementasi kebijakan.
3. Pengakuan yang sama pelajar di pesantren dengan di lembaga pendidikan lain.
4. Pengakuan yang sama Pendidik di pesantren dengan di lembaga pendidikan lain
5. Menjanjikan terjadinya harmonisasi antar lingkungan luar dengan pesantren.
G. Dampak Perubahan Implementasi
1. Mendapatkan pendidikan di madrasah dan pesantren sekaligus siswa dan santrinya mendapatkan keteladanan dari guru dan para kyainya.
2. Para santri bias mendapatkan pengetahuan umum disamping pengetahuan keagamaan yang biasa di berikan.
3. Para lulusannya yang tidak lagi hanya dibekali ilmu-ilmu agama sehingga mereka bisa memasuki sekolah-sekolah formal yang lebih tinggi tingkatannya dalam sistem pendidikan.
4. Mengembangkan model –model alternatif layanan pendidikan yang efisien dan relevan.
5. Pesantren dapat berkerjasama dengan lembaga-lembaga lain untuk kemajuan.

VI. EVALUATION POLICY
A. Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan Program
Berdasarkan pertimbangan dan merujuk pada implementasi kebijakan pada point IV, tingkat keberhasilan pelaksanaan program ini mencapai 99 %.
1. Efektifitas
Dilihat dari keefektifan tujuan yang di capai dalam implementasi kebijakan, sesuai dengan konsep pesantren modern yang menerapkan system pembelajaran umum disamping masih pula menerapkan/mempelajari ilmu keagamaan.
2. Efisiensi
Dengan merujuk pada peraturan pemerintah, pesantren dituntut dapat menggunakan sarana maupun prasarana yang menunjang secara tepat. Biaya yang diberikan oleh pemerintah untuk pembangunan sumber daya yang ada dalam pesantren tidaklah sedikit, untuk itu perlu adanya suatu manajemen pesantren yang handal dan menjamin akuntabilitas anggaran yang di peroleh. Alokasi anggaran yang diberikan Harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang optimal.
3. Sinergitas
Adanya upaya untuk memajukan pesantren dengan pembaruan system yang ada dengan bekerja sama dengan instansi lain yang mendukung kemajuan pesantren. Salah satunya kerja sama dengan lembaga penelitian yang bergerak dalam bidang sains (LIPI), untuk menambah kemampuan para santri.
B. Rekomendasi dan Feedback
1. Pesantren mengaktifkan kembali seluruh program kegiatannya, yaitu membina dan meningkatkan ukhuwah islamiyah, ta’awun (kerjasama), takaful (saling menanggung) antar pondok pesantren, guna mewujudkan Izzul Islam wa al-Muslimin.
2. Meningkatkan dan mensosialisasikan pelaksanaan Visi dan Misinya melalui pengembangan komunikasi, konsultasi, dan koordinasi antar pondok pesantren.
3. menjadi fasilitator dalam peningkatan mutu pendidikan bahasa arab dan bahasa asing lainnya di Indonesia (khususnya di pesantren-pesantren), bekerjasama dengan berbagai pihak yang kompeten.
4. Pesantren tetap menjaga jati dirinya sebagai Lembaga Pendidikan dan Dakwah, serta Lembaga Sosial Kemasyarakatan, yang telah memberikan konstribusi besar bagi masyarakat.
5. Pondok pesantren terus berupaya menjauhkan diri dari pemahaman-pemahaman yang membahayakan aqidah dan keutuhan pondok pesantren itu sendiri.
6. Pondok Pesantren tetap menjaga ukhuwah islamiyyah di dalam merespon berbagai macam persoalan-persoalan kebangsaan dan keumatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar